Kisruh Perjalanan UU Cipta Kerja yang Terus Didemo Buruh

Senin, 5 Juni 2023 16:22 WIB

Massa dari berbagai serikat buruh menunjukkan poster tuntutan saat melakukan aksi unjuk rasa di depan Gedung Kementerian Ketenagakerjaan, Jakarta, Selasa, 23 Mei 2023. Dalam unjuk rasa tersebut mereka menuntut Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah untuk mencabut Permenaker No 5 Tahun 2023 tentang penyesuaian waktu kerja dan pengupahan pada perusahaan industri padat karya tertentu berorientasi ekspor yang terdampak perubahan ekonomi global. TEMPO / Hilman Fathurrahman W

TEMPO.CO, Jakarta - Partai Buruh dan organisasi serikat buruh akan menggeruduk Kantor Mahkamah Konstitusi atau MK dan Istana Negara, Jakarta Pusat, hari ini Senin, 5 Juni 2023. Aksi tersebut merupakan rangkaian demonstrasi menuntut pencabutan Undang-undang atau UU Cipta Kerja. Sebelumnya, sejumlah aksi juga digelar bergelombang di sejumlah wilayah Indonesia.

Partai Buruh bersama organisasi serikat buruh akan mengadakan aksi 5 Juni 2023 di depan kantor Mahkamah Konstitusi (MK) dan Istana Negara. Aksi dilakukan bergelombang sampai 20 Juli,” ujar Presiden Partai Buruh Said Iqbal dalam konferensi pers pada Sabtu, 3 Juni 2023.

Rangkaian aksi buruh terkait problem UU Cipta Kerja ini bukan kali pertama. Beberapa pasal dalam beleid tersebut mendapat banyak penolakan. Bahkan ketika masih dalam bentuk rancangan. Lantas mengapa UU Cipta tidak dapat diterima oleh masyarakat?

Gagasan tentang UU Cipta Kerja pertama kali diungkap Presiden Joko Widodo atau Jokowi. Ide itu dia sampaikan saat pelantikan dirinya sebagai Presiden RI periode kedua, pada 20 Oktober 2019 lalu. Menurutnya, UU tersebut diperlukan guna mengatasi tumpang tindih peraturan di Tanah Air. Terutama terkait investasi dan lapangan kerja.

Jokowi kemudian memerintahkan jajarannya menyusun draf Rancangan Undang-Undang atau RUU Cipta Kerja. Empat bulan sejak diusulkan, pada medio Februari 2020 draf tersebut dinyatakan rampung. RUU tersebut kemudian disodorkan ke DPR dan mulai dibahas lembaga legislatif pada April 2020.

Advertising
Advertising

Rancangan UU itu ternyata menuai penolakan dari berbagai kalangan. Sejumlah 0asal dinilai bermasalah. Para buruh kemudian menggelar aksi protes di banyak tempat. Bakal UU itu dikhawatirkan merugikan hak-hak kaum pekerja. Mereka juga menilai beleid baru hanya menguntungkan pengusaha.

Selanjutnya: Rincian sejumlah pasal UU Cipta Kerja bermasalah

<!--more-->

Berikut sejumlah pasal yang dinilai bermasalah, seperti dalam kajian Aliansi Rakyat Bergerak, Rapat Rakyat: Mosi Parlemen Jalanan.

1. Pasal 33

Pasal ini mengubah Pasal 30 UU Nomor 19 Tahun 2013 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Petani yang melarang kegiatan impor kecuali dalam kondisi tertentu. Dalam Pasal 33 ini disebutkan kecukupan kebutuhan konsumsi dan atau cadangan pangan pemerintah berasal dari produksi dalam negeri dan melalui impor.

“Omnibus law mendorong liberalisasi impor secara terang-terangan,” tulis kajian tersebut.

2. Pasal 66

Pasal ini memuat perubahan definisi ketersediaan pangan pada Pasal 1 Ayat 7 UU Pangan Nomor 18 tahun 2012. Pada RUU Cipta Kerja, ketersediaan pangan adalah kondisi tersedianya pangan dari hasil produksi dalam negeri, cadangan pangan nasional, dan impor pangan.

Padahal sebelumnya ketentuan impor hanya diperbolehkan bila hasil produksi dan cadangan nasional tak bisa memenuhi kebutuhan. Pasal ini juga mengubah Pasal 14 UU Pangan untuk mendukung penuh posisi impor yang disetarakan dengan produksi dalam negeri.

3. Pasal 89

Pasal ini mengubah ketentuan Pasal 59, Pasal 88, Pasal 90, Pasal 93, dan Pasal 151 UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.

