Surpres Ratifikasi Konvensi Anti Penghilangan Paksa Tunggu Prabowo Paraf RUU

Reporter

Dewi Nurita

Jumat, 25 Februari 2022 19:30 WIB

Sejumlah barang pribadi milik korban orang hilang yang ditampilkan dalam pameran memperingati Hari Penghilangan Paksa Internasional di Kantor KONTRAS, Jakarta (31/8). TEMPO/Dhemas Reviyanto

TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Instrumen HAM Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Timbul Sinaga mengatakan kendala dalam proses ratifikasi Konvensi Internasional Untuk Perlindungan Semua Orang dari Penghilangan Paksa. Menurut dia proses harmonisasi naskah akademik Rancangan Undang-Undang Konvensi Anti Penghilangan Paksa sebetulnya telah rampung sejak tahun lalu.

Permohonan agar Presiden Joko Widodo menerbitkan surat presiden (surpres) atas penyusunan RUU tersebut pun telah dikirimkan ke Kementerian Sekretariat Negara pada 9 Desember 2021. Harapannya, surpres bisa terbit pada 10 Desember, bertepatan dengan Hari HAM Internasional. Namun, surpres tak kunjung terbit.

Usut punya usut, kata Timbul, Kementerian Sekretariat Negara belum menyerahkan surat permohonan tersebut kepada presiden karena ada masalah administrasi yang belum selesai. "Jadi mekanisme untuk surpres itu, naskah RUU itu harus diparaf dulu oleh empat menteri terkait," ujar Timbul dalam sebuah diskusi yang diselenggarakan oleh International NGO Forum on Indonesian Development (INFID), Jumat, 25 Februari 2022.

Pada Januari 2022, Kementerian Sekretariat Negara lantas bersurat kepada empat menteri terkait untuk memohon paraf atas naskah RUU Konvensi Anti Penghilangan Paksa. Adapun empat menteri tersebut adalah Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud Md; Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly; Menteri Pertahanan Prabowo Subianto dan Menteri Luar Negeri Retno L. Marsudi.

Hingga saat ini, ujar Timbul, tiga menteri sudah meneken naskah RUU. "Tinggal menunggu paraf dari Menteri Pertahanan. Dua minggu lalu kami sudah rapat via zoom dengan pihak Kemhan, pada prinsipnya sudah tidak ada masalah. Barangkali hanya masalah waktu karena kesibukan Menhan," ujar dia.

Timbul berharap pada awal Maret ini Menhan Prabowo Subianto sudah meneken RUU tersebut, sehingga surpres bisa terbit untuk diajukan ke DPR agar kemudian dilakukan pembahasan. "Jadi kami berharap sekali Pak Menhan segera memparaf RUU ini," tuturnya.

Indonesia telah menandatangani konvensi Internasional tentang Anti Penghilangan Paksa sejak 2010 silam. Namun, sampai saat ini pemerintah belum juga meratifikasi konvensi tersebut. Konvensi ini dibutuhkan untuk memberikan kepastian hukum kepada korban, serta sebagai upaya preventif dan korektif negara dalam menjamin perlindungan bagi semua orang dari penghilangan paksa.

Praktik penghilangan paksa yang terjadi di Indonesia, khususnya pada masa Orde Baru, di antaranya peristiwa 1965–1966, Timor–Timur 1975-1999, Tanjung Priok (Jakarta) 1984, Tragedi Talangsari (Lampung) 1989, Masa Operasi Militer (DOM) di Aceh dan Papua, Penembakan Misterius (Petrus) 1981-1985, dan Penculikan aktivis 1997-1998.

DEWI NURITA

Baca Juga: Konvensi Penghilangan Paksa Belum Diratifikasi

Berita terkait

Prabowo Bentuk Presidential Club, Pengamat Sebut Ada Ketegangan dalam Transisi Kepemimpinan

19 menit lalu

Prabowo Bentuk Presidential Club, Pengamat Sebut Ada Ketegangan dalam Transisi Kepemimpinan

Pengamat politik menilai, gagasan Presidential Club Prabowo mungkin saja hasil dari melihat transisi kepemimpinan Indonesia yang seringkali ada ketegangan.

