Pakar Khawatir RKUHP Lahirkan Otoritarianisme, Bukan Dekolonialisasi

Reporter

M Rosseno Aji

Editor

Febriyan

Sabtu, 2 Juli 2022 16:32 WIB

Ratusan mahasiswa dari berbagai kampus menggelar demonstrasi di depan Gedung DPR RI untuk menolak rencana pengesahan RKUHP, Selasa, 28 Juni 2022. TEMPO/M Julnis Firmansyah

TEMPO.CO, Jakarta - Pakar hukum Rasamala Aritonang mengkhawatirkan rencana pengesahan Revisi Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) akan melahirkan otoritarianisme. Menurut dia, bentuk kepatuhan buta pada otoritas itu bisa timbul karena ada sejumlah pasal yang mengekang masyarakat untuk menyampaikan kritik dan berpendapat.

“Jangan sampai kita bergerak dari kolonialisme menuju otoritarianisme,” kata Rasamala dalam diskusi Indonesia Memanggil 57 Institute, Sabtu, 2 Juli 2022.

Rasamala paham rencana pemerintah dan DPR mengubah KUHP bertujuan untuk menghilangkan watak kolonial dari aturan yang sudah ada sejak jaman Hindia Belanda tersebut. Maka itu, salah satu tujuan mengesahkan RKUHP adalah menghilangkan watak aturan kolonial atau dekolonialisasi.

Namun, mantan pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) ini berpendapat sejumlah aturan dalam RKUHP justru tidak selaras dengan tujuan tersebut. Dia khawatir RKUHP hanya mengganti watak kolonial dengan aturan yang bersifat otoritarian.

Manajer Litigasi IM57 Institute itu menyebutkan soal pasal penghinaan presiden, lembaga negara dan pemerintah. Begitupun pasal-pasal pidana terhadap mereka yang melakukan demonstrasi.

Advertising
Advertising

Rasamala mengatakan keberadaan pasal-pasal tersebut membuatnya bertanya bagaimana pemerintah memandang sebuah negara. Dia menyatakan ada dua cara pandang untuk menjawab apa itu negara. Pertama, negara sebagai simbol sakral. Kedua, negara sebagai lembaga pelayanan publik.

Menurut dia, banyak pemerintah dan masyarakat yang sudah meninggalkan pandangan negara sebagai simbol sakral. Pandangan yang lebih modern dan banyak dianut saat ini adalah negara sebagai lembaga pelayanan publik.

Negara sebagai lembaga pelayan masyarakat, kata dia, akan memberikan ruang yang luas kepada masyarakat untuk menyampaikan kritik. Dia mengatakan bila pemerintah dan DPR berpandangan sebagai pelayan publik, lebih baik pasal-pasal yang mengekang kebebasan masyarakat itu dihapus.

“Kita punya kepentingan yang sama untuk memajukan kehidupan bernegara, untuk itu kita harus membuat negara yang melayani dan membantu kita untuk memajukan kepentingan tersebut,” kata Rasamala.

Sebelumnya, pasal penghinaan terhadap presiden, lembaga negara dan pemerintah memang masih masuk ke dalam RKUHP. Wakil Menteri Hukum dan HAM, Edward Omar Sharif Hiariej menyatakan bahwa konstruksi pasal-pasal ini berbeda dengan yang ada di KUHP saat ini. Sebagai contoh, pasal penghinaan presiden diubah dari delik umum menjadi delik aduan, artinya presiden sendiri yang harus melaporkan penghinaan terhadap dirinya kepada aparat penegak hukum.


Berita terkait

IM57+ Institute Minta KPK Tegas Umumkan Status Eddy Hiariej, jangan Ikuti Langkah Politik

9 hari lalu

IM57+ Institute Minta KPK Tegas Umumkan Status Eddy Hiariej, jangan Ikuti Langkah Politik

Eddy Hiariej menjadi Wakil Menteri Hukum dalam Kabinet Presiden Prabowo Subianto.

