Kasus Kekerasan Seksual di Kampus, Berikut Penanganan dan Sanksinya

Reporter

Yuni Rohmawati

Senin, 26 Februari 2024 15:52 WIB

Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) Nizam.

TEMPO.CO, Jakarta - Kasus kekerasan seksual di ranah kampus kerap terjadi. Seperti yang menyeret Rektor Universitas Pancasila (UP) beberapa bulan lalu. Pelaksana tugas Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi (Ditjen Dikti Kemendikbudristek) Nizam mengatakan, kasus dugaan kekerasan seksual terhadap pegawai UP itu terus bergulir di Inspektorat.

Secara administrasi, kasus kekerasan seksual diatur dalam ketentuan Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi atau Permendikbudristek Nomor 30 Tahun 2021 Tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (PPKS) di lingkungan perguruan tinggi. Berikut penanganan, pendampingan dan sanksi yang diberikan kepada pelaku.

Dalam Permendikbud di BAB III tentang Penanganan Kekerasan Seksual, terdapat empat bagian yang harus diketahui sobat Tempo. Bagian Kesatu dalam Pasal 10, Perguruan Tinggi wajib melakukan Penanganan Kekerasan Seksual melalui:

a. pendampingan;

b. pelindungan;

Advertising
Advertising

c. pengenaan sanksi administratif; dan

d. pemulihan Korban.

Pada bagian kedua terdapat Pendampingan yang diatur dalam Pasal 11. Ada tiga point yang harus diketahui.

(1) Pendampingan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 huruf a diberikan kepada Korban atau saksi yang berstatus sebagai Mahasiswa, Pendidik, Tenaga Kependidikan, dan Warga Kampus.

(2) Pendampingan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa:

a. konseling;

b. layanan kesehatan;

c. bantuan hukum;

d. advokasi; dan/atau

e. bimbingan sosial dan rohani.

(3) Dalam hal, Korban atau saksi merupakan penyandang disabilitas, pendampingan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan dengan memperhatikan kebutuhan penyandang disabilitas.

(4) Pendampingan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan berdasarkan persetujuan Korban atau saksi.

(5) Dalam hal Korban tidak memungkinkan untuk memberikan persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (4), maka persetujuan dapat diberikan oleh orang tua atau wali Korban atau pendamping.

Lalu, ada bagian ketiga tentang Pelindungan yang diatur dalam Pasal 12. Perlindungan ini wajib diberikan atau diterima oleh korban atau saksi.

(1) Pelindungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 huruf b diberikan kepada Korban atau saksi yang berstatus sebagai Mahasiswa, Pendidik, Tenaga Kependidikan, dan Warga Kampus.

(2) Pelindungan kepada Korban atau saksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa:

a. jaminan keberlanjutan untuk menyelesaikan pendidikan bagi Mahasiswa;

b. jaminan keberlanjutan pekerjaan sebagai Pendidik dan/atau Tenaga Kependidikan pada Perguruan Tinggi yang bersangkutan;

c. jaminan pelindungan dari ancaman fisik dan nonfisik dari pelaku atau pihak lain atau keberulangan Kekerasan Seksual dalam bentuk memfasilitasi pelaporan terjadinya ancaman fisik dan nonfisik kepada aparat penegak hukum;

d. pelindungan atas kerahasiaan identitas;

e. penyediaan informasi mengenai hak dan fasilitas pelindungan;

f. penyediaan akses terhadap informasi

penyelenggaraan pelindungan;

g. pelindungan dari sikap dan perilaku aparat penegak hukum yang merendahkan dan/atau menguatkan stigma terhadap Korban;

h. pelindungan Korban dan/atau pelapor dari tuntutan pidana;

i. gugatan perdata atas peristiwa Kekerasan Seksual yang dilaporkan;

j. penyediaan rumah aman; dan/atau

k. pelindungan atas keamanan dan bebas dari ancaman yang berkenaan dengan kesaksian yang diberikan.

Terakhir bagian keempat tentang Pengenaan Sanksi Administratif yang diatur dalam Pasal 13. Sobat Tempo bisa merujuk saksi administratif untuk pelaku kekerasan seksual yang juga diatur dalam Pasal 14, 15, 16, 17, 18 dan Pasal 19.

