Situasi Global Jadi Alasan PDIP Dukung Pemilu dengan Sistem Coblos Gambar Partai
Reporter
Ima Dini Shafira
Editor
Amirullah
Rabu, 4 Januari 2023 09:07 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Sekretaris Jenderal Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Hasto Kristiyanto menyebut Pemilihan Umum dengan sistem proporsional tertutup sangat tepat diterapkan dalam konteks saat ini. Dia mengatakan Indonesia sedang dihadapkan pada ketidakpastian imbas dinamika global.
Dari hitungan yang dilakukan, Hasto menilai gelaran Pemilu dengan sistem proporsional terbuka bisa memakan biaya hingga Rp 31 triliun pada 2024 nanti. Kendati demikian, ia menyerahkan kepada Komisi Pemilihan Umum selaku pemilik kewenangan dalam menghitung biaya Pemilu bersama pemerintah.
“Proporsional tertutup sangat tepat dalam konteks saat ini, di mana kita dihadapkan pada ketidakpastian secara global,” kata Hasto di Kantor DPP PDIP, Selasa, 3 Januari 2023.
Dalam pemilu dengan sistem proporsional terbuka, rakyat memilih nama calon anggota legislatif. Sementara dalam proporsional tertutup, rakyat memilih tanda partai.
Menurut Hasto, sistem proporsional tertutup bisa menghemat biaya dan menyederhanakan Pemilu. Dampaknya, kata dia, kemungkinan manipulasi berkurang.
Selain itu, Hasto turut mempertimbangkan banyaknya penyelenggara Pemilu yang kelelahan akibat Pemilu yang begitu kompleks. Menurut dia, penerapan sistem proporsional tertutup bakal mencegah hal tersebut.
Di sisi lain, sistem proporsional tertutup disebut Hasto Kristiyanto membuka peluang bagi kaum akademisi, tokoh agama, hingga tokoh purnawirawan untuk terpilih sebagai wakil rakyat. Sebab, kata dia, sistem ini akan memilih calon legislatif berdasarkan kompetensi kader.
“Jadi proporsional tertutup itu base-nya pemahaman terhadap fungsi dewan, sementara kalau terbuka adalah popularitas,” ujarnya.
Dari 9 fraksi partai politik di DPR, hanya PDIP yang mendukung sistem proporsional tertutup. Delapan fraksi DPR bahkan membuat pernyataan sikap bersama ihwal penolakan terhadap sistem proporsional tertutup. Hasto menanggapi santai perbedaan tersebut. Menurut dia, penolakan itu bagian dari demokrasi.
Pun saat Mahkamah Konstitusi memutuskan Pemilu tetap ditunaikan menggunakan sistem proporsional terbuka pada 2008 lalu, Hasto mengatakan partainya taat pada putusan tersebut. Menurut dia, gagasan penerapan sistem proporsional tertutup ini didasarkan pada keyakinan bahwa peserta Pemilu adalah parpol dan menjadi tugas parpol untuk mendorong mekanisme kaderisasi internalnya.
“Kami bukan hanya partai yang didesain untuk menang Pemilu, tapi sebagai partai yang menjalankan fungsi kaderisasi pendidikan politik,” kata dia.
Adapun gugatan uji materiil UU Pemilu soal sistem proporsional terbuka ini diajukan ke MK pada akhir November lalu. Salah satu pemohon perkara adalah pengurus PDIP Demas Brian Wicaksono. Selain itu, pemohon juga terdiri atas lima warga sipil, yakni Yuwono Pintadi, Fahrurrozi, Ibnu Rachman Jaya, Riyanto, dan Nono Marijono.
8 Fraksi Tolak Sistem Proporsional Tertutup
Sebanyak 8 dari 9 Fraksi partai politik di DPR menolak Pemilihan Umum 2024 digelar dengan sistem proporsional tertutup. Fraksi-fraksi tersebut membuat surat pernyataan sikap bersama dan meminta Mahkamah Konstitusi untuk tetap konsisten dengan putusannya pada 2008 lalu, bahwa Pemilu digelar dengan sistem proporsional terbuka sesuai pasal 168 ayat 2 UU Pemilu Tahun 2017.
“Kami sudah menjalankan 5 kali Pemilu selama masa reformasi. Selama itu pula kita terus menyempurnakan sistem Pemilu yang semakin mendekatkan rakyat dengan pilihan orisinalitasnya,” bunyi keterangan dalam pernyataan sikap 8 fraksi, Selasa, 3 Januari 2023.
Menurut mereka, keluarnya putusan MK pada 2008 lalu memberikan kesempatan bagi rakyat untuk bisa mengenal, memilih, dan menetapkan wakil mereka secara langsung, orang per orang. Sistem proporsional terbuka dinilai tidak lagi menyerahkan kewenangan penuh pada partai politik.
“Itulah kemajuan sekaligus karakteristik demokrasi kita. Perpaduan antara keharusan kedekatan rakyat dengan wakilnya dan keterlibatan institusi partai politik tetap harus dijunjung,” ujarnya.
Oleh sebab itu, 8 fraksi DPR memilih mempertahankan sistem proporsional terbuka yang dinilai sebagai salah satu bentuk kemajuan demokrasi. Menurut mereka, penggunaan sistem proporsional tertutup malah memukul mundur demokrasi Indonesia.
Baca: Jokowi Jawab Isu Reshuffle Kabinet Tahun Ini: Ditunggu Saja
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini.