Soal Mafia Peradilan Di Mahkamah Agung, Begini Kata Pegiat Antikorupsi

Editor

Febriyan

Sabtu, 7 Januari 2023 09:23 WIB

Tersangka pengacara pemberi suap, Eko Suparno, seusai menjalani pemeriksaan lanjutan di gedung KPK, Jakarta, Senin, 21 November 2022. Eko Suparno diperiksa dalam kasus dugaan suap pengurusan perkara di Mahkamah Agung yang melibatkan Hakim Agung MA, Sudrajad Dimyati. TEMPO/Imam Sukamto

TEMPO.CO, Jakarta - Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Lalola Ester Kaban menilai saat ini belum ada formula yang tepat dalam memberantas korupsi di Mahkamah Agung (MA). Sebab, kata dia, permasalahan menyangkut lembaga peradilan bisa dikatakan memiliki kompleksitas yang rumit.

MA tak punya lembaga pengawasan yang setara

Ester mengatakan permasalahan pertama adalah MA bisa dikatakan tidak memiliki lembaga pengawas yang sepadan. Ia mengatakan Komisi Yudisial (KY) sebagai eksternal yang bertugas mengawasi Mahkamah Agung memiliki kewenangan yang terbatas.

“KY ini secara undang-undang juga kewenangannya terbatas, hanya pada soal etika, perilaku, serta tidak mampu mengawasi atas teknis yudisialnya,” kata Ester pada Jum’at 6 Januari 2023.

Masalah kedua yang ditemukan ICW adalah MA saat ini hanya mengandalkan pengawasan dari pihak internalnya saja. Padahal, kata Ester, pengawasan merupakan satu-satunya cara yang paling realistis untuk memperbaiki MA saat ini.

“Kasus pidana yang menjerat pegawai Mahkamah Agung saat ini sih, saya selalu memandang hal-hal besar ini berawal dari pembiaran terhadap hal-hal kecil di dalam lembaga tersebut,” ujar dia.

Suap di lembaga peradilan memiliki pola yang sama

Advertising
Advertising

Pegiat antikorupsi Indonesia Memanggil 57 + Institute atau IM57+ Harun Al Rasyid menyebut ada berbagai macam bentuk tindak pidana korupsi di Mahkamah Agung. Namun, kata dia, dari berbagai bentuk tersebut sejatinya wujud praktik suap di lembaga peradilan memiliki pola yang sama.

“Kalau dari sepengalaman saya, praktik suap di Mahkamah Agung atau lembaga peradilan lainnya masih menggunakan transaksi menyerahkan uang secara langsung,” ujar Harun saat ditemui Tempo di daerah Jakarta Selatan.

Harun yang merupakan mantan penyelidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mencontohkan pengalamannya menyelidiki kasus tindak pidana pencucian uang yang melibatkan bekas sekretaris Mahkamah Agung, Nurhadi. Dia mengatakan yang menjadi pembeda dari setiap kasus di lembaga peradilan yang pernah dia tangani adalah jumlah orang yang terlibat dalam perkara suap.

“Terkhusus Nurhadi ini dia agak cerdas modusnya. Jadi uang suapnya dia alirkan dana kepada kerabatnya, jadi memberdayakan sanak keluarga,” ujar dia.

Syahdan, Harun melanjutkan pasca dikucurkan dana suap kepada keluarganya, kerabat Nurhadi tersebut kemudian memutarkan uang suap yang diberikan tersebut. Ia menyebut salah satunya adalah uang yang dialirkan kepada bisnis showroom mobil sang anak, Rizqi Aulia Rahmi.

“Jadi menggunakan uang suap, pura-pura membeli mobil seharga Rp.3 miliar dengan jumlah Rp.5 miliar. Jadi, yang membedakan hanya seberapa banyak layernya saja,” ujarnya.

KPK bongkar jaringan mafia peradilan di MA

Fenomena gurita suap di Mahkamah Agung yang belakangan terungkap bermula dari penetapan tersangka hakim agung Sudrajad Dimyati terkait pengurusan perkara koperasi simpan pinjam Intidana. Ia ditetapkan tersangka oleh KPK pada 4 Oktober 2022 lalu bersama sembilan orang lain yang merupakan pegawai Mahkamah Agung dan pihak swasta.

Tak lama berselang, hakim agung yang lain, Gazalba Saleh ditahan oleh KPK pada 8 Desember silam terkait dugaan pengurusan perkara yang sama dengan Sudrajad Dimyati. Gazalba disebut-sebut menerima uang suap Rp. 400 juta untuk menjatuhkan vonis pidana sesuai keinginan pemberi suap di perkara Intidana tersebut.

Pada 19 Desember 2022, KPK kembali melakukan penahanan terhadap anggota Mahkamah Agung terkait dugaan suap pengurusan perkara lagi. Kali ini, KPK menetapkan Edy Wibowo hakim yustisial MA sebagai tersangka kasus suap pengurusan perkara Rumah Sakit Sandi Karsa Makassar.

