Kepala Daerah Kena OTT KPK Tak Kapok Korupsi, Eks Ketua WP KPK Ungkap Sebabnya

Reporter

Tempo.co

Sabtu, 22 Januari 2022 16:20 WIB

Seorang pegawai KPK Yudi Purnomo berjalan keluar sambil membawa peralatan pribadi dari meja kerjanya di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Kamis 16 September 2021. KPK memberhentikan 57 pegawai yang tidak lulus Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) saat alih status menjadi ASN per 30 September 2021. ANTARA FOTO/Fakhri Hermansyah

TEMPO.CO, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah melakukan empat kali Operasi Tangkap Tangan (OTT) pada awal 2022. Tiga tersangka OTT KPK di antaranya menjabat sebagai kepala daerah, yaitu Bupati Penajam Paser Utara, Bupati Langkat, Wali Kota Bekasi. Ketiganya, disangka menerima suap terkait proyek pengadaan barang dan jasa.

Menanggapi hal tersebut, Mantan Ketua Wadah Pegawai (WP) KPK, Yudi Purnomo Harahap mengatakan, apabila sudah ada tiga kepala daerah yang tertangkap tangan melakukan tindakan korupsi harusnya yang lain juga sudah kapok. Namun, kenyataan di lapangan tidak demikian.

“Secara logika, ketika ada teman sejawatnya yang dicokok KPK, kan harusnya kapok gitu ya. Tetapi kemudian mereka tetap ada, tetap korupsi, tetap menerima suap,” ujar Yudi melalui kanal Youtube-nya yang dirilis pada Kamis, 20 Januari 2022.

Menurut Yudi, para kepala daerah yang melakukan korupsi sejatinya dilatarbelakangi oleh niat jahat. Lalu, didukung dengan adanya persekongkolan dan celah anggaran. Misalnya, ketika suatu daerah berencana mengadakan proyek pembangunan infrastruktur, maka disitulah kepala daerah mengincar karena ada uangnya.

Guna memuluskan niat jahat korupsi dari proyek pembangunan itu, kata Yudi, sistem pembayaran harus dilakukan di muka atau sebelum proyek dijalankan. Bila dibayar di akhir, kepala daerah khawatir akan pengusaha yang tidak melunasi, rugi, hingga terhimpit hutang.

Advertising
Advertising

“Nah di situlah celahnya, Bupati atau Wali kota akan lebih leluasa memainkan anggaran bila dibayar di depan. Terserah nanti proyeknya seperti apa, apakah sesuai spek atau tidak, ya tentu tak dipedulikan oleh mereka karena uang sudah masuk,” kata Yudi.

Pada praktiknya, misalnya sebuah proyek memiliki anggaran 25 miliar. Suap yang diterima kepala daerah dari penguasa taruhlah 10 persennya. Sisanya, digunakan untuk menjalankan proyek, dan tentunya diatur kembali oleh kepala daerah guna mengambil keuntungan lebih.

Yudi menuturkan bahwa aski jahat yang biasanya dilakukan koruptor adalah dengan menekan harga semua bahan material yang digunakan. Dengan kata lain, mengorbankan spek yang seharusnya dipakai. Hal itu dilakukan bukan tanpa bantuan, melainkan melibatkan persekongkolan dengan pejabat di bawah kepala daerah tersebut.

“Bupati atau Wali Kota mengarahkan kepada anak buahnya bahwa yang menang adalah pengusaha X dengan rincian anggaran yang sudah diutak-atik. Biasanya, anak buahnya tidak berani melawan karena memang birokrasi itu up-down, meski sistemnya sudah bagus,” ujar Yudi.

Yudi berharap agar kepala daerah berhenti untuk melakukan tindak pidana korupsi. Dia menyayangkan, di situasi sulit karena pandemi seharusnya mereka memprioritaskan kesadarannya kepada kesejahteraan rakyatnya, alih-alih merampas uang rakyat.

“Masyarakat membutuhkan kepala daerah yang tidak korupsi, masyarakat ingin maju. Di tengah masa pendem ini kok masih saja korupsi. Nuraninya itu harus dikedepankan,” kata Yudi Purnomo Harahap.

HARIS SETYAWAN

Baca: Daftar 3 Kepala Daerah yang Terjaring OTT KPK pada Awal 2022

Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram “Tempo.co Update”. Klik https://t.me/tempodotcoupdate untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram terlebih dahulu.

Berita terkait

Dua Kali Mangkir dari Pemeriksaan KPK, Gus Muhdlor Jalani Sidang Praperadilan di PN Jaksel Hari Ini

1 jam lalu

Dua Kali Mangkir dari Pemeriksaan KPK, Gus Muhdlor Jalani Sidang Praperadilan di PN Jaksel Hari Ini

Pengadilan Negeri Jakarta Selatan menggelar sidang perdana praperadilan Bupati Sidoarjo Ahmad Muhdlor Ali atau Gus Muhdlor, Senin, 6 Mei 2024.

Baca Selengkapnya

Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor Sudah Dua Kali Mangkir, KPK: Penyidik Bisa Menangkap Kapan Saja

6 jam lalu

Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor Sudah Dua Kali Mangkir, KPK: Penyidik Bisa Menangkap Kapan Saja

Wakil Ketua KPK, Alexander Marwata mengatakan jemput paksa terhadap Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor tak perlu harus menunggu pemanggilan ketiga.

Baca Selengkapnya

Warga Panama Selenggarakan Pemilihan Umum

20 jam lalu

Warga Panama Selenggarakan Pemilihan Umum

Warga Panama pada Minggu, 5 Mei 2024, berbondong-bondong memberikan hak suaranya dalam pemilihan umum untuk memilih presiden

Baca Selengkapnya

Beredar Video Harvey Moeis Jalan-Jalan Meski Ditahan, Kuasa Hukum: Itu Nyebar Fitnah

1 hari lalu

Beredar Video Harvey Moeis Jalan-Jalan Meski Ditahan, Kuasa Hukum: Itu Nyebar Fitnah

Kuasa hukum Harvey Moeis dan istrinya Sandra Dewi, Harris Arthur Hedar, membantah kliennya berkeliaran di salah satu pusat pembelanjaan di Jakarta.

Baca Selengkapnya

Nurul Ghufron Permasalahkan Masa Daluwarsa Kasusnya, Eks Penyidik KPK: Akal-akalan

1 hari lalu

Nurul Ghufron Permasalahkan Masa Daluwarsa Kasusnya, Eks Penyidik KPK: Akal-akalan

Eks penyidik KPK, Yudi Purnomo Harahap, menilai Nurul Ghufron seharusnya berani hadir di sidang etik Dewas KPK jika merasa tak bersalah

Baca Selengkapnya

Dugaan Ekspor Nikel Ilegal sebanyak 5,3 Juta Ton ke Cina, KPK: Masih Cari Alat Bukti

1 hari lalu

Dugaan Ekspor Nikel Ilegal sebanyak 5,3 Juta Ton ke Cina, KPK: Masih Cari Alat Bukti

Wakil Ketua KPK, Alexander Marwata mengaku tidak mengetahui ihwal penyidik meminta Bea Cukai untuk paparan dugaan ekspor nikel ilegal ke Cina.

Baca Selengkapnya

Alexander Marwata Benarkan Pernyataan Nurul Ghufron Soal Diskusi Mutasi ASN di Kementan

2 hari lalu

Alexander Marwata Benarkan Pernyataan Nurul Ghufron Soal Diskusi Mutasi ASN di Kementan

Alexander Marwata mengaku membantu Nurul Ghufron untuk mencarikan nomor telepon pejabat Kementan.

Baca Selengkapnya

IM57+ Nilai Nurul Ghufron Panik

2 hari lalu

IM57+ Nilai Nurul Ghufron Panik

Nurul Ghufron dinilai panik karena mempermasalahkan prosedur penanganan perkara dugaan pelanggaran etiknya dan menyeret Alexander Marwata.

Baca Selengkapnya

KPK Bilang Kasus SYL Berpotensi Meluas ke TPPU, Apa Alasannya?

2 hari lalu

KPK Bilang Kasus SYL Berpotensi Meluas ke TPPU, Apa Alasannya?

Menurut KPK, keluarga SYL dapat dijerat dengan hukuman TPPU pasif jika dengan sengaja turut menikmati uang hasil kejahatan.

Baca Selengkapnya

Seleksi CPNS Diminta Ditunda hingga Usai Pilkada, Rentan Menjadi Komoditas Politik

2 hari lalu

Seleksi CPNS Diminta Ditunda hingga Usai Pilkada, Rentan Menjadi Komoditas Politik

Ketua Ombudsman RI Mokhammad Najih menyarankan agar rekrutmen calon pegawai negeri sipil (CPNS) ditunda hingga Pilkada selesai.

Baca Selengkapnya