Buntut Putusan Penundaan Pemilu 2024, Pengacara Ini Akan Ajukan Judicial Review UU Pemilu
Reporter
Fajar Pebrianto
Editor
Febriyan
Minggu, 19 Maret 2023 14:39 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Advokat Viktor Santoso Tandiasa akan melakukan uji materi terhadap Undang-Undang Pemilu ke Mahkamah Konstitusi (MK) pada Senin besok, 20 Maret 2023. Viktor melakukan uji materi Pasal 431 ayat 1 dan Pasal 432 ayat 2 yang dinilai bisa menjadi pintu masuk penundaan Pemilu 2024 setelah terbitnya putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat atas gugatan Partai Prima.
"Sangat penting perkara di dilakukan secara cepat dengan memanggil para pihak baik pembentuk undang-undang serta penyelenggara pemilu yang juga memiliki semangat yang sama agar pelaksanaan Penyelenggaraan Pemilu 2024 tetap dilaksanakan," kata Viktor dalam keterangan tertulis, Ahad, 19 Maret 2023.
Permasalahkan frasa gangguan lainnya
Viktor mengajukan uji materi Pasal 431 ayat 1 UU Pemilu yang berbunyi:
Dalam hal di sebagian atau seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia terjadi kerusuhan, gangguan keamanan; bencana alam, atau gangguan lainnya yang mengakibatkan sebagian tahapan Penyelenggaraan Pemilu tidak dapat dilaksanakan, dilakukan Pemilu lanjutan.
Sementara Pasal 432 ayat 1 UU Pemilu berbunyi:
Dalam hal di sebagian atau seluruh Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia terjadi kersuhan, gangguan keamanan, bencana alam, atau gangguan lainnya yang mengakibatkan seluruh tahapan Penyelenggaraan Pemilu tidak dapat dilaksanakan, dilakukan Pemilu susulan.
Dalam kedua pasal itu terdapat frasa gangguan lainnya yang dinilai bisa menjadi pintu masuk bagi pemundaan Pemilu 2024. Menurut Viktor, ukuran atau bentuk gangguan yang dimaksud dalam frasa ini tidaklah jelas.
Dalam pemaknaan yang multi-tafsir dan sangat luas ini, kata dia, tentunya dapat membuat banyak kondisi yang dapat dimaknai sebagai syarat untuk dapat dihentikannya pelaksanaan pemilu atau menunda pemilu.
Viktor berharap majelis hakim MK memiliki semangat yang sama yaitu menghindari adanya penundaan pemilu selain daripada terjadinya kerusuhan, gangguan keamanan, dan bencana alam.
Sehingga, Ia meminta hakim menyatakan frasa gangguan lainnya ini bertentangan dengan UUD 1945.
Selanjutnya, putusan PN Jakpus ganggu tahapan Pemilu 2024
<!--more-->
Sebelumnya, PN Jakarta Pusat mengabulkan gugatan Partai Prima terhadap Komisi Pemilihan Umum (KPU). Partai tersebut mengajukan gugatan setelah dinyatakan tak lolos dalam verifikasi administrasi calon peserta Pemilu 2024.
Dalam putusannya, PN Jakarta Pusat memerintahkan KPU untuk menghentikan tahapan Pemilu 2024 yang sedang berjalan. Selain itu, hakim juga memerintahkan tahapan pemilu dimulai dari awal dengan rentang waktu 2 tahun 4 bulan 7 hari sejak putusan itu dibacakan.
Majelis hakim juga memerintahkan KPU untuk membayar Rp 500 juta kepada Partai Prima yang dinilai dirugikan karena tak dapat lolos sebagai peserta Pemilu 2024.
Jika mengikuti putusan itu, maka Pemilu 2024 harus diundur setahun. KPU pun telah mengajukan banding terhadap putusan tersebut.
Pemilu 2024 ditunda lewat Putusan No. 757/Pdt.G/2022/PN Jkt.Pst. Perintah tersebut tertuang dalam putusan perdata yang diajukan Partai Prima dengan tergugat Komisi Pemilihan Umum atau KPU. KPU pun akhirnya banding atas putusan pengadilan ini.