(1) Pengenaan sanksi administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 huruf c dilakukan dalam hal pelaku terbukti melakukan Kekerasan Seksual.

(2) Pengenaan sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Keputusan Pemimpin Perguruan Tinggi berdasarkan rekomendasi Satuan Tugas.

Pasal 14

(1) Pengenaan sanksi administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 terdiri atas:

a. sanksi administratif ringan;

b. sanksi administratif sedang; atau

c. sanksi administratif berat.

(2) Sanksi administratif ringan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a berupa:

a. teguran tertulis; atau

b. pernyataan permohonan maaf secara tertulis yang dipublikasikan di internal kampus atau media massa.

3) Sanksi administratif sedang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b berupa:

a. pemberhentian sementara dari jabatan tanpa memperoleh hak jabatan; atau

b. pengurangan hak sebagai Mahasiswa meliputi:

1. penundaan mengikuti perkuliahan (skors);

2. pencabutan beasiswa; atau

3. pengurangan hak lain.

(4) Sanksi administratif berat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c berupa:

a. pemberhentian tetap sebagai Mahasiswa; atau

b. pemberhentian tetap dari jabatan sebagai Pendidik Tenaga Kependidikan, atau Warga Kampus sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, dari Perguruan Tinggi yang bersangkutan.

(5) Setelah menyelesaikan sanksi administratif ringan dan sedang sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3), pelaku wajib mengikuti program konseling pada lembaga yang ditunjuk oleh Satuan Tugas.

(6) Pembiayaan program konseling sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dibebankan pada pelaku.

(7) Laporan hasil program konseling sebagai dasar Pemimpin Perguruan Tinggi untuk menerbitkan surat keterangan bahwa pelaku telah melaksanakan sanksi yang dikenakan.

Pasal 15

Penjatuhan sanksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 dilakukan secara proporsional dan berkeadilan sesuai rekomendasi Satuan Tugas.

Pasal 16

(1) Pemimpin Perguruan Tinggi dapat menjatuhkan sanksi administratif lebih berat dari sanksi administratif yang direkomendasikan oleh Satuan Tugas.

(2) Pengenaan sanksi administratif lebih berat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dengan mempertimbangkan:

a. Korban merupakan penyandang disabilitas;

b. dampak Kekerasan Seksual yang dialami Korban; dan/atau

c. Terlapor atau pelaku merupakan anggota Satuan Tugas, kepala/ketua program studi, atau ketua jurusan.

Pasal 17

(1) Dalam hal Pemimpin Perguruan Tinggi tidak berwenang mengenakan sanksi administratif, Pemimpin Perguruan Tinggi meneruskan rekomendasi sanksi administratif kepada Menteri melalui direktur jenderal yang membidangi urusan pendidikan tinggi sesuai dengan kewenangan.

(2) Dalam hal Terlapor merupakan Pemimpin Perguruan Tinggi dan telah terbukti melakukan Kekerasan Seksual, Satuan Tugas meneruskan rekomendasi sanksi kepada Menteri melalui direktur jenderal yang membidangi urusan pendidikan tinggi sesuai dengan kewenangan.

Pasal 18

Pengenaan sanksi administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 tidak menyampingkan pengenaan sanksi administratif lain dan sanksi pidana sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 19

Perguruan Tinggi yang tidak melakukan Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual dikenai sanksi administratif berupa:

a. penghentian bantuan keuangan atau bantuan sarana dan prasarana untuk Perguruan Tinggi; dan/atau

b. penurunan tingkat akreditasi untuk Perguruan Tinggi.

Permendikbud di atas bisa menjadi rujukan hingga pemahaman Sobat Tempo dalam melihat Kasus Kekerasan di ranah kampus. Apa saja yang bisa dilakukan korban dan saksi, hingga sanksi yang akan didapatkan oleh pelaku. Semoga bermanfaat!

