Sejarah Sidang Isbat Penentu Ramadan dan Idul Fitri

Minggu, 30 April 2023 17:45 WIB

Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas (tengah), Wakil Menteri Agama Zainut Tauhid (kedua kanan), Ketua Komisi VIII DPR RI Ashabul Kahfi (kedua kiri), Ketua MUI Abdullah Jaidi (kiri), dan Dirjen Bimas Islam Kemenag Kamaruddin Amin (kanan) memberikan keterangan pers usai menggelar Sidang Isbat 1 Syawal 1444H di Gedung Kementerian Agama, Jakarta, Kamis, 20 April 2023. Pemerintah melalui Kementerian Agama menetapkan 1 Syawal 1444 H atau Hari Raya Idul Fitri jatuh pada Sabtu, 22 April 2023. TEMPO/M Taufan Rengganis

INFO NASIONAL – Pemerintah melalui Kementerian Agama selalu menggelar sidang isbat untuk menentukan awal Ramadan dan kepastian Idul Fitri. Mengapa hal ini dilakukan?

Di tahun dibentuknya Kementerian Agama pada 1946 diterbitkan regulasi tentang kewenangan menetapkan hari raya yang terkait dengan peribadatan sebagai Hari Libur. Regulasi ini tertuang dalam Penetapan Pemerintah tahun 1946 Nomor 2/Um.

Menurut konsiderans Penetapan Pemerintah tersebut, perlu diadakan aturan tentang hari raya setelah mendengar Badan Pekerja Komite Nasional Pusat, untuk seterusnya tiap-tiap tahun hari raya tersebut ditetapkan oleh Menteri Agama.

Penetapan Pemerintah Nomor 2/Um ditetapkan di Yogyakarta pada 18 Juni 1946 oleh Presiden Soekarno dan Menteri Agama H. Rasjidi serta diumumkan oleh Sekretaris Negara A.G. Pringgodigdo. Penetapan Pemerintah dalam konteks masa itu menyebut hari raya terdiri dari Hari Raya Umum, Hari Raya Islam, Hari Raya Kristen dan Hari Raya Tiong Hwa.

Sejak dekade 1950-an—sebagian sumber menyebut tahun 1962—pertama kali diadakan Sidang Isbat dalam rangka penetapan tanggal 1 Ramadan dan Idul Fitri. Sidang Isbat diisi dengan paparan ulama/ahli dan pendapat organisasi-organisasi Islam sebelum pengambilan putusan tentang awal Ramadan dan Idul Fitri yang diumumkan kepada masyarakat.

Advertising
Advertising

Adapun Sidang Isbat awal Ramadan diadakan setiap 29 Sya’ban. Pengumuman Menteri Agama tentang 1 Ramadan dan Idul Fitri adalah momen yang ditunggu-tunggu oleh masyarakat.

Dalam buku Agenda Kementerian Agama 1950 -1952 diterbitkan oleh Bagian Publikasi dan Redaksi Djawatan Penerangan Jalan Pertjetakan Negara - Jakarta, Bab Keputusan Kementerian Agama Tentang Hari-Hari Besar terdapat penjelasan, “Penetapan Hari Raya Islam, terutama permulaan Puasa Ramadan, selain dengan memperhitungkan peredaran bulan, juga berdasarkan rukyat maka oleh karena itu penetapan tanggal 1 Ramadan dan Idul Fitri pada pokoknya harus menunggu rukyatul hilal yang kelak akan diumumkan pada waktunya.”

Di masa Menteri Agama K.H. Saifuddin Zuhri, terbit Keputusan Menteri Agama Nomor 47 Tahun 1963 tentang Perincian Organisasi dan Tata Kerja Departemen Agama, sebagai penyempurnaan regulasi sebelumnya. Pada pasal 26, Keputusan Menteri Agama Nomor 47 Tahun 1963 diuraikan 47 tugas Departemen Agama, di antaranya ialah “menetapkan tanggal-tanggal hari raya yang ditetapkan sebagai hari libur.” Mekanisme penetapan awal Ramadan, Idul Fitri, dan Idul Adha kemudian dilembagakan menjadi Sidang Isbat di Kementerian Agama.

Salah satu langkah monumental Kementerian Agama tahun 1970-an ialah membentuk Badan Hisab dan Rukyat (BHR). Badan Hisab dan Rukyat dibentuk berdasarkan Keputusan Menteri Agama Nomor 76 Tahun 1972 dan pertama kali diketuai oleh Sa’adoeddin Djambek, seorang pakar ilmu falak terkemuka Muhammadiyah. Keanggotaan Badan Hisab dan Rukyat terdiri dari para ulama/ahli yang berkompeten dari berbagai unsur organisasi dan instansi terkait.

Menteri Agama periode 1971 – 1978 Prof. H.A. Mukti Ali sewaktu melantik anggota Badan Hisab dan Rukyat, Agustus 1972, menyampaikan tiga hal berkenaan dengan peran dan tugas Badan Hisab dan Rukyat, sebagai berikut:

Pertama, menentukan hari-hari besar Islam dan hari libur nasional yang berlaku seluruh Indonesia.

Kedua, menyatukan penentuan awal bulan Islam yang berkaitan dengan ibadah umat Islam, seperti 1 Ramadan, 1 Syawal (Idul Fitri), 10 Zulhijjah (Idul Adha).

Ketiga, menjaga persatuan umat Islam, mengatasi pertentangan dan perbedaan dalam pandangan ahli hisab dan rukyat dan meminimalisir adanya perbedaan dalam partisipasi untuk membangun bangsa dan negara.

Badan Hisab dan Rukyat yang berada di bawah Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam sejak dekade terakhir diubah menjadi Tim Hisab dan Rukyat, dan belakangan Tim Unifikasi Kalender Hijriyah. Ke depan, sejalan dengan peningkatan kinerja Kementerian Agama mungkin perlu dirumuskan kembali pelembagaan badan hisab dan rukyat.

Dalam konteks ini, negara tidak mencampuri substansi ibadah, tetapi negara menyediakan pelayanan dan pedoman bagi kelancaran pelaksanaan ibadah sepanjang dibutuhkan. Peran pemerintah melalui Kementerian Agama adalah memfasilitasi kepastian waktu pelaksanaan ibadah yang membutuhkan keterlibatan negara sejalan dengan amanat konstitusi UUD 1945 pasal 29.

Sejauh ini terdapat beberapa perubahan regulasi tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Agama, seperti PMA No 72 Tahun 2022, PMA No 42 Tahun 2016, dan PMA No 10 Tahun 2010, PMA No 3 Tahun 2006, atau KMA No 1 Tahun 2001. Kewenangan Menteri Agama untuk menetapkan tanggal-tanggal hari raya ataupun awal puasa melalui Sidang Isbat belakangan tidak dinormakan secara eksplisit.

Dalam hubungan ini Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama, pada pasal 52 A menegaskan bahwa pengadilan agama memberikan isbat kesaksian rukyat hilal dalam penentuan awal bulan pada tahun hijriyah.

Menurut Penjelasan pasal 52 A undang-undang tersebut, “Selama ini pengadilan agama diminta oleh Menteri Agama untuk memberikan penetapan (itsbat) terhadap kesaksian orang yang telah melihat atau menyaksikan hilal bulan pada setiap memasuki bulan Ramadan dan awal bulan Syawal tahun Hijriyah dalam rangka Menteri Agama mengeluarkan penetapan secara nasional untuk penetapan 1 (satu) Ramadan dan 1 (satu) Syawal. Pengadilan agama dapat memberikan keterangan atau nasihat mengenai perbedaan penentuan arah kiblat dan penentuan waktu shalat.”

Penentuan awal bulan Qamariah yang lazim dilakukan di negara kita menggunakan kriteria wujudul hilal dan imkanur rukyat, yakni ketinggian hilal yang diakui. Umat Islam di Indonesia memulai ibadah puasa Ramadan dan Idul Fitri mengikuti dua metode, yaitu hisab (hitungan astronomi atau peredaran bulan) atau metode rukyat (pemantauan bulan).

