Kritik Pedas Buya Syafii Maarif ke Jokowi: Tegas Presidennya Supaya Didengar

Reporter

Tempo.co

Sabtu, 28 Mei 2022 19:09 WIB

Mantan Ketua Umum PP Muhammadiyah, Syafii Maarif (kiri) menyambut kedatangan calon Presiden dari PDI Perjuangan, Joko Widodo di kediamannya di Sleman, (3/5). ANTARA/Regina Safri

TEMPO.CO, Jakarta - Tokoh bangsa Buya Syafii Maarif meninggal dunia pada Jumat, 27 Mei 2022. Semasa hidup, mantan Ketua PP Muhammadiyah itu pernah melontarkan kritik pedas kepada Presiden Jokowi. Antara lain soal polemik pemecatan 57 pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang dianggap tak lolos tes wawasan kebangsaan.

Buya Syafii – demikian Syafii Maarif akrab disapa – menuntut Jokowi agar menindak tegas bawahannya yang membangkang perintah alih status menjadi aparat sipil negara (ASN) tak merugikan pegawai KPK. Cendekiawan muslim itu menilai bahwa sikap pernyataan Jokowi hanya sekadar memberi himbauan.

Alih-alih bertindak tegas, Jokowi justru mengaku tak akan turun tangan dan memilih menunggu keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) dan Mahkamah Agung (MA) terkait kontroversi alih status pegawai KPK. Padahal, polemik tes wawasan kebangsaan untuk pegawai KPK ini sudah menjadi kegaduhan di masyarakat.

“Pemerintah bukan mengimbau-imbau, melainkan memerintah. Jadi, harus lebih keras, lebih tegas presidennya, supaya didengar,” kata Buya Syafii dikutip dari Koran Tempo edisi 27 Mei 2021.

Menurut Buya Syafii, pelaksanaan tes wawasan kebangsaan yang berujung pemecatan 51 dari 75 pegawai KPK yang tak lolos tes adalah suatu hal yang keliru. Tes tersebut, kata dia, justru menambah daftar panjang polemik di tubuh KPK yang berimplikasi menggerus kepercayaan publik. “Urat nadi hidup KPK ini bergantung pada kepercayaan publik, jadi harus dijaga betul,” ujarnya.

Advertising
Advertising

Untuk itu,Buya Syafii menyarankan agar tes wawasan kebangsaa atau TWK seyogianya dilaksanakan pihak independen, misalnya perguruan tinggi yang bebas dari pengaruh politik. Pelaksanaan tes oleh KPK yang bekerja sama dengan sejumlah lembaga negara, di antaranya BIN dianggapnya tidak netral.

Pria bernama lengkap Ahmad Syafii Maarif itu wafat di usia 86 tahun di RS PKU Muhammadiyah Gamping, Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta pukul 10.15 WIB. Buya Syafii sempat dirawat di Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Gamping, Kabupaten Sleman, sejak 14 Mei 2022 karena mengalami sesak napas.

Diberitakan Tempo.co, tim dokter membeberkan bahwa penyebab meninggalnya Buya Syafii karena serangan jantung kedua. Buya sebelumnya sempat serangan jantung pada medio awal Maret 2022 silam. “Lalu serangan jantung kedua ini, namun selama proses kateterisasi jantung pembuluh darahnya sudah sulit,” kata salah satu tim dokter RS PKU Muhammadiyah.

Buya Syafii Maarif dulunya merupakan seorang jurnalis yang cukup aktif di Majalah Suara Muhammadiyah. Selain dikenal sebagai sosok yang kritis, ia juga dikenal sebagai tokoh yang menjunjung kebinekaan sebagai pemersatu bangsa. Bagi pendiri Maarif Institute ini, guna mencapai persatuan nasional, bangsa harus memahami dan menghormati perbedaan.

HARIS SETYAWAN

Baca: Buya Syafii Maarif: Bersepeda, Sate Kambing, Syariah, Politik Ecek-ecek

Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini.

