TEMPO Interaktif, Yogyakarta: Jumlah pedagang di kawasan Malioboro akan ditekan supaya tidak bertambah. Pembatatasan tersebut untuk menciptakan kondisi pelataran jalan Malioboro supaya bisa terkendali dan rapi. Pemerintah Kota Yogyakarta membentuk Unit Pelaksana Teknis (UPT) Kawasan Malioboro untuk menangani hal tersebut mulai Juni mendatang.
“Kita melakukan “zero growth”, alias tidak ada penambahan lagi bagi pedagang baru, hal ini untuk memudahkan penataan kawasan Malioboro yang semakin terlihat semrawut,” kata Haryadi Suyuti, Wakil Walikota Yogyakarta, Jumat (22/5).
Menurut dia, beban kawasan Malioboro yang pesat mengakibatkan pelaku kawasan padat tersebut harus dibatasi.
Haryadi optimis, Malioboro yang selama ini terlihat semrawut, kumuh dan tidak tertata diharapkan dapat lebih terkendali. UPT yang menjembatani kepentingan tersebut ada enam instansi yaitu, Badan Lingkungan Hidup, Dinas Pariwisata dan Kebudayaan, Dinas Perhubungan, Dinas Ketertiban, Dinas Kimpraswil (Pemukiman dan Prasarana Wilayah) dan Disperindagkoptan (Dinas Perindustrian, Perdagangan, Koperasi dan Pertanian). Mereka wajib bersinergi guna memunculkan solusi terbaik bagi ikon pariwisata Yogyakarta tersebut.
“Instansi ini harus mampu bekerjasama yang koordinatornya di bawah Disperindagkoptan,” kata Haryadi.
Pemerintah kota Yogyakarta terus melakukan sosialisasi kepada 19 Paguyuban Kawasan Malioboro (PKM). PKM yang terdiri pedagang kaki lima , asongan, seniman, juru parkir, tukang becak hingga pengusaha tersebut juga harus memiliki kesadaran dan komitmen untuk mewujudkan keteraturan Malioboro.
Memang, sejauh ini penataan Malioboro, belum mengarah pembangunan fisik. Namun, aspek teknis dan sosial yang menjadi prioritas revitalisasi kawasan tersebut. “Untuk pembangunan fisik belum kita bicarakan, hanya saja rencana pembangunan sudah ada planningnya,” kata dia.
Menurut Sujarwo Putra, presidium PKM, pembatasan bisa dilakukan asal Pemerintah Kota Yogyakarta tidak melakukan aksi penggusuran yang dapat merugikan pelaku usaha. “Penataan kawasan Malioboro harus mementingkan kebutuhan para pedagang dan komunitas Malioboro, jangan sampai ada penggusuran,” kata Sujarwo.
Menurut dia, para pedagang di kawasan Malioboro sebanyak 3000 orang lebih, tukang parkir lebih dari 100 orang dan tukang becak yang sering mangkal di kawasan wisata tersebut sebanyak 600 tukang becak.
MUH SYAIFULLAH