Kedua metode itu telah melembaga di masyarakat dan saling berdampingan. Penetapan tanggal 1 Ramadan, 1 Syawal dan 10 Zulhijjah sejatinya berada di ranah dialektika sains, bukan masalah akidah dan hukum ibadah.

“Masalah hisab rukyat di Indonesia sering menjadi persoalan nasional, khususnya di kalangan umat Islam dalam kaitan dengan masalah ibadah dan hari-hari besar Islam. Hisab rukyat tidak hanya berhubungan dengan masalah ibadah dan hari-hari besar saja, namun kajiannya lebih luas, seperti penyusunan almanak atau kalender, perkiraan akan terjadi gerhana dan sebagainya,” ujar Wahyu Widiana (2003), mantan Direktur Pembinaan Peradilan Agama Kementerian Agama dan Direktur Jenderal Badan Peradilan Agama Mahkamah Agung dalam sambutan buku Kalender Urfi karya K.H. Banadji Aqil.

Majelis Ulama Indonesia (MUI) melalui Keputusan Fatwa Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penetapan Awal Ramadan, Syawal dan Zulhijjah menetapkan:

Pertama, penetapan awal Ramadan, Syawal, dan Zulhijjah dilakukan berdasarkan metode rukyah dan hisab oleh Pemerintah RI c.q. Menteri Agama dan berlaku secara nasional.

Kedua, seluruh umat Islam di Indonesia wajib menaati ketetapan Pemerintah RI tentang penetapan awal Ramadan, Syawal, dan Zulhijjah.

Ketiga, dalam menetapkan awal Ramadan, Syawal, dan Zulhijjah, Menteri Agama wajib berkonsultasi dengan Majelis Ulama Indonesia, ormas-ormas Islam dan Instansi terkait.

Keempat, hasil rukyat dari daerah yang memungkinkan hilal dirukyat walaupun di luar wilayah Indonesia yang mathla’-nya sama dengan Indonesia dapat dijadikan pedoman oleh Menteri Agama RI.

Pertemuan Teknis MABIMS (Menteri-Menteri Agama Brunei Darussalam, Indonesia, Malaysia dan Singapura) tahun 2016 menghasilkan butir-butir kesepakatan mengenai kriteria baru tinggi bulan 3 derajat dan elongasi bulan (jarak bulan-matahari) 6,4 derajat. Kriteria MABIMS mulai digunakan oleh Kementerian Agama dalam Sidang Isbat penetapan 1 Ramadhan 1443 H/2022 M.

Sebelumnya, beberapa tahun berturut-turut, tidak terdapat potensi perbedaan perhitungan hisab dan hasil rukyat dalam penetapan 1 Ramadan dan 1 Idul Fitri di negara kita. Ibadah puasa Ramadan dan Idul Fitri dapat dilaksanakan serentak baik menurut versi hisab maupun rukyat karena faktor alam yang mempersatukan.

Kementerian Agama bersama Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan ormas-ormas Islam pernah membahas Penyatuan Kalender Hijriyah atau Kalender Islam Global. Sejumlah pakar yang dihadirkan berasal dari perwakilan Mahkamah Agung RI, Pengadilan Tinggi Agama, Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN), Badan Informasi Geospasial (BIG), Nahdlatul Ulama, Muhammadiyah, Al-Washliyah, dan Persis. Juga hadir waktu itu para ahli hisab-rukyat perorangan, astronom, dan akademisi dari berbagai perguruan tinggi. Langkah strategis dan transformatif Kementerian Agama untuk mematangkan unifikasi Kalender Islam perlu dilanjutkan.

Penyatuan Kalender Islam memerlukan cara pandang baru dan pemanfaatan sains secara optimal. Jika ada cara untuk mempersatukan umat dalam memulai ibadah puasa Ramadan dan serentak berhari raya Idul Fitri dan Idul Adha, akan lebih baik. Wallahu a’lam bisshawab. (*)

Fuad Nasar (Mantan Sesditjen Bimas Islam. Saat ini Kepala Biro AUPK UIN Imam Bonjol Padang).

Berita terkait

Bamsoet Dorong Peningkatan Peran Politik Perempuan

10 jam lalu

Bamsoet Dorong Peningkatan Peran Politik Perempuan

Ketua MPR RI, Bambang Soesatyo atau Bamsoet, bekerjasama dengan Kaukus Perempuan Politik Indonesia (KPPI) untuk meningkatkan edukasi politik bagi perempuan.

Baca Selengkapnya

PNM Mekaar Mendukung Penuh Karir dan Bakat Pegawainya

10 jam lalu

PNM Mekaar Mendukung Penuh Karir dan Bakat Pegawainya

PNM Mekaar beri dukungan pengembangan karir dan bakat bagi semua insan PNM.

Baca Selengkapnya

Bamsoet Dorong Pembentukan Kembali Dewan Pertimbangan Agung

13 jam lalu

Bamsoet Dorong Pembentukan Kembali Dewan Pertimbangan Agung

Di Indonesia jika presiden terpilih Prabowo Subianto setuju bisa diformalkan melalui Dewan Pertimbangan Agung (DPA) Presiden.

Baca Selengkapnya

Rayakan HUT Ke-105 Damkar, Bupati Sukabumi:Tingkatkan Layanan

14 jam lalu

Rayakan HUT Ke-105 Damkar, Bupati Sukabumi:Tingkatkan Layanan

Sepanjang 2023 DPKP mengatasi 579 kebakaran dan 517 non-kebakaran 517.

Baca Selengkapnya

Bupati Sukabumi Minta Semua Pihak Teruskan Pembentukan Karakter Siswa

14 jam lalu

Bupati Sukabumi Minta Semua Pihak Teruskan Pembentukan Karakter Siswa

Pembentukan karakter juga tanggung jawab seluruh elemen masyarakat, termasuk orang tua.

Baca Selengkapnya

Safitri Malik Soulisa Hadiri Undangan Taaruf dengan Ketua Umum DPP PKB

15 jam lalu

Safitri Malik Soulisa Hadiri Undangan Taaruf dengan Ketua Umum DPP PKB

Bakal calon Bupati Buru Selatan, Safitri Malik Soulisa, menghadiri Acara Taaruf dengan Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusan Partai Kebangkitan Bangsa (DPP PKB) untuk Sulawesi, Maluku, dan Papua.

Baca Selengkapnya

Satu Kenangan, Kopi Nusantara Bergaya Italian Roast

17 jam lalu

Satu Kenangan, Kopi Nusantara Bergaya Italian Roast

Satu Kenangan merupakan produk dari Kenangan Brands. Membuka kesempatan masyarakat menjadi mitra.

Baca Selengkapnya

Bank Mandiri Imbau Nasabah Waspadai Modus Penipuan Berkedok Undian

19 jam lalu

Bank Mandiri Imbau Nasabah Waspadai Modus Penipuan Berkedok Undian

Bank Mandiri mengimbau kepada para nasabah untuk mewaspadai kejahatan pembobolan rekening dengan modus penipuan berkedok undian berhadiah yang mengatasnamakan Bank Mandiri.

Baca Selengkapnya

Tiga Aspek Membangun Pendidikan Ala Marten Taha

20 jam lalu

Tiga Aspek Membangun Pendidikan Ala Marten Taha

Pembangunan sumber daya manusia menjadi prioritas Wali Kota Gorontalo Marten Taha. Program serba gratis sejak lahir hingga meninggal, dari sekolah sampai kesehatan.

Baca Selengkapnya

PLN Bantu Nelayan Bangka Belitung Pangkas Biaya Operasional Lewat Electrifying Marine

21 jam lalu

PLN Bantu Nelayan Bangka Belitung Pangkas Biaya Operasional Lewat Electrifying Marine

PT PLN (Persero) menyalurkan bantuan Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan (TJSL) lewat program Electrifiying Marine kepada nelayan di Desa Suak Gual.

Baca Selengkapnya