Mengenal Dokter Sardjito, Cendekiawan Kesehatan yang Meninggal Hari Ini di 1970
Reporter
Tempo.co
Editor
Dwi Arjanto
Kamis, 5 Mei 2022 12:26 WIB
TEMPO.CO, Yogyakarta -Sebagian dari Anda pasti tidak asing dengan nama Rumah Sakit Dr. Sardjito yang berada di Kota Yogyakarta.
Namun, tahukah Anda bahwa sosok di balik nama rumah sakit tersebut adalah seorang sosok pemikir dan pejuang.
Dalam buku Apa dan Siapa Magetan disebutkan bahwa Prof. Dr. M. Sardjito atau dikenal dengan nama Sardjito adalah seorang dokter dan juga pejuang asal Indonesia. Sardjito lahir pada 13 Agustus 1889 di Purwodadi, Kawedanan Magetan, Karesidenan Jawa Timur. Sardjito adalah putra dari seorang guru Bernama Sajit dan karenanya ia dididik untuk disiplin karena ayagnya adalah seorang guru.
Pada 1895 hingga 1901, Sardjito menempuh studinya di Sekolah Rakyat Purwodadi dan Lumajang. Setelah menyelesaikan studinya di Sekolah Rakyat, Sardjito melanjutkan studinya di Sekolah Belanda di Lumajang dan menyelesaikan studinya pada 1907. Selepas menyelesaikan studinya di Lumajang, Sardjito pindah ke Jakarta dan melanjutkan studi di STOVIA, mulai tahun 1907 hingga 1915.
Selepas menyelsaikan studi di STOVIA, Sardjito bekerja sebagai dokter pada sebuah rumah sakit di Jakarta dan satu tahun kemudian ia pindah ke Institut Pasteur Banudng hingga tahun 1920.
Saat bergabung bersama Institut Pasteur Banudng, jiwa Sardjito sebgai seorng peneliti tumubuh ketika ia tergabung ke dalam tim dari Institut Pasteur yang mengadakana penelitian mengenai influenza. Saat itu, influenza menjadi hal yang menakutkan bagi masyarakat.
Selanjutnya, pada 1921, Sardjito pergi ke Belanda untuk memperdalam keilmuannya dalam dunia kesehatan. Ia menempuh studi lanjutannya di Fakultas Kedokteran Universitas Amsterdam hingga tahun 1922 dan pada 1923 ia berhasil meraih gelar doctor setelah mempelajari mengenai penyakit-penyakit iklim panas di Leiden.
Setelah menempuh studi di Belanda, Sardjito kembali pulang ke Indonesia dan mengabdikan dirinya bagi dunia kesehatan Indonesia. Bahkan, Sardjito berhasil mencatatkan berbagai penemuan penting yang bermanfaat bagi masyarakat seperti obat penyakit batu ginjal dan obat penurun kolesterol. Di samping itu, ia juga berhasil menciptakan vaksin bagi penyakit Tifus, Kolera, Disentri, Stretokoken, dan Staflokoken.
Sardjito juga berkontribusi ketika Revolusi Kemerdekaan. Kala itu, Sardjito membantu para pejuang dengan menciptakan ransum Bernama Biskuit Sardjito yang diberikan kepada para tentara pelajar yang sedang berjuang.
Selepas kemerdekaan, Sardjito juga mengabdikan dirinya bagi pengembangan pendidikan di Indonesia. Ia berperan dalam proses pemindahan Institut Pasteur dari Bandung ke Klaten yang kelak menjadi Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada. Ia juga menjadi rektor pertama Presidein Universeteit atau Universitas Gadjah Mada. Di samping itu, ia juga menjadi rektor ketiga Universitas Islam Indonesia (UII).
Kiprah Sardjito sebagai pejuang, dokter, dan akademisi membuatnya dianugerahi gelar pahalwan nasional oleh Pemerintah Indonesia pada 8 November 2019. Sardjito menghembuskan nafas terakhirnya pada 5 Mei 1970 di usianya yang ke-80 tahun. Walaupun, ia sudah tiada, kiprah dan inspirasi Sardjito terus membekas, khususnya bagi para civitas acdemica UGM.
EIBEN HEIZIER
Baca juga : Temui JK, Rektor UGM Bahas Usulan Sardjito Jadi Pahlawan Nasional