Kilas Balik Kasus Kematian Munir karena Racun Arsenik dan Mirna Akibat Racun Sianida
Reporter
Hendrik Khoirul Muhid
Editor
S. Dian Andryanto
Selasa, 17 Oktober 2023 14:40 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Aktivis HAM Munir Said Thalib tewas di angkasa Eropa September 2004. Dia meninggal diracun dengan arsenik saat dalam perjalanan ke Belanda. Kasus pembunuhan dengan racun hadir lagi pada 2016. Korban adalah Wayan Mirna Salihin yang tewas setelah menenggak kopi sianida.
Pembunuhan Munir menyeret pilot pesawat Garuda Indonesia, Polycarpus Budihari Priyanto. Poly diganjar 20 tahun penjara. Setelah mendapatkan banyak remisi, pada 2018 dia bebas. Namun, pada 2020 dia meninggal karena Covid-19. Kasus ini masih meninggalkan pertanyaan besar. Pasalnya, dalang di balik pembunuhan itu belum terungkap.
Sama seperti kasus Munir yang masih abu-abu. Kasus kopi sianida yang melibatkan Jessica Wongso sebagai terdakwa tampaknya juga masih buram. Kendati pengadilan telah menyatakan Jessica sebagai pembunuh Mirna, namun belakangan publik meragukan keputusan itu. Apalagi setelah tayangnya film dokumenter Netflix, Ice Cold: Murder, Coffee and Jessica.
Kilas balik kasus Munir
Semasa hidupnya, Munir dikenal sebagai sosok yang sangat gigih memperjuangkan keadilan dan kebenaran era Orde Baru. Munir getol ikut menyuarakan keluhan kaum buruh, aktivis mahasiswa, pemuda, serta kelompok masyarakat lain yang tertindas. Tak jarang, sebagai pekerja di Lembaga Bantuan Hukum atau LBH, dia ikut turun dalam serangkaian aksi menyuarakan ketimpangan dan ketidakadilan.
Namun, tidak dinyana, gara-gara tindakan heroiknya itu, dia ditewaskan pada 7 September 2004, hampir dua dekade lalu. Dia sengaja dibunuh dengan racun arsenik saat perjalanan dari Jakarta menuju Belanda menggunakan pesawat dengan nomor penerbangan Garuda Indonesia GA-974. Munir ke Belanda untuk menempuh pendidikannya di Universitas Utrecht, Amsterdam.
Pesawat lepas landas dari Jakarta pada Senin, 6 September 2004, pukul 21.55 WIB dan sempat melakukan transit di Bandara Changi, Singapura. Menurut kesaksian setempat, setelah pesawat lepas landas dari transitnya di Bandara Changi, Munir sempat beberapa kali pergi ke toilet dan terlihat seperti orang yang sedang mengalami kesakitan. Kesakitan tersebut Munir rasakan sekitar pukul 08.10 waktu pesawat usai meminum segelas jus jeruk.
Dinukil dari Majalah Tempo, Munir sempat mendapat pertolongan dari seorang dokter yang juga penumpang pesawat. Pertolongan ini mengharuskan Munir dipindahkan tempat duduknya ke sebelah bangku di dokter. Namun, tak lama menjalani perawatan, Munir dinyatakan telah tiada. Munir meninggal ketika pesawat berada pada ketinggian 40.000 kaki di atas Rumania. Dua jam sebelum pesawat tiba di Bandara Schipol, Amsterdam.
Dua bulan setelah kematian, pihak kepolisian Belanda menyatakan Munir meninggal karena diracun. Klaim itu berdasarkan temuan mereka terkait adanya senyawa arsenik di dalam tubuh pendiri Imparsial dan aktivis Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) itu saat dilakukan autopsi. Senyawa itu diketahui terdapat dalam air seni, darah, dan jantung. Jumlahnya melebihi kadar normal.
Melansir Kontras.org, pembunuhan Munir dilakukan secara sistematis dan ditujukan langsung terhadap penduduk sipil. Kejahatan yang sangat terstruktur itu diyakini melibatkan berbagai pihak dari kalangan berkedudukan tinggi. Salah duanya dari pihak maskapai Garuda Indonesia, yaitu pilot Garuda, Pollycarpus dan mantan Direktur Utama Garuda Indonesia kala itu, Indra Setiawan.
Polly, menurut saksi mata, berbincang-bincang dengan Munir di Bandar Udara Changi, Singapura, saat pesawat yang mereka tumpangi transit. Di area transit Bandara Changi, Pollycarpus bersama Ongen Latuihamallo duduk bersama Munir di Coffee Bean. Seorang saksi melihat mereka makan sesuatu. Dari situlah, Polly kemudian terbukti terlibat dalam pembunuhan pegiat Hak Asasi Manusia ini.
Ia mendapat hukuman 20 tahun pada 25 Januari 2008. Putusan peninjauan kembali memvonis Pollycarpus 20 tahun penjara karena terbukti membunuh Munir. Polly bebas dari penjara pada Agustus 2018 setelah mendapatkan banyak remisi. Dua tahun menghirup udara segar, dia meninggal karena Covid-19. Kematian Polly menambah deretan gugurnya saksi kunci kasus Munir. Apalagi pada 2012 lalu, Ongen juga telah mendahului.
Selain Pollycarpus, Bijah Subiyakto, dan Ongen, Majalah Tempo edisi 8 Desember 2014 menulis bahwa pendeta yang kerap menemani Ongen saat diperiksa polisi juga meninggal. Pendeta yang hanya diketahui namanya sebagai Tengkudun itu diperkirakan mengetahui peran Ongen. Pada 2007, tatkala Ongen ditahan untuk dimintai keterangan, Tengkudun kerap menemani dia berdoa.
Padahal, Kepala Divisi Hukum Kontras, Andi Muhammad Rezaldy, menyatakan proses hukum kasus Munir baru menyentuh aktor lapangan, belum aktor intelektual. Padahal, kata dia, ada empat level aktor dalam kasus tersebut: pelaku di saat dan tempat kejadian, pembantu di tempat kejadian, penyuruh, serta perancang. “Seharusnya, dari fakta yang tersedia, bisa memudahkan penelusuran lebih lanjut,” ujar dia.
Selanjutnya: Kasus kopi sianida Jessica Wongso