Kepala PPATK Sebut Transaksi Mencurigakan Rp 349 Triliun Terkait Ekspor-Impor dan Perpajakan
Editor
Febriyan
Selasa, 21 Maret 2023 17:37 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan atau PPATK Ivan Yustiavandana menyatakan bahwa transaksi mencurigakan sebesar Rp 349 triliun terindikasi sebagai tindak pidana pencucian uang (TPPU) dalam bidang ekspor-impor dan perpajakan. Meskipun demikian, dia menjelaskan bahwa hal itu bukan berarti transaksi tersebut melibatkan pegawai Kementerian Keuangan.
“Itu hasil analisis dan pemeriksaan, tentunya TPPU. Jika tidak ada TPPU, tidak akan kami sampaikan,” ucap Ivan dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) antara PPATK dengan Komisi III DPR RI di Komplek Parlemen, Jakarta, Selasa, 21 Maret 2023.
PPATK serahkan LHA ke Kemenkeu karena sesuai tupoksinya.
Lebih lanjut, Ivan mengklarifikasi bahwa transaksi mencurigakan ini tidak seluruhnya terjadi di Kementerian Keuangan, tetapi terkait dengan tugas pokok dan fungsi Kementerian Keuangan sebagai penyidik tindak pidana asal.
Ivan memberikan contoh, ketika terjadi tindak pidana narkotika, seseorang akan menyerahkan kasus tersebut kepada Badan Narkotika Nasional (BNN) karena tindak pidana tersebut terkait dengan tugas pokok dan fungsi dari BNN.
Dia menyatakan, pihaknya menyerahkan Laporan Hasil Analisa (LHA) itu kepada Kementerian Keuangan karena sesuai tugas pokok kementerian tersebut dalam mengurusi bea ekspor-impor dan pajak.
Sebagian besar kasus dalam perkara transaksi Rp 349 triliun ini terkait dengan kasus impor-ekspor dan kasus perpajakan. Di dalam satu kasus saja, tutur Ivan, khususnya ekspor dan impor, bisa terjadi transaksi lebih dari Rp 100 triliun.
“Jadi, sama sekali tidak bisa diterjemahkan kejadian tindak pidananya itu di Kementerian Keuangan. Ini jauh berbeda,” kata Ivan.
Selanjutnya, transaksi mencurigakan menjadi perhatian setelah kasus Rafael Alun
<!--more-->
Masalah transaksi mencurigakan ini menjadi perhatian publik setelah mencuatnya kasus pejabat Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan, Rafael Alun Trisambodo.
Rafael menjadi sorotan setelah putranya, Mario Dandy Satriyo, melakukan penganiayaan terhadap seorang remaja berusia 17 tahun hingga koma. Mario disebut kerap memamerkan harta kekayaan orang tuanya berupa mobil Jeep Rubicon dan motor Harley Davidson.
Akan tetapi, dua kendaraan itu tak masuk dalam Laporan Harta Kekayaan Pejabat Negara (LHKPN) yang diserahkan Rafael ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Yang lebih mengejutkan, dalam LHKPN itu, Rafael mengaku memiliki kekayaan senilai Rp 56,7 miliar.
Nilai itu dianggap janggal karena dia hanya menduduki jabatan Eselon III di Kementerian Keuangan. PPATK lantas menyebutkan telah mengirimkan LHA Rafael ke penegak hukum sejak 2012. Nilai transaksi mencurigakan Rafael Alun disebut mencapai Rp 500 miliar.
Setelah itu, Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan Mahfud Md sempat menyatakan adanya transaksi mencurigakan di Kementerian Keuangan senilai Rp 300 triliun. Namun belakangan pernyataan itu dianulir dengan menyatakan bahwa transaksi mencurigakan itu tidak terkait dengan pegawai di kementerian yang dipimpin oleh Sri Mulyani tersebut.
Mahfud Md juga sempat menyatakan bahwa nilai dalam laporan PPATK itu bertambah menjadi Rp 349 triliun. Sri Mulyani menyebutkan bahwa data PPATK itu akan mereka gunakan untuk mengecek lagi kepatuhan para wajib pajak. Dia pun menyatakan siap memberikan sanksi kepada para wajib pajak yang dianggap tak membayar sesuai ketentuan.