RUU TPKS: 1 Saksi dan Alat Bukti Bisa Proses Kasus Kekerasan Seksual

Reporter

Dewi Nurita

Rabu, 23 Februari 2022 15:17 WIB

Ilustrasi kekerasan seksual. Freepik.com

TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Gugus Tugas RUU TPKS dari pemerintah, Edward Omar Sharif Hiariej, mengatakan Surat Presiden dan Daftar Inventaris Masalah (DIM) Rancangan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (RUU TPKS) telah diserahkan melalui Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad pada 11 Februari 2022.

DIM tersebut berisi 588 daftar masalah, yang terdiri atas 167 tetap, 68 redaksional, 31 reposisi, 202 substansi, dan 120 substansi baru. Draf RUU ini terangkum dalam 12 bab dan 81 pasal. Dari DPR, draf RUU ini memuat 12 bab dan 73 pasal.

Wakil Menteri Hukum dan HAM itu menjelaskan beberapa poin DIM yang diserahkan kepada DPR. Di antaranya, pemerintah menambahkan beberapa pasal seperti perkawinan paksa dan perbudakan seksual. "Di RUU ini, kami menambah pasal perkawinan paksa dan perbudakan seksual,” ujar pria yang kerap disapa Eddy itu, kemarin.

Untuk pasal perkawinan paksa akan berlaku jika ada delik aduan dan paksaan kawin terhadap anak di bawah umur. Ihwal pasal perbudakan seksual, maknanya diatur lebih luas dari yang dimaksud di Undang-Undang Perdagangan Orang.

"Kalau UU Perdagangan Orang, motifnya pasti ekonomi. Kalau di RUU TPKS, orang yang tidak dalam konteks kepentingan ekonomi bisa dijerat,” kata mantan Dekan Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada itu.

Selain itu, klausul mengenai kekerasan seksual di ranah digital juga diatur dalam RUU TPKS. Selanjutnya, jika sudah ada UU TPKS maka seluruh laporan mengenai tindak pidana kekerasan seksual harus diproses oleh penegak hukum.

Eddy menyebutkan satu saksi dan alat bukti lainnya sudah cukup untuk suatu kasus kekerasan seksual diproses. Untuk korban pemerkosaan yang biasanya tidak ada saksi lain, maka bisa menggunakan visum. Hasil visum bisa masuk jadi alat bukti.

Dalam RUU TPKS, kata Eddy, kasus kekerasan seksual tidak boleh diselesaikan melalui jalur keadilan restoratif (restorative justice). Pemerintah tidak ingin pelaku yang memiliki uang atau kuasa bisa lepas dari jeratan hukum hanya karena ‘berdamai’ dengan korbannya.

Pemerintah juga menambahkan pasal restitusi wajib bagi pelaku. Jika seseorang ditetapkan sebagai tersangka kekerasan seksual, polisi bisa menyita harta-harta tersangka untuk dijadikan jaminan restitusi bagi korban.

Ihwal pelaku tak punya cukup harta, maka akan diperhitungkan hukuman subsider, berupa pidana kerja atau pidana kurungan tambahan. Sementara itu, korban akan tetap direhabilitasi. "RUU TPKS ini memberikan perlindungan yang extraordinary,” tutur Eddy.

Baca: DPR Akan Kebut Pembahasan RUU TPKS dan PPP di Masa Reses

DEWI NURITA | LINDA TRIANITA

Berita terkait

Belum Terbitkan Sprindik Baru Eddy Hiariej, KPK Bantah Ada Intervensi Mabes Polri

3 hari lalu

Belum Terbitkan Sprindik Baru Eddy Hiariej, KPK Bantah Ada Intervensi Mabes Polri

Wakil Ketua KPK Johanis Tanak membantah ada tekanan dari Mabes Polri sehingga belum menerbitkan sprindik baru untuk Eddy Hiariej.

