Geruduk Polrestabes Medan, Mayor Dedi Hasibuan Dinilai Langgar Prosedur
Reporter
Eka Yudha Saputra
Editor
Febriyan
Kamis, 10 Agustus 2023 14:30 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Kepala Badan Pembinaan Hukum (Kababinkum) TNI Laksamana Muda (Laksda) Kresno Buntoro menilai tindakan pendampingan hukum yang dilakukan Mayor Dedi Hasibuan terhadap keponakannya di Polrestabes Medan melanggar prosedur. Dedi bersama sejumlah rekannya sempat menggeruduk Kantor Polrestabes Medan karena menahan keponakannya yang bernama Ahmad Rosyid Hasibuan.
Kresno mengatakan pihaknya sudah melakukan pemeriksaan dalam masalah ini. Hasilnya, Dedi dinilai meloncati tahapan prosedural atau ada kesalahan prosedural. Ia menuturkan apa yang dilakukan Dedi tidak tepat sehingga berujung viral.
“Kalau sampai viral pasti enggak tepat,” kata Kresno dalam konferensi pers di Mabes TNI, Cilangkap, Jakarta Timur, Kamis 10 Agustus 2023.
Kresno menjelaskan Dedi yang menjabat sebagai Kepala Seksi Undang-Undang di Satuan Hukum Kodam (Kumdam) I/Bukit Barisan.sebenarnya diperbolehkan menjadi penasihat hukum bagi keponakannya. Hal ini sesuai Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 1971, yakni pegawai negeri atau anggota militer yang melakukan pekerjaan sebagai pembela atau penasihat hukum di muka pengadilan.
“Itu menjadi dasar kita untuk mengikuti, mendampingi, di dalam sidang di pengadilan,” ujarnya.
Selain itu, ada pula Surat Ketua Mahkamah Agung yang intinya memberi izin kepada anggota TNI untuk menjadi pembela atau penasihat hukum. Berdasarkan aturan ini, Kresno mengatakan perwira hukum TNI dapat mendampingi tersangka, terdakwa, dan terpidana di semua level pemeriksaan.
Selain itu, keluarga anggota TNI juga berhak mendapat bantuan hukum. Kresno merujuk pada Pasal 105, Pasal 215, dan Pasal 216 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1997 Tentang Peradilan Militer. Kemudian pada Pasal 50 ayat 2 huruf f Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 Tentang Tentara Nasional Indonesia, menyebut prajurit memperoleh rawatan dan layanan kedinasan meliputi bantuan hukum. Kemudian Pasal 50 ayat 3 Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 juga menyebut keluarga prajurit memperoleh rawatan kedinasan meliputi rawatan kesehatan, pembinaan mental dan keagamaan, serta bantuan hukum.
“Sehingga prajurit dan keluarganya itu punya hak untuk mendapatkan bantuan hukum,” ujar Kresno.
Prosedur anggota TNI jadi pendamping hukum
Namun pemberian bantuan hukum oleh prajurit mesti melalui prosedur yang tepat. Ia menjelaskan prosedur dan tata cara itu diatur dalam Keputusan Panglima TNI Tahun 2017. Kemudian, petunjuk teknisnya diatur dalam Keputusan Panglima Tahun 2018.
“Pada intinya bahwa mengatur mengenai prosedur pemberian bantuan hukum,” ujar Kresno.
Prosedur pertama adalah harus ada permohonan dari prajurit atau keluarga prajurit. Kemudian permohonan ini diajukan kepada satuan kerja. Sebagai contoh, apabila ada anggota Pusat Penerangan TNI (Puspen TNI) yang ingin memperoleh bantuan hukum, maka ia mengajukan permohonan ke Kepala Puspen TNI. Kemudian Kapuspen akan membuat surat permohonan ke Kababinkum. Kababinkum akan meneliti perkara itu.
“Pertanyaannya kita punya kewenangan enggak apakah ini pidana? Apakah ini perdata? Apakah ini Tata Usaha Negara? Atau ini masuknya ke Pengadilan Agama?” ujarnya.
Pada tahap ini , menurut dia, Kababinkum akan meneliti atau tidak apakah permohonan ini akan diterima atau tidak. Apabila akan dibantu, maka Kepala Hukum Kodam atau Kababinkum akan membuat surat perintah kepada perwira di lingkungannya untuk memberikan bantuan.
“Ketika perwira ini sudah mendapatkan surat perintah untuk memberi bantuan kepada prajurit X atau ibu X atau bapak X begitu, maka kemudian yang mendapatkan surat perintah akan menghubungi pemohon awal tadi kemudian akan dibuat surat kuasa,” ujar Kresno.
Pemohon akan memberikan kuasa kepada tim yang ada di dalam surat perintah tersebut. Ketika sudah ada kuasa, maka penerima kuasa baru melakukan langkah-langkah hukum seperti pendampingan atau membantu memberi nasihat langkah-langkah tindakan hukum apa yang akan dilakukan.
“Kalau semua sudah selesai, maka Kababinkum akan buat laporan ke Kapuspen,” kata Kresno.
Selanjutnya, Izin terhadap Dedi dinilai keluar terlalu cepat dan tak ada urgensi
<!--more-->
Sementara itu, Komandan Pusat Polisi Militer TNI (Danpuspom TNI) Marsekal Muda Agung Handoko mengatakan pemberian izin bantuan hukum dari Kepala Hukum Kodam (Kakumdam) I Bukit Barisan Kolonel Muhammad Irham Djanatung kepada Mayor Dedi Hasibuan kepada keponakannya dinilai terlalu cepat dan tidak ada urgensi.
Agung menjelaskan Mayor Dedi Hasibuan mengajukan surat tertulis kepada Irham pada 31 Juli 2023 untuk memberikan fasilitas bantuan hukum kepada keponakannya, Ahmad Rosyid Hasibuan, yang ditahan polisi karena menjadi tersangka pemalsuan tanda tangan pembelian tanah.
Kepala Hukum Kodam (Kakumdam) I Bukit Barisan Kolonel Muhammad Irham Djannatung lantas mengeluarkan surat perintah pada 1 Agustus 2023, atau hanya sehari setelah permohonan, untuk memberikan bantuan kepada Ahmad Rosyid Hasibuan.
“Kami nilai ini waktunya terlalu cepat dan kami nilai juga tidak ada urgensinya dengan dinas,” kata Agung.
Dedi Hasibuan dinilai lakukan unjuk kekuatan
Agung juga menyimpulkan kedatangan Mayor Dedi Hasibuan bersama 31 personel Kodam I/Bukit Barisan ke Polrestabes Medan sebagai unjuk kekuatan untuk mempengaruhi proses hukum keponakannya.
“Kedatangan Mayor Dedi Hasibuan bersama rekan-rekannya di kantor Polrestabes Medan dengan berpakaian dinas loreng pada hari libur pada hari Sabtu, dapat diduga atau dikonotasikan merupakan upaya show of force kepada penyidik Polrestabes Medan,” kata Agung.
Unjuk kekuatan ini, kata Agung, merupakan upaya Mayor Dedi Hasibuan untuk mempengaruhi proses hukum terhadap keponakannya. Berdasarkan video yang viral, Agung mengatakan tidak ada personel TNI di Polrestabes Medan berkonsentrasi mendengarkan duduk persoalan. Alih-alih, mereka malah lalu lalang dan Dedi membentak Kasatreskrim Polrestabes Medan Kompol Teuku Fathir Mustafa
Meskipun demikian, Agung menyatakan pihaknya belum menentukan apakah tindakan Mayor Dedi Hasibuan itu termasuk ke dalam kategori menghalang-halangi penegakan hukum atau obstruction of justice.
“Terkait indikasi tindakan tersebut obstruction of justice, kami belum bisa mengarah ke sana,” ujarnya.