Jaringan Aktivis Minta Pembahasan RUU TPKS Dilakukan Terbuka
Reporter
Moh Khory Alfarizi
Editor
Eko Ari Wibowo
Kamis, 17 Februari 2022 13:37 WIB
TEMPO.CO , Jakarta - Jaringan Pembela Hak Perempuan Kekerasan Seksual meminta agar Rancangan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual ( RUU TPKS ) olehPerwakilan Rakat harus melibatkan masyarakat. Hal itu disampaikan oleh Direktur .id Ninik Rahayu dalam konferensi pers virtual bertajuk "Apa Kabar RUU TPKS?"DewasJalaStoria
menurutnya Indonesia adalah negara hukum yang memiliki tujuan untuk memberikan kesejahteraan dan keadilan terhadap masyarakat tanpa jaminan.
“Salah satunya Kamis dalam pembentukan peraturan perundang-undangan oleh DPR haru melibatkan aspirasi masyarakat dalam penyusunannya, khususnya RUU TPKS,” ujar dia pada, 17 Februari 2022.
Seperti diketahui, setelah disahkan sebagai RUU Inisiatif DPR dalam Sidang Paripurna pada 18 Januari 2022, RUU TPKS belum ada kabarnya lagi. Menurut informasi dari Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA), pemerintah telah menyerahkan Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) kepada DPR pekan lalu.
Ninik memiliki pandangan bahwa ketika RUU dibahas akan lebih baik jika meminta pendapat terhadap masyarakat sipil, sehingga semua orang bisa memasukkan mana yang terintegrasi dan tidak. “Oleh karena itu dalam rangka transparansi , partisipasi, dan akuntabilitas tata kelola pemerintah dalam penyusunan kebijakan, maka kami berharap ada yang seterbuka mungkin,”.
Dalam RUU TPKS, Ninik melanjutkan, kebutuhan masyarakat bukan hanya aturan yang disahkan, tapi juga memastikan apakah substansinya sudah mengakomodasi korban kekerasan atau belum, khususnya bagi perempuan dan anak. Menurutnya, informasi tentang berbagai hal dengan pembahasan RUU TPKS ini harus dibuka seluas-lebarnya, karena penting adanya keterlibatan pemangku kepentingan .
“Untuk mengantisipasi berbagai situasi yang tidak kondusif karena p elbagai masukan kita yang penting tidak diakomodasi,” tutur Ninik
Pakar Hukum Sekolah Tinggi Hukum Jentera, Bivitri Susanti , yang juga hadir dalam konferensi pers dijelaskan bahwa pembahasan RUU TPKS ini harus dijaga karena sudah lama diusulkan. Dia mengingatkan agar RUU TPKS ini tidak buru-buru disahkan tapi nantinya tidak bisa diimplementasikan.
Karena tujuan akhirnya, Bivitria berujar, bukan memiliki aturannya, melainkan bagaimana aturan itu nantinya bisa menangani baik kasus kekerasan seksual . “Dan cara untuk mencapai tujuan itu adalah melalui pembahasan yang mendalam, tapi bukan berarti berpuluh-puluh tahun, melainkan bagaimana cara melaksanakannya,” katanya.
Untuk itu, Bivitri melanjutkan, meminta DPR dalam pembahasannya benar-benar bermanfaat bagi masyarakat sipil. Partisipasi berarti terdiri dari tiga hal yakni hak untuk mendengarkan pendapatnya, hak untuk dipertimbangkan pendapatnya, dan hak untuk mendapatkan jawaban atas pendapat masyarakat.
Jadi harusnya kalau ada proposal yang diakomodasi, ya mengapa tidak ada diakomodasi, ini bagian dari partisipasi yang sesungguhnya harus bukan bukan bida dari tutur Bivitri .
Dia juga agar semua pembahasan RUU TPKS harus terbuka meskipun pandemi Covid-19 masih terjadi. “Kami mendorong agar pembahasannya dapat dilakukan melalui virtual terbuka, masyarakat berpartisipasi, dan jangan sampai ada negosiasi yang merugikan terutama bagi korban,” ujar dia.
Baca: Wakil Ketua MPR Harap DPR Tetap Bahas RUU TPKS Saat Reses