Mereka yang Tak Percaya Suara Kritis Sivitas Akademika Gerakan Moral, Selain Bahlil Siapa Lagi?
Reporter
Hendrik Khoirul Muhid
Editor
S. Dian Andryanto
Rabu, 7 Februari 2024 09:55 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Sejak pekan lalu sejumlah guru besar dan sivitas akademika kampus di Tanah Air menyatakan keprihatinan terhadap dinamika perpolitikan nasional dan pelanggaran prinsip demokrasi menjelang pemilu 2024.
Menanggapi hal itu, beberapa pihak tak percaya suara kalangan akademisi tersebut sebagai gerakan moral alias sudah ditunggangi.
Lantas siapa saja pihak yang tak percaya suara kalangan akademisi tersebut sebagai gerakan moral?
1. Deklarasi tandingan Alumni dan Akademisi Perguruan Tinggi Negeri dan Swasta se-Indonesia
Setelah sejumlah kampus seperti Universitas Gadjah Mada (UGM), Universitas Islam Indonesia (UII), dan Universitas Indonesia (UI) mengkritik kondisi demokrasi pemerintahan Joko Widodo atau Jokowi, sekelompok akademisi turut membuat deklarasi ‘tandingan’ yang menyerukan kondisi Indonesia baik-baik saja.
Mereka mengatasnamakan diri sebagai Alumni dan Akademisi Perguruan Tinggi Negeri dan Swasta se-Indonesia. Dalam maklumatnya, mereka menyampaikan bahwa Indonesiasedang dalam kondisi yang baik-baik saja menjelang Pemilu 2024. Hal itu disampaikan pada Jumat, 2 Februari 2024.
“Dengan ini kami menyatakan Indonesia baik-baik saja dan sedang dalam proses demokrasi pemilihan umum yang sehat dan demokratis,” kata perwakilan Universitas Indonesia (UI) Kun Nurachadijat membacakan maklumat tersebut.
Ia mengatakan bahwa Indonesia merupakan negara hukum dan setiap warga negara harus tunduk terhadap Pancasila dan UUD 1945. Karenanya, kata dia, sivitas akademika harus mematuhi keputusan hukum di Indonesia. Mereka juga mengatakan institusi perguruan tinggi tak pantas bermanuver dalam politik praktis.
“Apa pun yang sudah menjadi keputusan hukum di Indonesia, seyogianya dipatuhi sebagai warga negara apalagi sebagai sivitas akademika kampus yang terbiasa dalam lingkup pendidikan ilmiah. Tidak sepantasnya menilai sesuatu dari sudut pandang politik praktis, apalagi melakukan manuver politik praktis juga,” kata Kun.
2. Ketua Umum Golkar Airlangga Hartarto
Ketua Umum DPP Partai Golkar Airlangga Hartarto juga menjadi pihak yang tak percaya aksi kritis sivitas akademika murni dari kalangan akademisi. Menteri Koordinator Bidang Perekonomian ini menilai petisi yang disampaikan kalangan akademisi dari sejumlah universitas kepada pemerintah hanya meminjam nama kampus belaka.
“Itu kan tokoh yang memakai (nama) kampus,” kata Airlangga saat ditemui usai menghadiri kegiatan Peningkatan Kapasitas Saksi dan Konsolidasi Pemenangan Pemilu 2024 DPD Partai Golkar Provinsi Sulawesi Barat di Kabupaten Mamuju, Sulawesi Barat pada Jumat, 2 Februari 2024.
3. Menteri Investasi Bahlil Lahadalia
Senada dengan Menko Perekonomian Airlangga, Menteri Investasi Bahlil Lahadalia juga mencurigai ada pihak yang “menunggangi” kalangan akademisi untuk membuat gelombang kritikan kepada Jokowi. Sosok yang mengaku sebagai mantan Ketua Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) ini mengatakan, selaku bekas aktivis kampus dirinya paham betul pola politik tersebut.
“Alah, ya sudahlah. Mana ada politik tidak ada yang ngatur-ngatur. Kita tahu lah. Ini penciuman saya sebagai mantan ketua BEM – ngerti betul barang ini,” kata Bahlil saat ditemui di Kompleks Istana Kepresidenan Jakarta pada Senin, 5 Februari 2024.
Meski demikian, dia mengaku menghargai pandangan-pandangan sivitas akademika terhadap kepemimpinan Jokowi sebagai bentuk kebebasan berpendapat.
HENDRIK KHOIRUL MUHID | DANIEL A. FAJRI | ANTARA
Pilihan Editor: Wawancara Prof Koentjoro: Lahirnya Petisi Bulaksumur UGM, Jokowi Mencla-mencle, Tak Rela Dibodohi, Apa Langkah Selanjutnya?