Baca Selengkapnya

KPK Sempurnakan Administrasi Sebelum Terbitkan Sprindik Baru Eddy Hiariej

3 hari lalu

KPK Sempurnakan Administrasi Sebelum Terbitkan Sprindik Baru Eddy Hiariej

KPK akan menyempurnakan proses administrasi sebelum menerbitkan sprindik baru untuk eks Wamenkumham Eddy Hiariej.

Baca Selengkapnya

Ketua KPU Hasyim Asy'ari Dilaporkan untuk Dugaan Asusila, Apa yang Masuk Kategori Pelecahan Seksual?

12 hari lalu

Ketua KPU Hasyim Asy'ari Dilaporkan untuk Dugaan Asusila, Apa yang Masuk Kategori Pelecahan Seksual?

Ketua KPU Hasyim Asy'ari telah dilaporkan ke DKPP atas dugaan asusila terhadap seorang perempuan anggota PPLN. Ini aturan pidana pelecehan seksual.

Baca Selengkapnya

Tanggapan Korban atas Vonis 15 Tahun Kiai Gadungan Pemerkosa Santri

15 hari lalu

Tanggapan Korban atas Vonis 15 Tahun Kiai Gadungan Pemerkosa Santri

Terdakwa melalui kuasa hukumnya telah memutuskan untuk mengajukan banding atas vonis hakim. Akui pemerkosaan terhadap tiga santri dan jamaah.

Baca Selengkapnya

Kiai Abal-Abal Pemerkosa Santri di Semarang Divonis 15 Tahun Bui, Mantan Jamaah Harap Laporan Penggelapan Uang Segera Diusut

15 hari lalu

Kiai Abal-Abal Pemerkosa Santri di Semarang Divonis 15 Tahun Bui, Mantan Jamaah Harap Laporan Penggelapan Uang Segera Diusut

Muh Anwar, kiai abal-abal Yayasan Islam Nuril Anwar serta Pesantren Hidayatul Hikmah Almurtadho divonis penjara 15 tahun kasus pemerkosaan santri.

Baca Selengkapnya

Bercanda Soal Kekerasan Seksual, Ivan Gunawan Akui Salah dan Minta Maaf

19 hari lalu

Bercanda Soal Kekerasan Seksual, Ivan Gunawan Akui Salah dan Minta Maaf

Ivan Gunawan mengunggah video pada Ahad petang ini untuk meminta maaf atas candaan kekerasan seksual yang dilontarkannya.

Baca Selengkapnya

Panen Hujatan Usai Buat Candaan Kekerasan Seksual, Ivan Gunawan: Tarik Napas Dalam-dalam

20 hari lalu

Panen Hujatan Usai Buat Candaan Kekerasan Seksual, Ivan Gunawan: Tarik Napas Dalam-dalam

Ivan Gunawan menuai hujatan tajam usai membuat lelucon tentang kekerasan seksual yang melibatkan Saipul Jamil.

Baca Selengkapnya

Kecanduan Pornografi Meningkat sejak Pandemi, Begini Kata Pakar

22 hari lalu

Kecanduan Pornografi Meningkat sejak Pandemi, Begini Kata Pakar

Kecanduan pornografi meningkat di masa pandemi Covid-19 bahkan anak yang masih kecil pun sudah terpapar.

Baca Selengkapnya

Khawatir Diintimidasi, Mahasiswa Korban TPPO Ferienjob: Aku Butuh Perlindungan LPSK

25 hari lalu

Khawatir Diintimidasi, Mahasiswa Korban TPPO Ferienjob: Aku Butuh Perlindungan LPSK

Mahasiswa itu khawatir terkena masalah hukum karena sudah beberapa kali menyampaikan kejadian yang dialami selama ferienjob di Jerman.

Baca Selengkapnya

BEM UI Kritik Penganiayaan TNI Terhadap Warga Papua, Dibalas Serbuan Tantangan KKN di Wilayah KKB Papua

27 hari lalu

BEM UI Kritik Penganiayaan TNI Terhadap Warga Papua, Dibalas Serbuan Tantangan KKN di Wilayah KKB Papua

Ini berawal saat BEM UI mengunggah kritik yang menyoroti kasus penganiayaan warga di Papua oleh aparat.

Baca Selengkapnya