Perihal kasus suap tersebut, Harun meminta KPK jangan mengusut kasus tersebut setengah-setengah dan harus mengusut hingga tuntas. Sebab, kata dia, kedudukan mulia Mahkamah Agung dalam lembaga peradilan menjadikannya benteng terakhir penegakan hukum di Indonesia.

“Dan saya berharap semoga KPK yang menangani kasus ini harus benar-benar bebas dari kepentingan dan pretensi apapun agar jangan sampai ada kesan KPK mentarget seseorang atau kelompok tertentu,” ucap Harun.

Berita terkait

Tahan Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor Setelah 2 Kali Mangkir, Penyidik KPK Sempat Cek ke Rumah Sakit

2 jam lalu

Tahan Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor Setelah 2 Kali Mangkir, Penyidik KPK Sempat Cek ke Rumah Sakit

KPK akhirnya menahan Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor setelah dua kali mangkir dari pemeriksaan. Tidak dilakukan jemput paksa.

Baca Selengkapnya

61 Kepala Daerah Jadi Tersangka Korupsi pada 2021-2023, ICW: Lingkaran Setan Sejak Awal

2 jam lalu

61 Kepala Daerah Jadi Tersangka Korupsi pada 2021-2023, ICW: Lingkaran Setan Sejak Awal

Peneliti ICW mengatakan mayoritas modus korupsi itu berkaitan dengan suap-menyuap dan penyalahgunaan anggaran belanja daerah.

Baca Selengkapnya

ICW Sebut Bansos hingga Ketidaknetralan ASN Bakal Marak di Pilkada 2024

3 jam lalu

ICW Sebut Bansos hingga Ketidaknetralan ASN Bakal Marak di Pilkada 2024

ICW mengungkap beberapa kerentanan yang mungkin terjadi di Pilkada 2024. Berkaca dari pengalaman Pilpres.

Baca Selengkapnya

Alasan Mahkamah Agung Tak Lagi Publikasikan Putusan Cerai Ria Ricis dan Teuku Ryan

3 jam lalu

Alasan Mahkamah Agung Tak Lagi Publikasikan Putusan Cerai Ria Ricis dan Teuku Ryan

Juru bicara Mahkamah Agung Suharto mengatakan sejak putusan cerai Ria Ricis dan Teuku Ryan dimuat di direktori, sudah diunduh sebanyak 623.766 kali.

Baca Selengkapnya

KPK Akui Awal OTT Kasus Korupsi di BPPD Sidoarjo Tak Berjalan Mulus

4 jam lalu

KPK Akui Awal OTT Kasus Korupsi di BPPD Sidoarjo Tak Berjalan Mulus

KPK mengakui OTT kasus pemotongan dan penerimaan uang kepada pegawai negeri Badan Pelayanan Pajak Daerah (BPPD) Sidoarjo, awalnya tak sempurna.

Baca Selengkapnya

Peneliti ICW Bilang Rencana Tambah Kementerian Kabinet Prabowo Demi Bagi-bagi Jabatan

6 jam lalu

Peneliti ICW Bilang Rencana Tambah Kementerian Kabinet Prabowo Demi Bagi-bagi Jabatan

Majalah Tempo melaporkan bahwa Prabowo berupaya membangun koalisi besar di pemerintahannya.

Baca Selengkapnya

Respons KPK soal Ayah Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor Disebut Makelar Kasus

6 jam lalu

Respons KPK soal Ayah Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor Disebut Makelar Kasus

KPK buka suara soal kabar ayah Bupati Sidoarjo Ahmad Muhdlor Ali, Kiai Agoes Ali Masyhuri, sebagai makelar kasus Hakim Agung Gazalba Saleh.

Baca Selengkapnya

KPK Sebut Gus Muhdlor Tarik Dana Insentif Melalui Peraturan Bupati, Total Capai Rp 2,7 Miliar

7 jam lalu

KPK Sebut Gus Muhdlor Tarik Dana Insentif Melalui Peraturan Bupati, Total Capai Rp 2,7 Miliar

Motif korupsi Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor bermula dari adanya aturan yang dibuat sebagai dasar pencairan dana insentif pajak daerah bagi pegawai BPPD.

Baca Selengkapnya

KPK Tahan Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor sebagai Tersangka Kasus Korupsi BPPD

8 jam lalu

KPK Tahan Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor sebagai Tersangka Kasus Korupsi BPPD

KPK resmi menahan Bupati Sidoarjo Ahmad Muhdlor Ali alias Gus Muhdlor sebagai tersangka kasus pemotongan insentif ASN BPPD

Baca Selengkapnya

Putusan Cerai Ria Ricis dan Teuku Ryan Diunduh 600 Ribu Lebih, Mahkamah Agung Tutup Akses

9 jam lalu

Putusan Cerai Ria Ricis dan Teuku Ryan Diunduh 600 Ribu Lebih, Mahkamah Agung Tutup Akses

Mahkamah Agung atau MA resmi menutup akses publikasi perkara perceraian aktris Ria Ricis dan Teuku Ryan

Baca Selengkapnya