BNPT Pastikan Parpol Peserta Pemilu 2024 Bersih Dari Jaringan Terorisme, Meski Potensi Radikalisme Meningkat
Reporter
Danar Trivasya Fikri
Editor
S. Dian Andryanto
Senin, 20 Maret 2023 06:45 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Seperti sejumlah pelaksanaan sebelumnya, pemilu selalu diwarnai dengan isu terorisme hingga agama. Namun kali ini, Badan Nasional Penanggulangan Terorisme atau BNPT menjamin setiap parpol kontestan pemilu telah bersih dari unsur terorisme tersebut.
Setiap menjelang perhelatan Pemilu, potensi kemunculan terorisme selalu diwanti-wanti oleh BNPT, contohnya pada Pemilu 2019 lalu. Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme kala itu, Komisaris Jenderal Polisi Suhardi Alius menuturkan pihaknya mulai mewaspadai berbagai potensi gangguan terorisme menjelang Pemilu 2019 lalu.
“Kami tak ingin sel-sel terorisme yang ada sampai memengaruhi pelaksanaan pemilu 2019,” ujar Suhardi di sela penandatanganan perpanjangan kerjasama penanggulangan teroris antara pemerintah Indonesia dengan Australia di Yogyakarta, Jumat 7 Desember 2018.
Suhardi menuturkan meskipun pergerakan terorisme selama ini sebenarnya jarang terkait atau tak sejalur dengan hal-hal berbau politik-demokrasi, namun ia tak ingin jajarannya lengah.
"Kami tetap waspadai sel-sel itu, namun jangan sampai under estimate juga kalau jaringan itu bakal digerakkan demi mengganggu pesta demokrasi," ujarnya, saat itu.
Ketika itu, Suhardi mengatakan bahwa sel-sel terorisme itu masih tetap hidup di sejumlah jaringan. Hanya saja yang diwaspadai bagaimana agar sel-sel hidup itu tak mempengaruhi pelaksanaan pemilu.
"Sel-sel hidup itu pasti ada, dan wilayah yang rawan macam-macam tapi kita jangan under estimate pada persoalan ini, fokus saja bekerja menjaga pesta demokrasi berjalan aman," ujar Suhardi.
Selanjutnya: Potensi radikalisme menjelang Pilkada 2024
<!--more-->
Potensi Radikalisme Meningkat 2023-2024
Menjelang Pemilu 2024, Kepala Staf Presiden Moeldoko menyebut potensi meningkatnya radikalisme. Ia mengutip survei yang dilakukan BNPT pada 2020 silam.
Survei ini menyebutkan potensi radikalime mencapai 14 persen pada 2020. Menurut Mantan Panglima TNI ini, potensi tersebut adalah data dalam kondisi anomali saat pandemi.
"Tahun politik 2023-2024 ke depan, ada kecenderungan akan meningkat," kata dia di Istana Kepresidenan, Jakarta, Kamis, 20 November 2022.
Moeldoko menyebut kenaikan potensi radikalisme tersebut terjadi akibat politik identitas menjelang Pemilihan Umum atau Pemilu dan Pemilihan Presiden atau Pilpres 2024 Sehingga, Ia menyebut pemerintah perlu waspada dengan potensi di tahun politik tersebut.
Meski demikian, Moeldoko enggan merinci identitas kelompok yang berpotensi menggerakan radikalisme. Ia menyerahkan urusan tersebut kepada BNPT.
Untuk itu, Moeldoko menyebut situasi peningkatan potensi radikalisme ini membutuhkan kesadaran dari semua pihak untuk mencegahnya. "Jadi ini perlu kita announce agar kita semua memiliki awareness," ujarnya.
Pada 4 Oktober 2022, Deputi Kerjasama Internasional BNPT Andhika Chrisnayudhanto juga menjelaskan kembali hasil survei BNPT ini. Andhika menyebut survei ini mengukur indeks risiko terorisme dan potensi radikalisme.
Survei menemukan bahwa perempuan muda lebih rentan terhadap radikalisasi online dibandingkan dengan pria.Juga ditemukan bahwa radikalisasi online lebih rentan terhadap generasi Z dan milenial, termasuk mereka yang berada di perkotaan.
Selanjutnya: BNPT sebut pada Pemilu 2024 parpol telah bersih dari afiliasi jaringan terorisme
<!--more-->
Janji BNPT Pemilu 2024, Parpol Bersih dari Afiliasi Jaringan Terorisme
Melansir dari laman resminya, bnpt.go.id, BNPT RI memastikan bahwa seluruh partai politik (parpol) peserta Pemilu 2024 sudah 'clear' atau bersih dari afiliasi jaringan terorisme.
"Yang lolos ini (parpol) adalah sifatnya clear ya," kata Kepala BNPT RI Komjen Boy Rafli Amar pada Selasa, 14 Maret 2023.
Kendati demikian, terdapat data intelijen yang mengindikasikan adanya organisasi teroris yang ingin menunggangi pesta demokrasi ini untuk merebut kekuasaan melalui jalur politik praktis.
“Info yang bersifat terbatas ini memberikan kondisi bahwa organisasi teroris itu mengubah strategi dari peluru ke kotak suara, untuk menempuh jalur demokrasi yang sangat mungkin untuk mendapatkan kekuasaan" kata Boy.
Data tersebut masih perlu dilakukan pendalaman. Adanya data tersebut seyogyanya menjadi keperluan seluruh pihak untuk bersama-sama meningkatkan kewaspadaan terhadap adanya ancaman radikalisme dan terorisme.
"Walaupun data itu sumir dan masih perlu pendalaman namun dalam konteks untuk meningkatkan kewaspadaan hendaknya menjadi perlu antisipasi ke depan” ujarnya.
Seluruh elemen bangsa terutama masyarakat umum diharapkan dapat mengambil sikap waspada namun tetap rasional dengan cara mengetahui pandangan organisasi teroris yang sangat anti dengan 4 konsensus kebangsaan, yakni NKRI, Pancasila, Bhineka Tunggal Ika dan UUD 1945.
“Dalam hal lainnya organisasi teroris juga perlu diketahui adanya pandangan bahwa hukum negara itu adalah merupakan “hukum kafir” yang dalam pandangan mereka harus diperangi karena mereka memiliki pandangan dan keyakinan yang berbeda dalam tata kelola negara,” katanya.
Pilihan Editor: Boy Rafli Amar Sebut Ada Anggota Parpol Baru Terafiliasi Terorisme, Ini Profil Kepala BNPT
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini.