BNPT Bilang Generasi Muda Bisa Terpapar Terorisme Hanya dalam 5 Menit
Reporter
Moh Khory Alfarizi
Editor
Amirullah
Rabu, 26 Januari 2022 21:16 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Pencegahan BNPT Brigjen Polisi Ahmad Nurwakhid menjelaskan kelompok radikal menyasar anak muda dengan membanjiri narasi intoleransi yang berujung pada tindakan kekerasan dan teror. Mahasiswa dan generasi muda disebutnya termasuk dalam kategori kelompok rentan terpapar paham radikal terorisme.
Menurutnya, mahasiswa berpotensi terpapar paham radikal terorisme, terutama generasi milenial dan generasi Z. "Karena mereka ini kan masih tumbuh dan berkembang, nilai wawasan kebangsaannya masih proses pematangan, mereka senang hal-hal baru, tantangan baru," ujar dia dalam keterangannya, Rabu, 26 Januari 2022.
Nurwakhid, menjelaskan sikap eksklusif dan intoleran adalah watak dasar dari radikalisme yang menjiwai semua aksi terorisme. Semua pelaku teror pasti berpaham radikal, meskipun tidak semua individu atau kelompok yang berpaham radikal serta merta akan menjadi teroris.
Nurwakhid juga sempat melakukan pretest potensi radikalisasi dalam waktu lima menit kepada mahasiswa. Ia memberikan pertanyaan yang seringkali digunakan kelompok radikal dalam mendoktrin generasi muda, misalnya dikotomi hukum negara dan agama.
Dari simulasi tersebut didapati ada mahasiswa yang memiliki pemahaman takfiri. Menyikapi hal itu, mantan Kabagbanops Densus 88 Polri ini berpendapat bahwa mahasiswa sangat rentan disusupi paham radikal karena masih memiliki kontrol emosi labil yang sangat berpotensi untuk dilakukan radikalisasi.
“Bayangkan saja kalau mereka selalu rutin mendengar dan melihat konten-konten di dunia maya tentang pemahaman radikal, itu akan tertanam dari pikiran dan alam bawah sadarnya," kata Nurwakhid.
Menurutnya, ideologi radikal terorisme tidak bisa dilihat, tapi hanya bisa dirasakan, dan paham ini sangat berbahaya seperti virus yang potensial pada setiap individu manusia. Nurwakhid menerangkan, terorisme tidak ada kaitannya dengan agama apapun karena tidak ada satu agamapun yang membenarkan semua tindakannya.
"Namun ini terkait dengan pemahaman dan cara beragama yang salah dan menyimpang dari oknum umat beragama," tutur dia.
Vaksinasi ideologi
<!--more-->
Setelah mempraktekkan cara indoktrinasi kelompok radikal terorisme, Nurwakhid juga melakukan vaksinasi paham radikal terorisme dengan cara melakukan rehabilitasi ideologis. Pancasila, disebutnya, merupakan vaksin ideologi terbaik dalam melakukan moderasi kebangsaan dan keagamaan untuk menangkal virus radikalisme.
“Setelah mereka merasakan sudah tersusupi paham itu, baru kita berikan vaksinasi pembangunan wawasan keagamaan dan wawasan kebangsaan sebagai vaksin ideologi,” kata Nurwakhid.
Terorisme merupakan kejahatan kemanusiaan yang memiliki dimensi yang cukup kompleks. Karena itulah, kata Nurwakhid, upaya penanggulangan terorisme harus dilakukan oleh seluruh komponen bangsa melalui pendekatan perlawanan semesta.
"BNPT sebagai lembaga nonkementerian yang bertugas merumuskan kebijakan, mengimplementasikan, dan mengkoordinasikan penanggulangan radikalisme dan terorisme melibatkan seluruh stakeholder terkait serta seluruh elemen masyarakat dengan program dan strategi Pentahelix dari Bapak Kepala BNPT," tutur dia.
Melalui pendekatan ini upaya penanggulangan terorisme diarahkan untuk melibatkan seluruh kementerian, lembaga, akademisi, pengusaha dan civil society. Saat ini payung hukum belum menyentuh pada pelarangan ideologi yang mendorong terorisme.
Karena itu Nurwakhid mengajak generasi muda dari kalangan akademisi sebagai agen perubahan untuk ikut terlibat secara militan dengan aktif menyebarkan konten positif, toleransi dan cinta tanah air baik di dunia nyata maupun di dunia maya. Nurwakhid mengaku yakin para mahasiswa berpotensi untuk mengembangkan wawasan nasionalisme.
"Karena yang kita hadapi ini ideologi radikalisme, ideologi transnasional, maka kontra ideologi transnasional adalah ideologi nasionalisme," ujar dia.