Baca Selengkapnya

Pimpinan DPR Yakini Upaya Reformasi Regulasi Akan Berjalan Optimal di Komisi XIII

10 hari lalu

Pimpinan DPR Yakini Upaya Reformasi Regulasi Akan Berjalan Optimal di Komisi XIII

Wakil Ketua DPR Adies Kadir, mengatakan komposisi keanggotaan Komisi XIII bisa mempercepat reformasi regulasi di Indonesia.

Baca Selengkapnya

Eddy Hiariej Jadi Wakil Menteri Lagi, Begini Jawaban KPK soal Status Tersangkanya

12 hari lalu

Eddy Hiariej Jadi Wakil Menteri Lagi, Begini Jawaban KPK soal Status Tersangkanya

Wakil Menteri Hukum Eddy Hiariej pernah berstatus tersangka dugaan gratifikasi dan suap di periode pemerintahan Presiden Jokowi

Baca Selengkapnya

IM57+ Institute: Pembentukan Kortas Tipikor Polri Tak Cukup tanpa Perbaikan Muruah KPK

14 hari lalu

IM57+ Institute: Pembentukan Kortas Tipikor Polri Tak Cukup tanpa Perbaikan Muruah KPK

Menurut IM57, begitu banyak tim dibentuk tanpa ada perubahan signifikan di Indonesia.

Baca Selengkapnya

IM57+ Institute Sarankan Dewas KPK Tetap Usut Alexander Marwata

16 hari lalu

IM57+ Institute Sarankan Dewas KPK Tetap Usut Alexander Marwata

Eks penyidik KPK itu mengatakan proses pidana di Polda Metro Jaya dan pengusutan etik di Dewas KPK merupakan proses penegakan hukum yang berada.

Baca Selengkapnya

Guru Besar UII Ini Pertanyakan Perubahan Kedua UU ITE: Melindungi atau Mengontrol HAM?

18 hari lalu

Guru Besar UII Ini Pertanyakan Perubahan Kedua UU ITE: Melindungi atau Mengontrol HAM?

Guru Besar Ilmu Komunikasi UII Profesor Masduki mempertanyakan perihal perubahan kedua UU ITE.

Baca Selengkapnya

Janji Kapolda Metro Jaya Tuntaskan Kasus Firli Bahuri, IM57+ Institute: Komitmennya Tertulis dalam Catatan Publik

21 hari lalu

Janji Kapolda Metro Jaya Tuntaskan Kasus Firli Bahuri, IM57+ Institute: Komitmennya Tertulis dalam Catatan Publik

IM57+ Institute menanggapi janji Kapolda Metro Jaya, Irjen Karyoto, yang akan menuntaskan kasus eks Ketua KPK Firli Bahuri.

Baca Selengkapnya

Kapolda Janji Selesaikan Kasus Firli Bahuri, IM57+ Institute: Memang Tanggung Jawab Moril Penegak Hukum

21 hari lalu

Kapolda Janji Selesaikan Kasus Firli Bahuri, IM57+ Institute: Memang Tanggung Jawab Moril Penegak Hukum

Menurut Praswad, penuntasan kasus Firli Bahuri itu memang sudah sepatutnya dilakukan oleh penegak hukum sebagai tanggung jawab moralnya kepada publik.

Baca Selengkapnya

Kasus Alexander Marwata, IM57+ Institute: Integritas Pimpinan KPK Melemah, Pelanggaran Etik Kian Marak

22 hari lalu

Kasus Alexander Marwata, IM57+ Institute: Integritas Pimpinan KPK Melemah, Pelanggaran Etik Kian Marak

Menurut Praswad, lemahnya penegakan etik di KPK membuka peluang terjadinya pelanggaran yang lebih serius di masa depan.

Baca Selengkapnya

Kominfo: Pasal Pencemaran Nama Baik di UU ITE Tidak Melanggar HAM

23 hari lalu

Kominfo: Pasal Pencemaran Nama Baik di UU ITE Tidak Melanggar HAM

Kementerian Kominfo memastikan pencantuman pasal pencemaran nama baik pada perubahan kedua UU ITE sudah sesuai dan tidak melanggar HAM.

Baca Selengkapnya