Epidemiolog Desak Pemerintah Tetapkan KLB Kasus Gagal Ginjal Akut
Reporter
Antara
Editor
Juli Hantoro
Minggu, 23 Oktober 2022 09:18 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Pemerintah didesak segera menetapkan kasus gagal ginjal akut yang menyebabkan kematian pada anak sebagai Kejadian Luar Biasa atau KLB.
"Ini masalah jiwa, kita kecolongan, tapi bukan berarti kegagalan itu kita biarkan. Dengan menyatakan KLB, pemerintah bisa segera memperbaiki, kalau ada yang tidak teridentifikasi bisa fatal ya," kata epidemiolog dari Universitas Griffith Australia Dicky Budiman dalam diskusi dari Misteri Gagal Ginjal Akut, pada Sabtu, 22 Oktober 2022.
Dicky menilai penetapan KLB justru akan semakin memudahkan pemerintah dalam menangani kasus gagal ginjal akut. Jika mengikuti prosedur KLB, pemerintah diperbolehkan untuk membentuk Satuan Tugas yang bisa mendapatkan data akurat terkait penyebab utamanya terjadinya lonjakan kasus gagal ginjal akut.
Menurut Dicky, status KLB ini untuk membantu masyarakat di daerah yang jauh dari keterjangkauan rumah sakit.
"Pemerintah sudah benar ada 14 rumah sakit rujukan yang dicover BPJS, tapi di daerah untuk ke rumah sakit itu jauh sehingga terkendala dan ujungnya meninggal," kata dia.
Baca juga: Kemenkes Bakal Datangkan 200 Vial Obat Pasien Gangguan Ginjal Akut, Satu Vial Seharga Rp 16 Ju
Menurut Dicky, kasus gagal ginjal akut yang diduga kuat akibat kandungan dalam sirup obat tersebut sudah memenuhi syarat penetapan KLB sesuai Permenkes Nomor 1501 Tahun 2010 tentang KLB.
Terlebih dalam tiga dekade terakhir belum ditemukannya kasus outbreak gagal ginjal akut. Dicky mengatakan, enam dari delapan poin penetapan KLB telah terpenuhi.
"Pertama yang sangat mendasar dalam definisi WHO, insiden yang tidak biasa dan juga ada peningkatan yang signifikan secara epidemiologi dari sisi waktu dan fatality rate," kata dia.
Anggota Komisi IX Netty Prasetiyani Aher juga menilai status KLB layak ditetapkan pada kasus gagal ginjal akut.
Kendati kasus tersebut bukan kasus yang baru, namun banyaknya korban meninggal menjadi alasan utama untuk penetapan KLB.
Netty mendesak pemerintah untuk menggencarkan edukasi terkait penyebab terjadinya gagal ginjal akut dan lebih melibatkan masyarakat dalam penanganan dan mitigasi gagal ginjal akut.
“Saya juga mengusulkan untuk mempertimbangkan status KLB dengan membentuk tim independen pencari fakta. Meskipun kedengarannya ngeri tapi harus dicari dan ini harus ditegakkan dengan melakukan riset hingga ke daerah, tidak hanya data sekunder,” kata dia.
Ahli Kesehatan Masyarakat Juga Dorong KLB
Dorongan untuk menetapkan status KLB juga didukung oleh Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (IAKMI) Hermawan Saputra. Menurutnya, kasus gagal ginjal akut ini sama dengan kejadian penyakit menular langsung yang akan menjadi outbreak.
Selanjutnya, sebenarnya kasus ini jarang sekali terjadi...
<!--more-->
“Kasus ini kan sebenarnya jarang sekali terjadi dan potensial error ini terjadi karena kecolongan apakah pada rantai farmasi, mulai dari industri, produksi, distribusi,” tutur dia.
Hermawan juga menuturkan bahwa gagal ginjal akut juga bisa saja disebabkan oleh pola konsumsi seperti penggunaan obat yang berlebihan atau terjadinya interaksi di dalam tubuh individu terhadap obat. Ia pun meminta agar orang tua membekali diri dengan edukasi terkait penyakit yang sering menyerang anak.
“Orang tua dengan edukasi yang tidak baik menggampangkan saja mencari obat anti demam dan obat itu di stok sehingga terjadi irrasional consumption yang tidak diawali dengan pengetahuan dan tidak diperiksa secara berkala apalagi untuk anak yg mempunyai riwayat penyakit tertentu,” kata dia.
Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin menjelaskan saat ini pasien gangguan ginjal akut progresif atipikal telah mencapai 241 kasus dengan angka kematian 133 kasus atau 55 persen. Data tersebut mencakup pasien anak di Indonesia dari bulan Januari-Oktober 2022.
Meski kasus gangguan ginjal akut progresif atipikal ini trennya terus meningkat, namun ia mengatakan kasus ini belum bisa dinyatakan sebagai Kasus Luar Biasa (KLB).
Budi mengatakan perubahan status dalam kasus ini sudah didiskusikan dan memang belum bisa masuk status KLB. "Status KLB kita sudah diskusi belum masuk status KLB", tutur Budi di Gedung Adhyatama Kemenkes RI, Jumat, 21 Oktober 2022.
Baca juga: BPOM Sebut Tanggung Jawab Keamanan, Mutu, dan Khasiat Obat Bagian dari Industri Farmasi