Tito Karnavian Soal Dewan Kawasan Aglomerasi, Dibentuk untuk Atasi Macet hingga Banjir
Reporter
Tempo.co
Editor
Sapto Yunus
Jumat, 15 Maret 2024 18:54 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian mengatakan Dewan Kawasan Aglomerasi dibentuk untuk mempermudah pemerintah mengatasi beragam masalah perkotaan seperti kemacetan hingga banjir.
"Banyak masalah bersama seperti masalah banjir, masalah transportasi, masalah sampah, polusi, dan segala macam, sehingga memerlukan adanya koordinasi, sinkronisasi, harmonisasi untuk perencanaan pembangunannya," kata Tito di kantor Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan, Jakarta Pusat, Jumat, 15 Maret 2024, seperti dikutip Antara.
Tito menyebutkan Jakarta sudah tidak memiliki batas alam wilayah dengan kawasan penyangga lainnya. Hal tersebut membuat beberapa permasalahan di Jakarta saling berkesinambungan dengan kondisi di wilayah sekitar seperti banjir, penumpukan sampah, hingga kemacetan.
Karena itu, dia menilai butuh kerja sama dan kolaborasi antarpemerintah kabupaten/kota untuk menyelesaikan permasalahan itu dari hulu hingga hilir. Dia mencontohkan kondisi yang sama dengan di Papua yang menggunakan kebijakan otonomi khusus dari pemerintah pusat untuk pemerataan pembangunan.
"Kita mengambil template di Papua, di Papua juga sama, perlu ada harmonisasi antarkabupaten kota dan provinsi dengan pemerintah pusat untuk mempercepat pembangunan Papua," kata dia.
Namun berbeda dengan Papua, Tito memastikan ketua Dewan Kawasan Aglomerasi Jakarta akan dipilih langsung oleh presiden melalui keputusan presiden. "Seperti apa nanti komposisinya, semua diserahkan pada presiden," kata mantan Kapolri itu.
Dewan Kawasan Aglomerasi Ditunjuk Presiden
Sebelumnya dalam rapat panitia kerja pembahasan Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) RUU DKJ di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta, pada Kamis, 14 Maret 2024, Badan Legislasi (Baleg) DPR RI bersama pemerintah menyetujui rumusan baru dalam draf RUU DKJ, yaitu agar ketua dan anggota Dewan Kawasan Aglomerasi ditunjuk oleh presiden.
“Jadi kita setuju yang rumusan baru, ya?” tanya Ketua Baleg DPR RI Supratman Andi Agtas seraya mengetuk palu.
Rumusan baru tersebut untuk menganulir rumusan lama, seperti yang tertuang dalam DIM 523 ayat (3) draf RUU DKJ yang menyebutkan Dewan Kawasan Aglomerasi dipimpin oleh wakil presiden.
<!--more-->
Supratman menyebutkan ketentuan lebih lanjut mengenai Dewan Kawasan Aglomerasi serta tata cara penunjukan ketua dan anggota diatur dengan peraturan presiden. “Jadi artinya dia mau kasih ke wapresnya, mau kasih ke siapa, problem ketatanegaraan kita menjadi selesai,” ujarnya.
Anggota Baleg DPR Mardani Ali Sera menyetujui rumusan baru tersebut. Menurut dia, Dewan Kawasan Aglomerasi berbeda dengan Badan Pengarah Percepatan Otonomi Khusus Papua (BP3OKP) yang dapat dipimpin oleh wakil presiden.
“Saya setuju dengan draf yang dibuat pimpinan karena memang kita sistemnya presidensial. Bahwa nanti presiden tetap menunjuk wakil presiden, tidak ada masalah karena bedanya kalau Papua tidak sensitif pimpinan, kalau Jabodetabek wow, bukan cuma sensitif, itu super,” kata Mardani.
Pada Rabu, 13 Maret, Mendagi menjelaskan alasan pemerintah mengusulkan wakil presiden memimpin Dewan Kawasan Aglomerasi dalam draf RUU DKJ, karena akan menangani permasalahan kompleks yang sifatnya lintas menteri koordinator (menko).
Pasal 51 draf RUU DKJ menyebutkan pembangunan DKJ akan disinkronkan dengan kawasan aglomerasi. Kawasan tersebut meliputi Jakarta, Kabupaten Bogor, Kabupaten Tangerang, Kabupaten Bekasi, Kabupaten Cianjur, Kota Bogor, Kota Depok, Kota Tangerang, Kota Tangerang Selatan, dan Kota Bekasi.
DANIEL A. FAJRI | ADINDA JASMINE PRASETYO | ANTARA
Pilihan editor: Tiga Sekjen Koalisi Anies-Muhaimin Bahas Hak Angket, Ini Kekuatan Mereka di DPR