Ada Pasal Bermasalah, Koalisi Minta Rapat Pengambilan Keputusan RUU TPKS Ditunda

Rabu, 6 April 2022 10:31 WIB

Anggota DPR RI saat mengikuti rapat paripurna ke-13 masa persidangan III tahun 2021-2022 di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa, 18 Januari 2022. DPR RI mengesahkan Rancangan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (RUU TPKS) menjadi RUU Inisiatif DPR RI dan juga mengesahkan RUU Ibu Kota Negara (IKN) menjadi Undang-Undang. TEMPO/M Taufan Rengganis

TEMPO.CO, Jakarta - Koalisi Nasional Kelompok Kerja Implementasi UU Penyandang Disabilitas meminta Badan Legislasi DPR serta Kementerian Hukum dan HAM menunda rapat pengambilan keputusan atas Rancangan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (RUU TPKS) dalam pembicaraan tingkat I pada hari ini, Rabu, 6 April 2022.

"Masih ada ketentuan yang problematik," kata koalisi dalam keterangan tertulis Rabu 6 April 2022.

Sebelumnya, pengambilan keputusan tingkat I diambil karena Panitia Kerja RUU TPKS telah merumuskan draft RUU TPKS hasil pembahasan bersama pemerintah. Dalam draf terbaru inilah, koalisi menyoroti ketentuan pada 3 ayat di pasal 25 yang bermasalah, terkait penilaian atas kekuatan pembuktian dari keterangan saksi atau korban penyandang disabilitas.

1. Pasal 25 ayat 4

Pasal ini mengatur bahwa, "Penilaian atas kekuatan pembuktian dari keterangan Saksi dan/atau Korban Penyandang Disabilitas dilakukan oleh hakim dengan arif dan bijaksana setelah mengadakan pemeriksaan dengan penuh kecermatan dan kesaksamaan berdasarkan hati nurani dan kesesuaian dengan alat bukti lainnya dengan memperhatikan kebutuhan khusus Penyandang Disabilitas”.

Advertising
Advertising

Menurut koalisi, pasal ini tidak mencerminkan bentuk pelindungan, tapi justru menjatuhkan nilai keterangan dari saksi atau korban penyandang disabilitas. Aturan ini dinilai berlebihan karena tanpa dituliskan pun hakim wajib melakukannya terhadap keterangan dari saksi atau korban manapun, baik disabilitas maupun non disabilitas.

Dengan pencantumannya dalam pasal ini, kata koalisi, menunjukan bahwa pembentuk RUU TPKS sudah memandang rendah terhadap nilai keterangan dari saksi atau korban penyandang disabilitas. "Hal itu merupakan bentuk dari tindakan diskriminasi," ujar koalisi.

2. Pasal 25 ayat 5

Pasal ini mengatur bahwa, “Dalam hal Saksi dan/atau Korban merupakan Penyandang Disabilitas mental dan/atau intelektual, hakim wajib mempertimbangkan hasil pemeriksaan kesehatan jiwa atas kecakapan mental dan/atau intelektual Saksi dan/atau Korban untuk menjalani proses peradilan pidana dalam menilai kekuatan pembuktian dari keterangan Saksi dan/atau Korban tersebut”.

Koalisi menilai pembentuk RUU TPKS keliru memahami dan menempatkan hasil pemeriksaan kesehatan jiwa, sebagai bentuk dari penilaian personal. Seharusnya, kata koalisi, hasil pemeriksaan itu dijadikan oleh hakim sebagai dasar menyediakan akomodasi yang layak bagi saksi atau korban penyandang disabilitas.

Tujuannya mendukung penyandang disabilitas untuk menghilangkan hambatan yang dihadapinya dalam memberikan keterangan sebenar-benarnya dengan mandiri. Dengan begitu, tidak akan ada nilai kekuatan pembuktian dari keterangan saksi atau korban penyandang disabilitas yang dilemahkan atau dihilangkan karena hasil suatu pemeriksaan kesehatan jiwa.

3. Pasal 25 ayat 6

Pasal ini mengatur bahwa, “Keterangan Saksi dan/atau Korban sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dan ayat (5) wajib didukung dengan penilaian personal sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan mengenai akomodasi yang layak untuk Penyandang Disabilitas dalam proses peradilan”.

Pasal ini juga dinilai sebagai bentuk kekeliruan pembentuk RUU TPKS dalam memahami fungsi dari penilaian personal bagi penyandang disabilitas yang berhadapan dengan hukum. Penilaian personal seharusnya dimaknai sebagai dasar penyediaan akomodasi yang layak, bukan alat untuk mengukur nilai keterangan saksi atau korban.

Koalisi menilai RUU TPKS ini seharusnya mampu mendukung penyandang disabilitas untuk memberikan keterangan terhadap kasus kekerasan seksual yang menimpanya, apapun kondisinya. Aparat penegak hukum pun seharusnya menjadi pihak yang mampu mendukung upaya untuk menghilangkan segala hambatan.

"Hambatan yang dihadapi oleh penyandang disabilitas dalam memberikan keterangan sebenar-benarnya dengan mandiri," ujar koalisi.