Baca Selengkapnya

Demokrat Wanti-wanti Jangan Ada Partai di Pemerintahan Prabowo tapi Terasa Oposisi

3 jam lalu

Demokrat Wanti-wanti Jangan Ada Partai di Pemerintahan Prabowo tapi Terasa Oposisi

Demokrat mewanti-wanti agar tak ada partai di pemerintahan rasa oposisi.

Baca Selengkapnya

Gerindra Ungkap Gelora Tak Tolak PKS Gabung ke Pemerintahan Prabowo-Gibran

4 jam lalu

Gerindra Ungkap Gelora Tak Tolak PKS Gabung ke Pemerintahan Prabowo-Gibran

Gerindra mengatakan Gelora tak tolak PKS gabung ke pemerintahan Prabowo.

Baca Selengkapnya

Alasan PDIP Sebut Oposisi Perlu Ada dalam Pemerintahan

4 jam lalu

Alasan PDIP Sebut Oposisi Perlu Ada dalam Pemerintahan

PDIP menilai oposisi diperlukan dalam sistem pemerintahan.

Baca Selengkapnya

Respons Politikus PDIP soal Keinginan Prabowo Bentuk Presidential Club

13 jam lalu

Respons Politikus PDIP soal Keinginan Prabowo Bentuk Presidential Club

Politikus Senior PDIP, Andreas Hugo Pareira, merespons soal keinginan Prabowo Subianto yang membentuk presidential club atau klub kepresidenan.

Baca Selengkapnya

Sekjen Gerindra Tepis Anggapan Jokowi Jadi Penghalang Pertemuan Prabowo dan Megawati

14 jam lalu

Sekjen Gerindra Tepis Anggapan Jokowi Jadi Penghalang Pertemuan Prabowo dan Megawati

Justru, kata Muzani, Presiden Jokowi lah yang mendorong terselenggaranya pertemuan antara Prabowo dan Megawati.

Baca Selengkapnya

Pengamat Sebut Ide Prabowo Bentuk Presidential Club Bagus, tapi Ada Problem

15 jam lalu

Pengamat Sebut Ide Prabowo Bentuk Presidential Club Bagus, tapi Ada Problem

Pengamat Politik Adi Prayitno menilai pembentukan presidential club memiliki dua tujuan.

Baca Selengkapnya

Gagasan Presidential Club Prabowo Disebut Bisa Cegah Tumbuhnya Brutus di Sekeliling Presiden

15 jam lalu

Gagasan Presidential Club Prabowo Disebut Bisa Cegah Tumbuhnya Brutus di Sekeliling Presiden

Partai Demokrat menyoroti mimpi SBY setahun lalu yang serupa dengan keinginan Prabowo membuat presidential club.

Baca Selengkapnya

NasDem dan PKB Dukung Prabowo, Zulhas: Biasa Saja, Masyarakat Jangan Baper

19 jam lalu

NasDem dan PKB Dukung Prabowo, Zulhas: Biasa Saja, Masyarakat Jangan Baper

Zulhas menganggap dukungan dari NasDem dan PKB ke Prabowo sebagai sesuatu yang biasa saja. Ia mengimbau masyarakat tak baper.

Baca Selengkapnya

Prabowo Ingin Bentuk Presidential Club, Demokrat: Gagasan Politik Tingkat Tinggi

19 jam lalu

Prabowo Ingin Bentuk Presidential Club, Demokrat: Gagasan Politik Tingkat Tinggi

Politikus Demokrat anggap gagasan Prabowo Subianto yang ingin membentuk Presidential Club sebagai politik tingkat tinggi.

Baca Selengkapnya