Ramai-ramai Bela Palti Hutabarat, Pegiat Medsos yang Ditangkap Polisi
Reporter
Adil Al Hasan
Editor
Andry Triyanto Tjitra
Sabtu, 20 Januari 2024 11:39 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Pegiat media sosial (medsos) Palti Hutabarat ditangkap polisi karena diduga mengunggah berita bohong atau hoax lewat media sosialnya yang mengarah ke pasangan calon tertentu di pemilihan presiden (Pilpres) 2024. Sejumlah pihak mempertanyakan penangkapan Palti tersebut.
Dilansir dari Tempo, pakar komunikasi politik Henri Subiakto menyebut, polisi keliru dalam memahami Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) yang dipakai sebagai dasar penangkapan Palti. Musababnya, kata Henri, pasal yang digunakan tidak memenuhi unsur.
"Penangkapan Palti Hutabarat memakai pasal tersebut jelas keliru. Saya harus mengoreksi kesalahan polisi ini," kata Henri melalui keterangan resminya, Sabtu, 20 Januari 2024.
Henri mengatakan, Palti disangkakan melakukan penyebaran berita bohong dan diduga melanggar Pasal 28 ayat (3) UU No 1 tahun 2024 tentang ITE. Sementara pasal itu, lanjut Henri, berbunyi orang yang dapat dipidana apabila menyebarkan berita bohong dan menimbulkan kerusuhan di masyarakat.
"Yang dimaksud kerusuhan adalah kondisi yang mengganggu ketertiban umum di ruang fisik. Bukan kondisi di ruang digital/siber. Penjelasan pasal 28 ayat 3," kata Henri.
Guru Besar Universitas Airlangga (Unair) itu mengatakan, artinya pasal larangan menyebarkan berita bohong itu baru bisa dipidana jika berakibat memunculkan kerusuhan di dunia fisik. Bukan keributan di dunia digital atau medsos.
"Pertanyaannya dimana kerusuhan yang timbul gara-gara repost Saudara Palti? Ini penting karena merupakan unsur pidana," kata Henri.
Mirisnya lagi, lanjut Henri, ini merupakan pasal baru yang mulai berlaku di UU ITE tahun 2024 yang baru saja ditanda-tangani Presiden Jokowi. Pada UU ITE sebelumnya, tidak ada pasal delik materil yang sanksi hukumannya 6 tahun ini.
"Pasal 28 ayat (3) merupakan pasal baru di UU ITE. Jadi, penangkapan Palti ini merupakan kasus pertama yang terjadi yang dijerat dengan pasal itu. Sayangnya penggunaan pertama kali pasal baru ini justru dilakukan secara salah," kata Henri.
Persoalan kedua, ujar Henri, percakapan yang terekam dari aparat di Kabupaten Batu Bara tersebut juga perlu diselidiki lagi, apakah benar berita bohong atau memang terjadi.
"Sudahkah polisi memiliki dua alat bukti permulaan terkait rekaman itu sebagai hoaks atau manipulasi fakta? Ini juga harus dijelaskan," katanya.
ISESS: Sikap arogansi dan kesewenangan polisi
Pengamat Kepolisian pada Institute for Security and Strategic Studies atau ISESS, Bambang Rukminto, menilai penangkapan terhadap Palti adalah sikap arogansi dan kesewenang-wenangan aparat kepolisian.
“Alih-alih melakukan penyelidikan terkait substansi masalah pelanggaran aturan pemilu tentang netralitas aparat. Polri malah melakukan penangkapan anggota masyarakat yang menyampaikan informasi terkait indikasi pelanggaran pemilu,” kata Bambang melalui keterangan tertulis di Jakarta, Jumat, 19 Januari 2024.
Menurut Bambang, dari surat penangkapan yang beredar, proses pelaporan, penyelidikan, dan penyidikan sampai penangkapan yang berlangsung hanya 3 hari dari laporan akan memunculkan persepsi negatif. Persepsi ini, menurut Bambang, akan semakin menggerus kepercayaan publik pada netralitas kepolisian dalam Pemilu 2024.
