Kuasa Hukum Putri Candrawathi Ungkap 11 Asumsi Jaksa dalam Replik dan Tuntutan
Reporter
Eka Yudha Saputra
Editor
Juli Hantoro
Kamis, 2 Februari 2023 13:22 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Tim kuasa hukum Putri Candrawathi mengatakan pihaknya menemukan 11 asumsi yang digunakan oleh jaksa penuntut umum dalam membangun tuntutan hingga replik dalam perkara pembunuhan berencana Brigadir Yosua.
Hal ini disampaikan kuasa hukum istri Ferdy Sambo itu saat membacakan duplik di ruang sidang utama Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Kamis, 2 Februari 2023.
Koordinator tim kuasa hukum, Arman Hanis dalam dupliknya mengatakan pihaknya telah meneliti replik penuntut umum setebal 28 halaman yang terdiri dari 6.742 kata, yang dibacakan pada 30 Januari 2023. Namun ia menuturkan tim penasihat hukum tidak menemukan bantahan berdasarkan alat bukti yang valid dan argumentasi hukum yang kokoh dari penuntut umum.
Anggota tim, Febri Diansyah menjabarkan sebelas asumsi jaksa penuntut umum yang digunakan dalam replik maupun tuntutan. Pertama, asumsi penuntut umum yang menyatakan kekerasan seksual tidak teriadi pada kliennya. Meskipun, kata Febri, fakta di persidangan mengungkapkan terdakwa Putri Candrawathi benar-benar mengalami kekerasan seksual.
Baca juga: Yosua Difitnah sebagai Pemerkosa, Keluarga Berharap Ferdy Sambo Divonis Minimal Penjara Seumur Hidup
Dia menyebut hal tersebut didukung dengan 4 jenis alat bukti yang terungkap di muka persidangan dan berkesesuaian satu dengan lainnya.
“Kedua, asumsi penuntut umum yang hanya didasarkan pada penggalan satu keterangan saksi Richard Eliezer Pudihang Lumiu yang berdiri sendiri dan tidak bersesuaian dengan alat bukti sah lainnya,” kata Febri.
Ketiga, asumsi penuntut umum mengenai penasihat hukum ikut berkontribusi mempertahankan kebohongan yang dibangun oleh terdakwa. “Faktanya tidak ada satu pun alat bukti yang mendukung asumsi tersebut,” ujar dia.
Selanjutnya, asumsi keempat...
<!--more-->
Lalu, keempat, asumsi penuntut umum yang menyatakan telah menggunakan semua alat bukti yang dikemukakan di persidangan dengan konsisten dan tidakberubah.
Namun Febri menyebut alat bukti itu tidak sesusai dengan fakta yang ada di persidangan. Kelima, asumsi penuntut umum yang menyatakan keterangan saksi Ricky Rizal Wibowo dan saksi Kuat Ma'ruf tidak dapat diakui kebenarannya karena mengandung ketidakjujuran.
“Faktanya tidak ada satu pun alat bukti yang mendukung asumsi tersebut, dan dalam bagian lain, penuntut umum justru mash menggunakan keterangan dua saksi tersebut,” ujar eks Juru bicara KPK itu.
Keenam, asumsi penuntut umum yang menyatakan tim penasihat hukum terdakwa Ferdy Sambo dan tim penasihat hukum Ricky Rizal Wibowo dan saksi Kuat Ma'ruf adalah tim yang sama dan mempunyai satu pemikiran sama sehingga tidak dapat diakui kebenarannya.
“Asumsi itu adalah dalil yang emosional yang pada faktanya keliru,” ujar Febri.
Ketujuh, Febri menyebut asumsi penuntut umum yang menyatakan tindakan Putri menelpon Ferdy Sambo merupakan bentuk persamaan kehendak untuk berencana merampas nyawa korban Brigadir Yosua tidak didasarkan alat bukti yang sah.
“Kedelepan, asumsi yang menyatakan bahwa pakaian yang dikenakan oleh terdakwa saat meninggalkan kediaman Duren Tiga 46, merupakan pakaian yang tidak pantas dan merupakan bagian dari skenario, adalah dalil yang tidak berdasar, berlandaskan pola pikir seksis, diskriminatif, dan cenderung mendiskreditkan seorang perempuan,” kata Febri.
Kesembilan, Febri mengatakan asumsi penuntut umum yang menyatakan naiknya saksi Kuat Ma'ruf dan Terdakwa ke lantai 3 kediaman rumah Saguling selama kurang dari 3 menit bertujuan untuk bertemu dengan Ferdy Sambo tidak logis dan tidak didukung dengan alat bukti.
Kesepuluh, ia menyebut asumsi penuntut umum yang menyatakan tindakan Putri Candrawathi ke kediaman Duren Tiga 46 untuk melakukan isolasi mandiri merupakan bentuk peran Putri menggiring korban ke tempat eksekusi tidak berdasar dan tidak didukung dengan alat bukti.
“Terakhir, asumsi penuntut umum yang menyatakan keterangan saksi, ahli, dan terdakwa Putri Candrawathi saling bersesuaian terkait rangkaian peristiwa merupakan asumsi yang tidak berdasar dan tidak didukung fakta sidang sesungguhnya,” kata Febri.
Dalam repliknya 30 Januari lalu, jaksa penuntut umum mengatakan tim kuasa hukum terdakwa Putri Candrawathi terkesan memaksakan untuk mendalami motif pelecehan seksual dan berupaya melimpahkan kesalahan kepada korban Noffiansyah Yosua Hutabarat. Jaksa menilai kuasa hukum hanya memaksakan motif pelecehan seksual tanpa memperlihatkan bukti valid.
“Tim penasihat hukum Putri Candrawathi terkesan memaksakan keinginannya agar penuntut umum menyelami pembuktian motif dalam perkara ini sehingga benar-benar terbangun perbuatan pelecehan atau perkosaan. Sementara sepanjang persidangan ini tidak terdapat satu pun bukti yang menunjukkan bahwa terdakwa Putri Candrawathi dilecehkan atau diperkosa,” kata jaksa.
Jaksa menuturkan kuasa hukum Putri seharusnya mempersiapkan bukti-bukti valid tentang pelecehan dan pemerkosaan di awal persidangan jika menghendaki motif tersebut.
“Akan tetapi penasihat hukum yang merasa paling hebat dengan menunjukkan kehebatannya tidak mampu memperlihatkan bukti-bukti tersebut. Tim penasihat hukum hanya bermain akal pikirannya agar mencari simpatik masyarakat,” ujar jaksa.
Jaksa menuding Putri Candrawathi malah tidak berkata jujur dan ketidakjujuran ini didukung oleh tim kuasa hukumnya. Bahkan pihak Putri seolah-olah melimpahkan kesalahan kepada Yosua. Menurut jaksa, ketidakjujuran Putri yang menyebabkan motif perkara ini tidak terungkap.
Baca juga: Merasa Diserang, Tim Kuasa Hukum Ferdy Sambo Anggap JPU Cederai Profesi Advokat