94 Petugas Ad Hoc KPU Meninggal, Kontras dan ICW Bilang karena Dampak Kerja yang Tak Manusiawi
Reporter
Ikhsan Reliubun
Editor
Amirullah
Jumat, 23 Februari 2024 16:00 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) Dimas Bagus Arya, menyatakan sebanyak 94 orang petugas ad hoc Komisi Pemilihan Umum (KPU) meninggal dalam masa pemilihan umum atau Pemilu 2024.
"Banyaknya petugas Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) yang meninggal dunia saat dan pasca Pemilu 2024 menandakan bahwa KPU RI gagal lakukan evaluasi secara serius," kata Dimas dalam keterangan tertulis, Jumat, 23 Februari 2024.
Dia menjelaskan, pada Pemilu 2019, terdapat 894 petugas KPPS wafat secara misterius. Sebanyak 5.175 orang tercatat sakit. Pada Pemilu 2024, angka kematian petugas Pemilu 2024 telah mencapai 94 orang. Sementara lebih dari 13.000 lainnya tercatat sakit. Dia mengatakan jumlah itu tentu bukan angka final. "Sebab masih memiliki posibilitas untuk terus bertambah. Mengingat ribuan orang masih dalam perawatan," kata dia.
Jumlah petugas yang meregang nyawa dan sakit merupakan data yang dihimpun KontraS dan Indonesian Corruption Watch (ICW) per 21 Februari 2024, sepekan setelah pemilu. Dua organisasi sipil itu menilai, tingginya angka korban itu membuktikan KPU tak serius melakukan evaluasi dan perbaikan dari pemilu sebelumnya.
Menurut Dimas, walau KPU sudah membentuk langkah antisipatif melibatkan dinas kesehatan, skrining riwayat kesehatan, dan mengatur batasan umur. Faktanya, kata dia, upaya tersebut belum sepenuhnya efektif. Penjelasan KPU soal kelelahan yang menjadi alasan utama meninggalnya petugas ad hoc tahun ini, persis yang terjadi pada 2019.
Beban kerja sangat berat mulai dari pembuatan tempat pemungutan suara (TPS) hingga rekapitulasi suara menyebabkan para petugas yang terlibat mengalami kelelahan luar biasa. "Belum lagi pemilu tahun 2024 diselenggarakan secara serentak dengan lima kotak suara," tutur dia.
Dia menjelaskan, secara umum, petugas KPPS rata-rata bekerja selama 24-36 jam nonstop. Honor yang diterima hanya Rp 1.100.000. Walau sejumlah pihak angka tersebut sudah cukup besar. "Hal ini jelas tidak manusiawi," ujar Dimas.
Dalam standar Hak Asasi Manusia, fenomena ini sudah dapat dikategorikan sebagai pelanggaran terhadap Pasal 38 Undang-Undang 39 Tahun 1999, yang menyatakan “setiap orang berhak atas pekerjaan yang layak.” Selain itu, dia menilai bahwa regulasi teknis yang tidak akomodatif juga menjadi penyebab dari kelelahannya para petugas.
Dia mengatakan, berdasarkan temuan KontraS dan ICW, sejumlah petugas KPPS yang meninggal usianya beragam. Berdasarkan data yang berhasil diidentifikasi, terdapat delapan petugas yang meliputi pengawas, Linmas, dan KPPS dengan umur antara 50-60 tahun.
"Adapun penyebab utama dari meninggalnya petugas tersebut yakni didominasi oleh kelelahan dan sebagian kecil lainnya karena penyakit," ucap Dimas.
Anggota KPU Idham Holik menyatakan meminta maaf karena banyak petugas di bawah lembaganya meninggal dunia saat menyelenggarakan pemilihan umum. "Kami KPU mengucapkan rasa duka yang sangat mendalam, baik petugas KPPS, Linmas, anggota PPS, baik yang telah mendahului kami," kata dia.
KPU, kata dia, menyampaikan rasa empati kepada keluarga petugas ad hoc yang telah berpulang dalam menjalankan tugas kepemiluan. Dia juga menyampaikan semoga para petugas yang masih dalam perawatan sakit agar bisa pulih dari sakitnya.
Pilihan Editor: KontraS Soroti Petugas KPPS Meninggal, Nilai Langkah Antisipasi KPU Gagal