Berita terkait

Persiapan Seleksi PPPK Guru 2024, Kemendikbud: Pengajuan dari Daerah Belum Penuhi Kuota

3 jam lalu

Persiapan Seleksi PPPK Guru 2024, Kemendikbud: Pengajuan dari Daerah Belum Penuhi Kuota

Kuota PPPK guru tahun ini seharusnya membutuhkan sebanyak 419 ribu guru.

Baca Selengkapnya

Kabar soal Guru Honorer Sekolah Negeri Dipecat, Kemendikbud Klaim Cuma Penataan

11 jam lalu

Kabar soal Guru Honorer Sekolah Negeri Dipecat, Kemendikbud Klaim Cuma Penataan

Kemendikbud menyatakan para guru honorer di Jawa Barat, bukan dipecat melainkan dilakukan penataan.

Baca Selengkapnya

Ramai Bully Guru usai Kecelakaan SMK Lingga Kencana, Kemendikbud Sebut Study Tour Tetap Perlu

11 jam lalu

Ramai Bully Guru usai Kecelakaan SMK Lingga Kencana, Kemendikbud Sebut Study Tour Tetap Perlu

Kemendikbud menyatakan perlu adanya standar operasional prosedur (SOP) yang jelas untuk setiap kegiatan study tour di sekolah.

Baca Selengkapnya

Kisah Guru di Natuna Ikut Program Guru Penggerak, Tak Mau Kalah dengan Guru di kota

15 jam lalu

Kisah Guru di Natuna Ikut Program Guru Penggerak, Tak Mau Kalah dengan Guru di kota

Cerita guru di Natuna mengikuti program Guru Penggerak.

Baca Selengkapnya

Nimas Sabella 10 Tahun Diteror Teman SMP yang Terobsesi, Komnas Perempuan: Termasuk KGBO

1 hari lalu

Nimas Sabella 10 Tahun Diteror Teman SMP yang Terobsesi, Komnas Perempuan: Termasuk KGBO

Nimas Sabella, wanita asal Surabaya, selama 10 tahun diteror pria yang terobsesi dengannya. Kisahnya viral di media sosial

Baca Selengkapnya

Sejarah Hari Buku Nasional yang Diperingati Tiap Tanggal 17 Mei

2 hari lalu

Sejarah Hari Buku Nasional yang Diperingati Tiap Tanggal 17 Mei

Perayaan Hari Buku Nasional bertepatan juga dengan berdirinya Perpustakaan Nasional RI yaitu pada 17 Mei 1980.

Baca Selengkapnya

Begini Cara Kemendikbud Atasi Persoalan Guru yang Belum Tersertifikasi

2 hari lalu

Begini Cara Kemendikbud Atasi Persoalan Guru yang Belum Tersertifikasi

Kemendikbudristek upayakan transformasi Pendidikan Profesi Guru (PPG) Dalam Jabatan dengan berfokus pada perolehan sertifikat pendidik.

Baca Selengkapnya

Mahasiswa Mengadu soal Kenaikan UKT, Komisi X DPR Bakal Panggil Kemendikbud

3 hari lalu

Mahasiswa Mengadu soal Kenaikan UKT, Komisi X DPR Bakal Panggil Kemendikbud

Wakil Ketua Komisi X DPR RI, Dede Yusuf mengatakan akan memanggil Kemendikbudristek secepatnya untuk membahas polemik UKT.

Baca Selengkapnya

Polemik UKT Mahal, DPR Desak Kemendikbud Evaluasi Kebijakan

3 hari lalu

Polemik UKT Mahal, DPR Desak Kemendikbud Evaluasi Kebijakan

Wakil Ketua Komisi X DPR RI Abdul Fikri Faqih mengatakan Kemendikbudristek harus mengevaluasi sekaligus memperbaiki tata kelola kebijakan pembiayaan UKT.

Baca Selengkapnya

Ingin Profesi Guru Diminati, Kemendikbud Percepat Transformasi PPG

3 hari lalu

Ingin Profesi Guru Diminati, Kemendikbud Percepat Transformasi PPG

Transformasi ini diwujudkan dalam kebijakan putra daerah yang diprioritaskan menjadi calon guru.

Baca Selengkapnya