“Informasi yang ditersangkakan kepada Palti adalah bentuk pengawasan masyarakat pada perilaku penyelenggara negara, yang seharusnya justru dilindungi undang-undang, bukan malah dibungkam oleh undang-undang,” kata Bambang.
Pembungkaman upaya partisipasi masyarakat yang dengan UU ITE, kata Bambang, mencederai semangat demokrasi. Selain itu, hal ini menunjukkan aparat negara masih alergi terhadap peran masyarakat yang mengawasinya.
“Pertunjukan arogansi aparat dan potensi abuse of power di ruang-ruang tertutup yang jauh dari pantauan publik ini, adalah puncak gunung es dari problema yang terjadi dalam penegakan hukum,” lanjutnya.
Selanjutnya: TPN minta polisi tak menahan Palti
<!--more-->
TPN minta polisi tak menahan Palti
Tim Pemenangan Nasional (TPN) Ganjar-Mahfud mengatakan pihaknya telah memberikan bantuan hukum terhadap Palti. TPN Ganjar-Mahfud meminta aparat kepolisian untuk tidak menahan Palti.
“TPN meminta kepolisian tidak melakukan penahanan terhadap Palti Hutabarat. Kalau pun diproses secara hukum, seharusnya proses hukum bukan pidana, tapi proses perdata,” kata Deputi Hukum TPN Ganjar-Mahfud, Todung Mulya Lubis, di Menteng, Jakarta Pusat, pada Jumat, 19 Januari 2024.
Selain itu, Todung menyebut pihaknya menyayangkan proses penangkapan Palti dilakukan pada pukul 03.00 dini hari. Padahal, kata Todung, proses penangkapan bisa dilakukan di esok hari.
“Kami menyayangkan kenapa penangkapan tersebut di waktu pagi dini hari, jam 3, seolah tidak ada hari esok. penangkapan ini seyogyanya tidak tengah malam atau pagi buta seperti itu, ini kebiasaan yang tidak sehat. Saudara Aiman juga didatangi jam 12 malam waktu itu,” kata Todung.
Sementara itu, anggota Tim Hukum TPN Ganjar-Mahfud, Ifdal Kasim, menyebut saat ini ada enam lawyer di Bareskrim untuk mendampingi Palti dalam proses Berita Acara Pemeriksaan atau BAP.
“Proses interview terhadap Palti sedang berlangsung. Kami juga mengajukan kepada pihak penyidik untuk tidak menahan Saudara Palti dalam proses hukum ini,” kata Todung.
Palti ditangkap polisi
Penangkapan Palti Hutabarat ramai di media sosial. Penangkapan ini diduga karena unggahannya tentang percakapan pejabat yang diduga mengarahkan ke pasangan calon tertentu di Pilpres 2024.
Kepala Biro Penerangan Masyarakat (Karopenmas) Divisi Humas Polri, Brigjen Pol. Trunoyudo Wisnu Andiko membenarkan penangkapan pegiat medsos Palti Hutabarat karena diduga mengunggah berita bohong atau hoax lewat media sosialnya.
Trunoyudo mengatakan Palti ditangkap pada Jumat, 19 Januari 2024 pagi di Jalan Swadaya, Kelurahan Tanjung Barat, Kecamatan Jagakarsa, Jakarta Selatan oleh Direktorat Siber Bareskrim Polri.
"Kami sampaikan bahwa benar saudara PH telah ditangkap oleh Dittipidsiber Polri pada pagi sekitar pukul 03.44 WIB," kata Trunoyudo di Bareskrim Polri pada Jumat, 19 Januari 2024.
Dia mengatakan, penangkapan Palti Hutabarat didasari dengan dua laporan yang masuk ke Polisi Daerah Sumatera Utara atau Polda Sumut yang dilaporkan oleh Amru Riandi Siregar dan laporan yang masuk ke Bareskrim Mabes Polri oleh Muhammad Wildan.
Palti diduga melanggar UU Nomor 1 tahun 2024 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) dengan ancaman hukuman paling lama 12 tahun.
ADIL AL HASAN | YUNI ROHMAWATI | ADE RIDWAN YANDWIPUTRA
Pilihan Editor: Guru Besar Unair Nilai Penangkapan Palti Hutabarat Keliru