Berita terkait

Sekjen Gerindra Tepis Anggapan Jokowi Jadi Penghalang Pertemuan Prabowo dan Megawati

12 menit lalu

Sekjen Gerindra Tepis Anggapan Jokowi Jadi Penghalang Pertemuan Prabowo dan Megawati

Justru, kata Muzani, Presiden Jokowi lah yang mendorong terselenggaranya pertemuan antara Prabowo dan Megawati.

Baca Selengkapnya

Pengamat Sebut Ide Prabowo Bentuk Presidential Club Bagus, tapi Ada Problem

30 menit lalu

Pengamat Sebut Ide Prabowo Bentuk Presidential Club Bagus, tapi Ada Problem

Pengamat Politik Adi Prayitno menilai pembentukan presidential club memiliki dua tujuan.

Baca Selengkapnya

Jokowi Teken UU Desa, Pengamat Soroti Anggaran hingga Potensi Politik Dinasti

2 jam lalu

Jokowi Teken UU Desa, Pengamat Soroti Anggaran hingga Potensi Politik Dinasti

Salah satu poin penting dalam UU Desa tersebut adalah soal masa jabatan kepala desa selama 8 tahun dan dapat dipilih lagi untuk periode kedua,

Baca Selengkapnya

Membedah 5 Poin Krusial dalam UU Desa yang Baru

5 jam lalu

Membedah 5 Poin Krusial dalam UU Desa yang Baru

Beleid itu menyatakan uang pensiun sebagai salah satu hak kepala desa. Namun, besaran tunjangan tersebut tidak ditentukan dalam UU Desa.

Baca Selengkapnya

Relawan Jokowi Imbau PDIP Tak Cari Kambing Hitam Setelah Ganjar-Mahfud Kalah Pilpres

7 jam lalu

Relawan Jokowi Imbau PDIP Tak Cari Kambing Hitam Setelah Ganjar-Mahfud Kalah Pilpres

Panel Barus, mengatakan setelah Ganjar-Mahfud meraih suara paling rendah, PDIP cenderung menyalahkan Jokowi atas hal tersebut.

Baca Selengkapnya

Respons Jokowi hingga Luhut Soal Komposisi Kabinet Prabowo

9 jam lalu

Respons Jokowi hingga Luhut Soal Komposisi Kabinet Prabowo

Jokowi mengatakan dia dan pihak lain boleh ikut berpendapat jika dimintai saran soal susunan kabinet Prabowo-Gibran.

Baca Selengkapnya

Sorotan Media Asing Soal Luhut Buka Kemungkinan Kewarganegaraan Ganda bagi Diaspora , Apa Alasan dan Syaratnya?

10 jam lalu

Sorotan Media Asing Soal Luhut Buka Kemungkinan Kewarganegaraan Ganda bagi Diaspora , Apa Alasan dan Syaratnya?

Menkomarinves Luhut Pandjaoitan buka kemungkinan kewarganegaraan ganda untuk diaspora. Apa saja alasan dan syaratnya?

Baca Selengkapnya

Ketahui 3 Aturan Baru Tentang Kepala Desa Dalam UU Desa

10 jam lalu

Ketahui 3 Aturan Baru Tentang Kepala Desa Dalam UU Desa

Pemerintah akhirnya mengesahkan UU Desa terbaru yang telah diteken Jokowi dan diwacanakan perubahannya sejak Mei 2022. Apa saja aturan barunya?

Baca Selengkapnya

Prabowo Ingin Buat Presidential Club, Tanggapan Jokowi hingga Pengamat Politik

11 jam lalu

Prabowo Ingin Buat Presidential Club, Tanggapan Jokowi hingga Pengamat Politik

Prabowo Subianto berkeinginan membuat klub kepresidenan atau presidential club

Baca Selengkapnya

Permintaan Tambah Masa Jabatan Kepala Desa Dikabulkan, Kok Bisa?

11 jam lalu

Permintaan Tambah Masa Jabatan Kepala Desa Dikabulkan, Kok Bisa?

Permintaan para kepala desa agar masa jabatannya ditambah akhirnya dikabulkan pemerintah. Samakah hasilnya dengan UU Desa?

Baca Selengkapnya