• Penghapusan Pasal 59 UU Ketenagakerjaan

Dengan dihapusnya Pasal 59 terkait pekerja kontrak untuk waktu tertentu atau PKWT, artinya tidak ada batasan kapan kontrak akan selesai. Membuat pelaku usaha terus-terusan memakai pegawai kontrak. “Ada kaitan dengan job insecurity atau ketidakpastian kerja,” tulis kajian itu.

• Perubahan Pasal 88

Lalu perubahan pada Pasal 88, menurut kajian, telah menghilangkan peran serikat pekerja dalam penentuan upah. Misalnya, klausul pasal 88B mengatur pemberian upah kepada pekerja berdasarkan aturan waktu dan atau satuan hasil. Hal ini dapat dimanfaatkan oleh pengusaha untuk memberikan upah yang minim.

Selanjutnya pada pasal 88D, penghitungan kenaikan upah minimum tidak lagi berlaku secara nasional. Tapi menggunakan standar UMP, yakni formula kenaikan ditentukan oleh pertumbuhan ekonomi daerah. Apabila suatu daerah mengalami pertumbuhan ekonomi negatif, maka tahun berikutnya upah minimum bisa turun.

“Sekali lagi berbahaya bagi daya beli masyarakat dan buruh pada umumnya,” tulis kajian tersebut.

• Penghapusan Pasal 90

Pasal 90 UU Ketenagakerjaan dihapus pada RUU Cipta Kerja. Padahal klausul ini mencantumkan sanksi bagi pengusaha yang melanggar ketentuan upah minimum. Lalu perubahan pada Pasal 151 UU Ketenagakerjaan juga akan menghilangkan peran serikat buruh dalam melakukan negosiasi pemutusan hubungan kerja atau PHK dengan pihak perusahaan.

• Perubahan Pasal 93

Pasal 93 terkait ketentuan cuti khusus atau izin juga diubah dalam Pasal 89 RUU tersebut. Di antara perubahan itu adalah menghapus cuti khusus atau izin tak masuk saat haid hari pertama bagi perempuan. RUU “sapu jagat” ini juga menghapus izin atau cuti khusus untuk keperluan menikah, menikahkan, mengkhitankan, membaptiskan anaknya, istri melahirkan/keguguran kandungan, hingga adanya anggota keluarga dalam satu rumah yang meninggal dunia.

Selanjutnya: Pasal soal praktek monopoli

<!--more-->

4. Pasal 117

Pasal ini mengubah beberapa ketentuan dalam UU Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha. Yaitu Pasal 47 dan 48 yang menghapus denda minimal praktik monopoli. Sehingga dinilai meringankan hukuman bagi pelaku usaha monopoli.

Merespons penolakan itu, Jokowi sempat mengumumkan penundaan pembahasan RUU Cipta Kerja khusus klaster ketenagakerjaan, pada April 2020. Tetapi lima bulan berselang, DPR dan Pemerintah kembali membahas RUU tersebut pada September 2020. Pembahasannya bahkan dikebut. Dalam tujuh bulan, April-Oktober, terhitung diselenggarakan rapat hingga 64 kali. RUU kemudian disahkan pada 5 Oktober 2020 menjadi UU Nomor 11 Tahun 2020.

UU Cipta Kerja kemudian ramai-ramai digugat ke MK oleh berbagai pihak. Uji materi beleid ini berlangsung panjang. Setahun kemudian, November 2021, MK baru mengeluarkan keputusan. MK menyatakan bahwa UU Nomor 11 Tahun 2020 itu inkonstitusional bersyarat. Tapi putusan MK itu diabaikan pemerintah dengan menerbitkan Perppu Nomor 2 Tahun 2022 untuk menggantikan UU Cipta Kerja tersebut

Pada Maret 2023 lalu, Ketua DPR RI Puan Maharani mengesahkan Perpu Cipta Kerja tersebut menjadi Undang-Undang. Pengesahan tersebut dilakukan melalui Sidang Paripurna ke-19 Masa Persidangan IV Tahun Sidang 2022-2023.

Pilihan Editor: Said Iqbal Ancam Bawa UU Cipta Kerja ke Mahkamah Internasional Bila Uji Materi Ditolak MK

Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini.

Berita terkait

Kadin Kisruh, Lewat Munaslub Anindya Bakrie Geser Arsjad Rasjid dari Ketua Umum Kadin

7 jam lalu

Kadin Kisruh, Lewat Munaslub Anindya Bakrie Geser Arsjad Rasjid dari Ketua Umum Kadin

Arsjad Rasjid dilengserkan dari posisinya sebagai Ketua Umum Kadin, Diganti Anindya bakrie lewat Munaslub Kadin. Ada kaitannya sebagai TPN Ganjar?

Baca Selengkapnya

Calon Tunggal Pilkada di Dharmasraya Kerabat Presiden Jokowi

8 jam lalu

Calon Tunggal Pilkada di Dharmasraya Kerabat Presiden Jokowi

KPU tetap menolak pesaing calon tunggal di Dharmasraya. Beberapa daerah lain sempat kesulitan mendapat tiket untuk mendaftar pilkada

Baca Selengkapnya

KontraS dan Ikapri Soroti 40 Tahun Peristiwa Pelanggaran Berat HAM Tanjung Priok 1984

8 jam lalu

KontraS dan Ikapri Soroti 40 Tahun Peristiwa Pelanggaran Berat HAM Tanjung Priok 1984

KontraS dan Ikapri minta Presiden Joko Widodo untuk membangun memorialisasi peristiwa Tanjung Priok 1984 di ruang publik.

Baca Selengkapnya

Publik Menyoroti Beda Cara KPK Tangani untuk Dugaan Gratifikasi Kaesang dan Anak Rafael Alun

8 jam lalu

Publik Menyoroti Beda Cara KPK Tangani untuk Dugaan Gratifikasi Kaesang dan Anak Rafael Alun

KPK mendapat sorotan publik lantaran dinilai beda penanganan dalam kasus dugaan gratifikasi Kaesang dan anak Rafael Alun.

Baca Selengkapnya

Arsjad Rasjid Didongkel dari Ketua Umum Kadin, Ini Kilas Balik Penetapannya sebagai Ketua TPN Ganjar-Mahfud

9 jam lalu

Arsjad Rasjid Didongkel dari Ketua Umum Kadin, Ini Kilas Balik Penetapannya sebagai Ketua TPN Ganjar-Mahfud

Arsjad Rasjid dilengserkan sebagai Ketua Umum Kadin. Berikut Penetapannya sebagai Ketua Pemenangan Ganjar-Mahfud Md di Pilpres 2024.

Baca Selengkapnya

Jokowi Buka Ekspor Pasir Laut, Susi Pudjiastuti Menangis di X

12 jam lalu

Jokowi Buka Ekspor Pasir Laut, Susi Pudjiastuti Menangis di X

Pemerintahan Jokowi membuka kembali ekspor pasir laut setelah 20 tahun ditutup. Mantan Menteri KKP Susi Pudjiastuti menangis di media sosial X.

Baca Selengkapnya

Dualisme Kadin Indonesia: Arsjad Rasjid dan Anindya Bakrie Saling Klaim Paling Sah

13 jam lalu

Dualisme Kadin Indonesia: Arsjad Rasjid dan Anindya Bakrie Saling Klaim Paling Sah

Kadin Indonesia memanas. Pasalnya, penyelenggaraan Munaslub yang menunjuk Anindya Bakrie sebagai Ketua Umum Kadin memicu terjadinya dualisme.

Baca Selengkapnya

Rektor Paramadina Kritik Kebijakan Ekonomi Jokowi: Pembangunan Infrastruktur Ngawur

16 jam lalu

Rektor Paramadina Kritik Kebijakan Ekonomi Jokowi: Pembangunan Infrastruktur Ngawur

Rektor Universitas Paramadina, Didik J. Rachbini kritik kebijakan ekonomi Presiden Jokowi. Pembangunan infrastruktur dinilai ngawur.

Baca Selengkapnya

Indonesia Terjerat Utang Luar Negeri, Rektor Paramadina: Akibat Kebijakan Jokowi, sudah Diperingatkan Faisal Basri

16 jam lalu

Indonesia Terjerat Utang Luar Negeri, Rektor Paramadina: Akibat Kebijakan Jokowi, sudah Diperingatkan Faisal Basri

Rektor Universitas Paramadina menyampaikan masalah utang luar negeri akibat kebijakan Presiden Jokowi.

Baca Selengkapnya

Upaya Berantas Judi Online Senilai Rp 600 Triliun pada Triwulan I 2024, Bentuk Satgas hingga Muncul Inisial T

17 jam lalu

Upaya Berantas Judi Online Senilai Rp 600 Triliun pada Triwulan I 2024, Bentuk Satgas hingga Muncul Inisial T

Maraknya judi online membuat Jokowi akhirnya membentuk Satgas Judi Online di bawah pimpinan Menko Polhukam Hadi Tjahjanto. Apa hasilnya?

Baca Selengkapnya