58 Tahun Aktivis HAM Munir, Berikut Rekam Jejak hingga Dibunuh dalam Penerbangan ke Belanda
Reporter
Mutiara Roudhatul Jannah
Editor
S. Dian Andryanto
Jumat, 8 Desember 2023 18:15 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Hari ini, 8 Desember 2023 menjadi peringatan hari kelahiran Munir Said Thalib yang ke-58 tahun. Munir dikenal sebagai salah satu aktivisi Hak Asasi Manusia di Indonesia yang getol membela rakyat dan kaum minoritas.
Sejak 2005, tanggal kematian Munir, diputuskan sebagai Hari Pembela HAM Indonesia oleh para aktivis HAM. Selain itu, dalam peringatan satu tahun kematian Munir, dirilis film dokumenter karya Ratrikala Bhre Aditya dengan judul Bunga Dibakar yang tayang di Goethe-Institute, Jakarta Pusat, pada 8 September 2005 silam. Simak kasus pembunuhan Munir dan biografinya berikut.
Kasus pembunuhan Munir
Pada 2004, Munir Said Thalib melakukan perjalanan ke Belanda untuk menempuh pendidikannya di Universitas Utrecht, Amsterdam. Pesawat yang ditumpangi oleh Munir sempat melakukan transit di Bandara Changi, Singapura. Namun, Munir Said Thalib justru tewas dibunuh pada 7 September 2004 dalam penerbangan tersebut, yakni Jakarta-Amsterdam, pesawat Garuda Indonesia GA-974.
Dua jam sebelum pesawat tiba di Bandara Schipol, Amsterdam, Munir dinyatakan telah meninggal. Sebelumnya, dirinya sempat merasa sakit perut usai meminum segelas jus jeruk. Kesakitan tersebut dirasakannya sekitar pukul 08.10 waktu setempat. Menurut kesaksian setempat, setelah pesawat lepas landas dari transitnya di Bandara Changi, Munir sempat beberapa kali pergi ke toilet dan terlihat seperti orang yang sedang mengalami kesakitan.
Saat itu, Munir sempat mendapat pertolongan dari penumpang lain yang berprofesi sebagai dokter. Pertolongan ini mengharuskan Munir dipindahkan tempat duduknya ke sebelah bangku dokter. Namun, tidak lama menjalani perawatan dari dokter, Munir dinyatakan telah meninggal. Munir meninggal ketika pesawat berada pada ketinggian 40.000 kaki di atas Rumania.
Dua bulan setelah kematian Munir, pihak kepolisian Belanda menyatakan bahwa Munir meninggal dunia karena diracuni oleh seseorang. Sebab, senyawa arsenik ditemukan di dalam tubuhnya usai autopsi dilakukan. Senyawa itu diketahui terdapat di dalam air seni, darah, dan jantung yang jumlahnya melebihi kadar normal. Hingga hari ini, 19 tahun kasusnya bergulir tanpa menemukan titik terang.
Dilansir dari laman Amnesty International Indonesia, pembentukan Tim Pencari Fakta Kasus Meninggalnya Munir pada tahun 2004 melalui Keppres 111/2004 oleh pemerintahan presiden Susilo Bambang Yudhoyono menjadi langkah penting dalam upaya pengungkapan kasus pembunuhan Munir. Namun, hasil penyelidikan TPF tersebut tidak pernah diumumkan secara resmi ke hadapan publik meskipun ketetapan dalam angka kesembilan Keppres 111/2004 telah memberikan mandat hal tersebut.
Komisi Informasi Publik (KIP) Pusat pada Oktober 2016 telah memutus bahwa Pemerintah Indonesia harus segera mengumumkan TPF Munir. Sehari berselang pasca putusan KIP, Joko Widodo sempat memerintahkan Jaksa Agung untuk mencari dokumen TPF tersebut. Terdapat sejumlah nama selain Pollycarpus yang pernah diadili dalam laporan tersebut.
Di sisi lain, Presiden Jokowi mengklaim bahwa dokumen TPF Munir tidak ada di kantor Kemensesneg. Dokumen TPF tersebut disimpan dan berada pada pemerintahan mantan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Menanggapi hal itu, mantan Presiden SBY mengkalim bahwa dokumen TPF Munir berada di kantor Kemensesneg.
Dikutip melalui laman KontraS, saat itu KontraS mendaftarkan gugatan ke Pengadilan Keterbukaan Informasi Publik (KIP) dengan nomor register 025/IV/KIP-PS-2016. Dalam gugatan tersebut Pengadilan KIP mengabulkan permohonan KontraS dan memerintahkan Kementerian Sekretariat Negara (Kemensesneg) untuk membuka dokumen TPF pembunuhan Munir Said Thalib.
Namun, putusan tersebut tidak membuat Kemensesneg membuka dokumen TPF tersebut, melainkan melakukan upaya hukum banding ke Pengadilan Tata Usaha Negara. Upaya hukum tersebut pun dimenangkan oleh Kemensesneg dan sekaligus tidak memiliki kewajiban hukum membuka dokumen TPF Munir.
Menanggapi hal tersebut, KontraS selanjutnya melakukan upaya hukum kasasi ke Mahkamah Agung, namun upaya hukum tersebut harus mentah karena pengadilan menolak permohonan KontraS pada tahun 2017.
Selanjutnya: Biografi Munir Said Thalib
<!--more-->
Munir Said Thalib lahir di Malang pada 8 Desember 1965. Selama menjadi mahasiswa, Munir telah menjadi aktivis hingga menjadi ketua senat mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Brawijaya Tahun 1988, menjadi Koordinator Wilayah IV. Selain itu, dirinya juga terlibat Asosiasi Mahasiswa Hukum Indonesia pada tahun 1989, masuk anggota Forum Studi Mahasiswa untuk Pengembangan Berpikir Universitas Brawijaya pada tahun 1988.
Pada 1998, Munir ikut dalam pendirian Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS), sebuah lembaga swadaya masyarakat yang bergerak di bidang hak asasi manusia, terutama penghilangan paksa dan pelanggaran hak asasi manusia lainnya. Munir menjabat sebagai Koordinator Badan Pekerja KontraS yang ikut menangani kasus penghilangan paksa dan penculikan para aktivis HAM (1997-1998) dan mahasiswa korban penembakan Tragedi Semanggi (1998).
Setelah KontraS, Munir menjabat sebagai seorang direktur Imparsial, yaitu sebuah lembaga swadaya masyarakat yang mengawasi penegakan dan penghormatan HAM di Indonesia. Berkat kegigihannya menegakkan HAM kaum tertindas, terutama pada kaum buruh, Munir dianugerahi banyak penghargaan.
Tahun 1998, majalah Ummat menobatkan Munir sebagai Man of the Year. Lalu, pada 2000, Munir dianugerahi Right Livelihood Award bersama-sama Tewolde Berhan Gebre Egziabher, Birsel Lemke, dan Wes Jackson. Selain itu, UNESCO juga pernah memberikan penghargaan terhadap Munir atas honourable mention pada Penghargaan Madanjeet Singh untuk Pemajuan Toleransi dan Nirkekerasan.
MUTIARA ROUDHATUL JANNAH | RACHEL FARAHDIBA REGAR
Pilihan Editor: Hari Ini Seharusnya Aktivis HAM Munir 58 Tahun, Kenangan Suciwati: Paling Senang Udang Oseng