Hujan Kritik, Wacana Tambah Pos Kementerian di Kabinet Prabowo
Reporter
Tempo.co
Editor
Andry Triyanto Tjitra
Rabu, 8 Mei 2024 09:41 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Wacana Presiden terpilih Prabowo Subianto yang ingin menambahkan 40 kementerian baru dihujani kritik. Sejumlah kalangan mengkritik wacana penambahan kementerian tersebut.
Indonesia Corruption Watch (ICW), misalnya, menyebut kebijakan tersebut hanya untuk mengakomodasi jabatan. Sementara Pakar Hukum Tata Negara Feri Amsari mengatakan, kementerian baru berimplikasi terhadap penggunaan anggaran negara yang harus ditambah pula.
Senada Feri, Pakar Hukum Tata Negara Universitas Mulawarman Herdiansyah Hamzah mengatakan kabinet gemuk ini akan memiliki konsekuensi boros dan tidak efektif.
Berikut pernyataan lengkap ICW, Feri Amsari, dan Herdiansyah Hamzah yang dihimpun dari Tempo:
ICW: Hanya akomodasi jabatan
Staf Divisi Korupsi Politik ICW Seira Tamara menanggapi isu Prabowo yang ingin menambahkan 40 kementerian baru. Menurutnya, posisi kabinet dalam pemerintahan ke depan berpotensi jadi kabinet gemuk.
“Kita disuguhkan pada situasi di mana proses pemerintahan ke depan dijalankan bukan berbasiskan kepentingan dan kemauan membentuk kebijakan yang baik bagi masyarakat,” ujar Seira dalam diskusi di Rumah Belajar ICW, Kalibata, Jakarta Selatan, Selasa, 7 Mei 2024.
Menurut dia, rencana ini memperlihatkan bahwa komposisi kabinet pemerintah ke depan hanya untuk mengakomodasi jabatan-jabatan yang bisa diberikan kepada orang-orang yang sudah masuk koalisi atau memberi dukungan sebelumnya. Seira menyebut, hubungan timbal balik ini biasanya dikembalikan berupa jabatan.
“Segala bentuk dukungan yang diberikan pada akhirnya tidak ada yang gratis dan diberikan secara ikhlas. Yang jadi rugi siapa? Masyarakat,” tuturnya.
Warga negara menjadi rugi karena dipimpin oleh rezim yang diisi bukan berdasarkan kompetensi, tapi hanya bagi-bagi jabatan saja.
Meskipun penunjukkan menteri hak prerogatif presiden, Seira mengaku khawatir karena situasi saat ini menunjukkan banyak pihak merapat dan komposisi kabinet menjadi sangat gemuk. “Kami sangat khawatir juga, proses check and balances enggak bisa berjalan dengan optimal.”
Feri Amsari: Hanya habiskan anggaran
Sementara Feri menjelaskan, sudah ada aturan yang mengatur bahwa maksimal jumlah yang ditetapkan adalah 34 kementerian.
“Konsep undang-undang kementerian negara menetapkan 34 sebagai batas maksimum, itupun masih suka cheating lewat wakil menteri yang kalo enggak dua ya tiga,” kata dia dalam diskusi di Ruang Belajar ICW, Kalibata, Jakarta Selatan, Selasa, 7 Mei 2024.
Penetapan kementerian menjadi 34, menurut dia, bertujuan untuk menghindari kekacauan. “Kenapa bisa timbul kekacauan? Karena pengalaman waktu praktik mantan Presiden Abdurrahman Wahid, diubah nomenklatur kementerian, nama menteri berganti dan segala macam, itu sudah membebani biaya,” tuturnya.
Menurut dia, penambahan kementerian akan berimplikasi pada pembentukan undang-undang baru dan penambahan beragam aturan lainnya. Kementerian baru juga berimplikasi terhadap penggunaan anggaran negara yang harus ditambah pula.
“(Contoh) Kop surat kementerian diganti seluruh indonesia, miliaran itu. Makanya kalo ada yang usul tambah menteri berarti dia sedang membuat kerugian keuangan negara. Belum lagi nanti ada staf menteri dilantik, mobil menteri ditambah,” kata dia.
“Bayangkan setiap menteri ada mobil baru, ajudan baru, staf baru, ahli baru. Berapa uang negara yang hendak dimubazirkan untuk memenuhi hasrat ini?” lanjutnya.
<!--more-->
Herdiansyah: Boros dan tidak efektif
Senada Feri, Herdiansyah Hamzah juga mengatakan penambahan kementerian baru akan memiliki konsekuensi boros dan tidak efektif. Sebab, katanya, kerja yang bisa dilakukan cukup satu kementerian justru dilakukan beramai-ramai.
“Apalagi dipimpin orang-orang partai yang tidak kompeten di bidangnya pula karena pemilihannya berdasarkan bagi-bagi jatah,” ujar Herdiansyah saat dihubungi Tempo, Selasa, 7 Mei 2024.