Dengan adanya pasal yang diskriminatif inilah, koalisi menilai seharusnya pembahasan RUU ini belum masuk dalam tahap pengambilan keputusan. Untuk itu, koalisi meminta DPR dan pemerintah membuka kembali pembahasan atas Pasal 25 ayat 4, 5, dan 5 ini dengan mendengarkan penjelasan dari koalisi organisasi penyandang disabilitas.

Adapun koalisi ini terdiri dari enam organisasi. Mereka yaitu Pusat Pemilu untuk Aksesblitas Penyandang Disabilitas (PPUA), Himpunan Wanita Disabilitas Indonesia, Persatuan Tuna Netra Indonesia (Pertuni), dan Perkumpulan Penyandang Disabilitas Fisik Indonesia (PPDFI).

Lalu, Gerakan Kesejahteraan Tuna Rungu Indonesia (Gerkatin), Perhimpunan Jiwa Sehat (PJS), dan Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK).

Baca: Simak 8 Jenis Kekerasan Seksual yang Masuk RUU TPKS

Berita terkait

Panja Komisi X DPR Gelar Rapat soal UKT Mahal Mulai Besok

7 jam lalu

Panja Komisi X DPR Gelar Rapat soal UKT Mahal Mulai Besok

Panja Komisi X DPR akan memulai sidang untuk mencari tahu penyebab UKT mahal mulai Senin besok.

Baca Selengkapnya

Korban Begal hingga Jari Putus Direkrut Kapolri Jadi Casis Bintara Polri, Satrio: Saya Ingin Memberantas Kejahatan

8 jam lalu

Korban Begal hingga Jari Putus Direkrut Kapolri Jadi Casis Bintara Polri, Satrio: Saya Ingin Memberantas Kejahatan

Casis bintara Polri Satrio Mukhti berharap, tidak ada korban begal lain seperti dirinya.

Baca Selengkapnya

Nimas Sabella 10 Tahun Diteror Teman SMP yang Terobsesi, Komnas Perempuan: Termasuk KGBO

23 jam lalu

Nimas Sabella 10 Tahun Diteror Teman SMP yang Terobsesi, Komnas Perempuan: Termasuk KGBO

Nimas Sabella, wanita asal Surabaya, selama 10 tahun diteror pria yang terobsesi dengannya. Kisahnya viral di media sosial

Baca Selengkapnya

Wacana Perpanjangan Usia Pensiun Polisi, Pengamat: Tidak Sesuai Harapan Masyarakat

1 hari lalu

Wacana Perpanjangan Usia Pensiun Polisi, Pengamat: Tidak Sesuai Harapan Masyarakat

Wacana perpanjangan usia pensiun polisi dinilai tidak sesuai dengan tujuan revisi undang-undang Kepolisian.

Baca Selengkapnya

Yusril Yakini Prabowo Tidak Mengulangi Kabinet 100 Menteri Era Soekarno

1 hari lalu

Yusril Yakini Prabowo Tidak Mengulangi Kabinet 100 Menteri Era Soekarno

Yusril meyakini Kabinet 100 Menteri di era Presiden Soekarno tak akan berulang dalam pemerintahan Prabowo-Gibran

Baca Selengkapnya

3 RUU dalam Sorotan Publik: RUU Penyiaran, RUU MK, dan RUU Kementerian Negara

1 hari lalu

3 RUU dalam Sorotan Publik: RUU Penyiaran, RUU MK, dan RUU Kementerian Negara

Dalam waktu berdekatan tiga RUU DPR mendapat sorotan publik yaitu RUU Penyiaran, RUU MK, dan RUU Kementerian Negara. Apa sebabnya?

Baca Selengkapnya

Revisi UU Polri Muat Usulan Polisi Dapat Perlindungan Jaminan Sosial

1 hari lalu

Revisi UU Polri Muat Usulan Polisi Dapat Perlindungan Jaminan Sosial

DPR akan merevisi UU Polri. Salah satu perubahannya adalah polisi bisa mendapatkan perlindungan jaminan sosial.

Baca Selengkapnya

Pansel KPK Tuai Perhatian dari Sejumlah Kalangan, Istana dan DPR Beri Respons

1 hari lalu

Pansel KPK Tuai Perhatian dari Sejumlah Kalangan, Istana dan DPR Beri Respons

Pembentukan Pansel Capim KPK menuai perhatian dari sejumlah kalangan. Pihak Istana dan DPR beri respons ini.

Baca Selengkapnya

Dua Pasal di Revisi UU MK Ini Disorot Ketua MKMK: Ancam Kemerdekaan Kekuasaan Kehakiman

1 hari lalu

Dua Pasal di Revisi UU MK Ini Disorot Ketua MKMK: Ancam Kemerdekaan Kekuasaan Kehakiman

Ketua MKMK menyebut dua pasal di revisi UU MK ini mengancam kemerdekaan kekuasaan kehakiman. Pasal mana saja itu?

Baca Selengkapnya

Hujan Kritik Revisi UU Keimigrasian

1 hari lalu

Hujan Kritik Revisi UU Keimigrasian

Revisi UU Keimigrasian yang diusulkan DPR dikhawatirkan menjadi celah pihak yang berperkara untuk melarikan diri.

Baca Selengkapnya