Putusan PN Jakarta Pusat mengganggu jalannya Pemilu 2024
Mengutip amar putusan PN Jakarta Pusat tersebut, Viktor menilai adanya potensi gangguan dalam jalannya Pemilu 2024. Pasalnya, dalam amar ke-6 putusan itu hakim meminta KPU menjalankan terlebih dahulu secara serta merta (uitvoerbaar bij voorraad) putusan tersebut.
Dalam setiap putusan pengadilan, menurut Viktor, terdapat asas res judicata pro veritate habetuur yang mengartikan bahwa putusan harus dianggap benar dan dapat dilaksanakan (uitvoerbaar bij voorraad) sampai adanya koreksi atau pembatalan putusan tersebut oleh putusan pengadilan yang berada diatasnya in casu banding, kasasi, hingga Peninjauan Kembali.
Artinya apabila mengacu pada asas res judicata pro veritate habetuur dan uitvoerbaar bij voorraad, kata Viktor, maka idealnya KPU harus tetap melaksanakan putusan PN Jakarta Pusat tersebut sambil melakukan upaya hukum berikutnya yakni banding, kasasi, dan Peninjauan Kembali (PK) sampai putusannya bersifat hukum tetap atau inkracht.
"Karena sejatinya kekuatan mengikat putusan tentunya hanya dapat dibatalkan dengan produk yang sejenis yakni putusan," ujar Viktor.
Selanjutnya, KPU Bisa Digugat Lagi
<!--more-->
Viktor menambahkan, upaya banding hingga PK tentunya membutuhkan waktu yang tidak sebentar. Sementara sehari saja pelaksanaan penyelenggaraan pemilu tidak dilaksanakan, maka potensi tidak terlaksananya penyelenggaraan pemilu pada Sebagian daerah ataupun seluruh daerah semakin besar terjadi.
Sementara apabila KPU tetap melaksanakan tahapan pemilu, terdapat konsekuensi ancaman hukum yang sedang menanti. Pihak lain dapat saja menggugat KPU ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) karena dianggap telah melakukan perbuatan melanggar hukum (onrechtmatige overheidsdaad) in casu tidak melaksanakan Putusan Nomor 757/Pdt.G/2022/PN Jkt.Pst
Maka, sebenarnya saat ini, Viktor menilai KPU menjadi berada dalam posisi yang dilematis dan lemah secara hukum dalam menyelenggarakan pemilu. Sehingga situasi ini dapat menjadi dasar untuk dilakukannya pemilu susulan dan/atau pemilu lanjutan karena dianggap memenuhi syarat masuk dalam bentuk gangguan lainnya.
Artinya, Viktor menilai frasa gangguan lainnya ini dapat menjadi pintu masuk terhadap peristiwa apapun yang terjadi yang dapat dimaknai sebagai gangguan lainnya dan menjadi dasar dilakukannya pemilu susulan atau pemilu lanjutan sebagaimana diatur dalam Pasal 431 dan Pasal 432 UU Pemilu.
Maka frasa gangguan lainnya dinilai telah menimbulkan ketidakpastian hukum yang dapat menyebabkan penyelenggaraan pemilu menjadi tertunda. Padahal konstitusi telah mengatur dan menjamin bahwa pemilu dilakukan setiap 5 tahun sekali.
"Hal ini tentunya tidak sesuai dengan semangat serta prinsip negara hukum. Artinya frasa gangguan lainnya bertentangan dengan Pasal 1 ayat 3, Pasal 28D ayat 1 dan Pasal 22E ayat 1 UUD 1945," kata Viktor.
Upaya penundaan Pemilu 2024 sebelumnya digaungkan oleh sejumlah lingkar dekat Presiden Jokowi. Menteri Koordinator Maritim dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan misalnya. Sempat mengklaim adanya desakan dari masyarakat agar Pemilu 2024 ditunda. Selain itu, muncul juga wacana untuk memperpanjang masa jabatan Presiden Jokowi.