Ia mengatakan penambahan jumlah kementerian itu akan melanggar Undang-Undang Kementerian Negara.
“Di Undang-Undang a quo diatur maksimal 34 menteri. Kalau mau menambah harus mengubah dulu Undang-Undang-nya,” kata Herdiansyah saat dihubungi Tempo, Selasa, 7 Mei 2024.
Herdiansyah menduga rencana menambah jumlah kementerian ini akan dilakukan melalui perubahan Undang-Undang. Sehingga, lanjut Herdiansyah, aksi merangkul kelompok oposisi gencar dilakukan agar prosesnya lancar.
“Selain mengubah Undang-Undang, bisa juga melalui Mahkamah Konstitusi. Apalagi cara buruk ini sudah sering dilakukan,” ujar dia.
Pria yang disapa Castro ini menyebut Indonesia pernah memiliki kementerian gemuk di masa Presiden Soekarno. Soekarno membentuk Kabinet 100 Menteri untuk merespons krisis sosial, ekonomi, dan keamanan akibat perlawanan terhadap kepemimpinannya pasca-Gerakan 30 September 1965. Tercatat ada 109 menteri dalam kabinet yang juga disebut Kabinet Dwikora II
“Itu juga background-nya politik, terutama konflik 1965. Bukan analisis berdasarkan kebutuhan,” kata Herdiansyah.
<!--more-->
Respons Gerindra dan Gibran
Sebelumnya, Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Habiburokhman tidak memungkiri ada wacana menambah jumlah kementerian dari saat ini yang berjumlah 34 menjadi 41 kementerian.
Menurut Habiburokhman, dalam konteks Indonesia, semakin banyak jumlah kementerian justru baik bagi pemerintahan dan pelayanan publik karena Indonesia merupakan negara besar yang memiliki target sekaligus tantangan yang besar untuk meraihnya.
“Jadi, wajar kalau kami perlu mengumpulkan banyak orang (untuk) berkumpul di dalam pemerintahan sehingga menjadi besar,” ujar dia, Senin, 6 Mei 2024.
Sementara Wakil Presiden terpilih Gibran Rakabuming Raka mengatakan penambahan nomenklatur kementerian menjadi 40 pada pemerintahan di bawah pemerintahan Prabowo dan dirinya kelak itu masih dalam pembahasan.
“Itu nanti ya (penambahan kementerian), masih dibahas dan digodok. Nanti, tunggu saja,” ujar Gibran saat ditemui awak media di Balai Kota Solo, Jawa Tengah, Selasa, 7 Mei 2024.
Dalam pembahasan kementerian itu, kata Gibran, di antaranya soal program makan siang gratis. Namun ia menyatakan agar publik menunggu terlebih dulu.
“Kemarin sempat dibahas (kementerian menangani makan siang gratis), tapi tunggu dulu. Kemarin sempat dibahas,” kata Gibran.
Ditanya penilaiannya tentang seberapa penting ada kementerian khusus menangani program makan siang gratis, menurut Gibran, itu penting mengingat program itu melibatkan anggaran yang besar dan distribusinya juga tidak mudah. Dia berharap program tersebut dapat berjalan nantinya.
“Karena melibatkan anggaran yang besar, distribusinya juga tidak mudah. Logistiknya juga tidak mudah, monitoringnya juga tidak mudah. Makanya harus kita ingin program ini bener-benar bisa berjalan,” kata Gibran.
Pihaknya menginginkan program makan siang gratis itu benar-benar dirasakan oleh semua anak-anak sekolah. Karena itu, Gibran mengatakan atas dasar itu harus ada atensi khusus.
“Karena kita pengen program ini benar-benar impact full, benar-benar bisa dirasakan oleh anak-anak sekolah," kata Gibran.
Namun Gibran kembali mengatakan agar ditunggu terlebih dulu. Dia mengakui belum pasti tentang kementeriannya. "Tapi tunggu dulu, belum pasti masalah kementeriannya, tunggu dulu. Makanya harus ada atensi khusus,” kata dia.
Isu Prabowo berupaya membangun koalisi besar di pemerintahannya sebelumnya dilaporkan Majalah Tempo edisi “Bagi-bagi Jatah Menteri” Ahad, 5 Mei 2024. Prabowo berencana untuk menambah kementerian saat ini dari 34 menjadi 40 kementerian.
Penambahan ini ditengarai untuk mengakomodir politik daging sapi dengan membagikan jatah menteri ke semua partai politik.
Ketua Harian Partai Gerindra Sufmi Dasco Ahmad tak menampik adanya rencana tersebut. "Kami sedang mengkaji dan mensimulasikan apakah jumlah kementerian tetap atau bertambah sesuai dengan kebutuhan," ujar Dasco.
EKA YUDHA SAPUTRA | DEFARA DHANYA PARAMITHA | SEPTIA RYANTHIE | MAJALAH TEMPO
Pilihan Editor: Peneliti ICW Bilang Rencana Tambah Kementerian Kabinet Prabowo Demi Bagi-bagi Jabatan