Warga Ungkap Dugaan Dampak Pencemaran Tambang Emas di Parigi Moutong
Reporter
Moh Khory Alfarizi
Editor
Amirullah
Senin, 21 Februari 2022 10:01 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Salah satu perwakilan warga yang tergabung Aliansi Masyarakat Tani (Arti), Sofyan Maragau, mengungkap dugaan dampak pencemaran yang disebabkan oleh aktivitas tambang emas di Kabupaten Parigi Moutong, Sulawesi Tangah. Menurutnya, hal itu sudah membuat air di sekitar wilayah tambah menjadi tercemar.
“Betul (tercemar), kami sekarang tidak bisa lagi lihat dasar sungai. Itu sudah seperti kolam susu,” ujar dia kepada Tempo pada Ahad, 20 Februari 2022.
Seperti diketahui persoalan di Kabupaten Parigi Moutong ini ramai diberitakan setelah warga dari tiga kecamatan, yakni Toribulu, Kasimbar, dan Tinombo Selatan, melakukan demonstrasi penolakan terhadap iznin tambang PT Trio Kencana. Namun, demo yang dilakukan pada Sabtu, 12 Februari itu berakhir ricuh dan membuat satu orang massa aksi tewas tertembak.
Menurut Sofyan, saat ini aktivitas pertambangan berhenti sementara setelah dilakukan penggerudukan oleh warga. Tetapi, kata dia, jika dilihat secara langsung di lokasi, dampak pencemarannya kemungkinan sudah parah.
“Mungkin sungainya juga sudah tidak sejernih sebelumnya. Itu sungai di Desa Posona, Kecamatan Kasimbar yang memang bercabang ke beberapa wilayah,” katanya lagi.
Sofyan menyebutkan, PT TK mengerjakan wilayah tambang di Kecamatan Kasimbar dan sudah memulai mengeruk wilayah hulu Sungai Tada, Kecamatan Parigi Selatan. Namun, dia melanjutkan, sebenarnya nantinya bukan masyarakat Kasimbar yang dirugikan, justru Tinombo Selatan.
“Karena Sungai Tada itu hanya sebagian dari wilayah Kasimbar. Nah yang punya irigasi ini wilayah Tada dan Tinombo Selatan, serta digunakan 10 desa lainnya,” tutur Sofyan.
Investigasi Walhi Sulteng
Pernyataan Sofyan itu senada dengan dugaan yang diungkap Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Sulawesi Tengah yang telah menginvestigasi dampak dari tambang emas yang dilakukan PT TK di Parigi Moutong. Aktivitas pertambangan itu diduga telah mencemari lingkungan, khususnya air.
“Walhi bersama dengan Jaringan Advokadi Tambang (JATAM) sudah melakukan investigasi, untuk penelusuran terkait dengan situasi lingkungan, sosial, dan politik,” ujar Direktur Walhi Sulawesi Tengah, Sunardi Katili, Rabu, 16 Februari 2022.
Menurut Sunardi, izin usaha pertambangan PT TK adalah eksplorasi emas di lokasi seluas 15.725 hektare. Proses izinnya sudah dilakukan sejak 2010, dan dikeluarkan oleh Pemerintah Kabupaten Parigi Moutong. Pada 2020 izin usahanya dikeluarkan Gubernur Sulawesi Tengah. Pada September 2021, kegiatan pertambangan mulai beroperasi.
Lokasi seluas itu terbagi menjadi dua, yakni area penggunaan lahan (APL) sebanyak 83 persen, dan hutan lindung (HL) 17 persen. Selain itu, dia melanjutkan, di dalam APL terdapat pemukiman, perkebunan, dan persawahan.
“Nah di dalam 83 persen itu terdapat air, kami menduga aktivitas tambang telah mencemarkan air. Itu aspek lingkungannya,” katanya.
“Sementara di area HL, yang seharusnya dilindungi, ini kemungkinan berpotensi dilepaskan, karena berbeda dengan wilayah konservasi yang tidak bisa dilepas,” tutur Sunardi.
Hingga berita ini diunggah, Tempo masih berupaya untuk meminta penjelasan dari pihak PT Trio Kencana.