Sepak Terjang Abdul Qadir Baraja, dari NII Hingga Khilafatul Muslimin
Reporter
M Rosseno Aji
Editor
Febriyan
Selasa, 7 Juni 2022 11:51 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Polda Metro Jaya menangkap pimpinan Khilafatul Muslimin Abdul Qadir Baraja di wilayah Lampung. Baraja kini tengah dibawa ke Jakarta untuk pemeriksaan intensif. “Benar ditangkap di Lampung,” kata Kepala Bidang Humas Polda metro Jaya, Komisaris Besar Endra Zulpan, Selasa, 7 Juni 2022.
Kepala Divisi Humas Mabes Polri, Irjen Dedi Prasetyo menyatakan bahwa Baraja menjadikan Lampung sebagai basis pergerakannya. Polda Metro Jaya menangkap pria berusia 79 tahun itu di sana terkait konvoi motor di Jakarta Timur pada akhir Mei lalu.
"Mereka (Khilafatul Muslimin) memiliki koneksi jaringan memang pusatnya di Lampung. Pelaku di Lampung sudah beberapa kali lakukan pelanggaran pidana terorisme, terakhir pelanggaran protokol kesehatan ketika PPKM diberlakukan," ujar Dedi di Mabes Polri, Selasa, 7 Juni 2022.
Konvoi tersebut menjadi sorotan setelah anggotanya membagikan selebaran ajakan untuk mendirikan Khilafah. Mereka juga berkeliling mengenakan baju serba hijau serta membawa bendera bertuliskan kalimat tauhid.
Nama Abdul Qadir Baraja alias Hasan Baraja disebut sudah lekat dengan kelompok teroris sejak tahun 1970-an. Dia disebut sebagai salah satu pendiri Negara Islam Indonesia (NII) di Lampung.
Dia juga disebut pernah menjadi anggota Darul Islam/Tentara Islam Indonesia pimpinan Sekarmadji Maridjan Kartosoewirjo. DI TII merupakan tentara yang dibentuk dan bagian dari NII.
<!--more-->
Setelah Kartosoewirjo tertangkap dan dieksekusi pada 1962, Hasan Baraja bergabung dalam kelompok Komando Jihad yang terlibat dalam aksi terror di berbagai wilayah termasuk pembajakan pesawat Garuda Indonesia pada 28 Maret 1981.
Di Komando Jihad, Baraja terlibat dalam kelompok Warman di bawah grup Adah Jaelani. Mereka bertugas mengumpulkan dana lewat teror di Lampung.
Baraja kemudian divonis hukuman 3 tahun penjara karena kasus teror pada tahun 1979. Tidak berselang lama setelah lepas dari penjara, ia kemudian kembali ditangkap oleh aparat kepolisian pada awal 1985 lantaran dinilai terlibat dalam kasus bom bunuh diri di Jawa Timur dan Borobudur. Dalam kasus ini, Baraja dinilai terbukti bersalah dan dihukum penjara 13 tahun.
Setelah keluar dari penjara pada 1997, Baraja mendirikan Khilafatul Muslimin di Lampung. Direktur Pencegahan Badan Nasional Penanggulangan Teroris (BNPT) Brigjen Ahmad Nurwakhid, menyatakan ada kesamaan antara NII, Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) dengan Khilafatul Muslimin. Mereka disebut sama-sama memiliki tujuan mendirikan negara islam berbasis Khilafah.
"Bedanya, HTI merupakan gerakan trans-nasional dan sedang memperjuangkan sistem khilafah di berbagai negara. Sementara Khilafatul Muslimin mengklaim sudah mendirikan khilafah dengan adanya khalifah yang terpilih,” kata Nurwakhid.
Nurwakhid juga menyatakan gerakan Khilafatul Muslimin mudah berafiliasi dengan jaringan kelompok teror seperti ISIS. Bahkan pada masa kejayaan ISIS pada tahun 2015, Rohan Gunaratna Peneliti Terorisme dari Singapura menggolongkan Khilafatul Muslimin telah berbaiat kepada ISIS
Baraja juga disebut dekat dengan Abu Bakar Baasyir yang juga merupakan mantan pentolan NII. Baraja, Baasyir, Abdullah Sungkar, dan dua orang lainnya menjadi pendiri pesantren Al Mukmin Ngruki, Solo, Jawa Tengah. Saat Baasyir menjadi pemimpin kelompok teror Jamaah Islamiyah, Hasan Baraja menjadi Ketua Dewan Fatwa. Bersama Baasyir, Baraja juga disebut mendirikan Majelis Mujahidin Indonesia (MMI).
Amir Wilayah Jamaah Khilafatul Muslimin Bekasi Raya, Abu Salma, membantah anggapan bahwa mereka sebagai kelompok teroris. Dia mengatakan kegiatan konvoi motor syiar khilafah telah dilakukan sejak 2018. Agenda itu pun rutin dilaksanakan setiap 4 bulan sekali dan sudah diketahui aparat kepolisian.
Dia menjelaskan, agenda konvoi motor ini merupkah langkah Khilafatul Muslimin untuk memperkenalkan sistem khilafah yang rahmatan lil alamin. Artinya, menurut dia, sistem ini tidak mengharuskan adanya upaya mengubah sistem negara, merebut kekuasaan, hingga mengambil alih wilayah suatu negara.
"Dia adalah sistem atau wadah tempat berkumpulnya atau bersatunya umat Islam, cuma kadang khilafah ini disampaikan harus punya kekuasaan, dipaksakan harus punya wilayah, harus berkuasa, dan syariat sempurna. Padahal, khilafah ini ya sistem sebagaimana Nabi Muhammad muncul sendirian tanpa ada kekuasaan," ujarnya saat dihubungi, Selasa, 31 Mei 2022.
M ROSSENO AJI|ARRIJAL RACHMAN|ANTARA
Baca: Mabes Polri: Pimpinan Khilafatul Muslimin Ditangkap di Lampung
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini.