Ruhana Kuddus. Faktor Pendorong Perjuangan Emansipasi
Reporter
Tempo.co
Editor
Endri Kurniawati
Selasa, 9 November 2021 11:01 WIB
TEMPO.CO. Jakarta - 8 November 2019, Tokoh Wanita asal Sumatera Barat Ruhana Kuddus, resmi mendapatkan gelar sebagai Pahlawan Nasional dari Pemerintah di Komplek Kepresidenan Istana Negara Jakarta. Jurnalis Wanita Pertama Indonesia sekaligus pendiri Sekolah Kerajinan Amai Setia (KAS) pada 1911 di Koto Gadang, Bukittinggi ini diakui sumbangannya bagi negara. Google menjadikan Ruhana doodle
pada Selasa, 8 November 2021.
Ruhana digelari Pahlawan Nasional berkat perannya dalam mendorong gerakan emansipasi atau kesetaraan hak wanita di masanya, terutama di bidang pendidikan di Minangkabau. Ada beberapa faktor pendorong Ruhana dalam memperjuangkan kesetaraan pendidikan. Journal of Gender Studies Vol. 03, No. 02, Juli – Desember 2019 menyatakan alasan Rohana begitu gigih dalam memperjuangkan kesetaraan pendidikan perempuan di Minangkabau, di antaranya adalah:
1. Nilai Agama
Rosniati Hakim, dalam Journal of Gender Studies, Vol. 1 No. 2 Tahun 2011, Pendidikan Sumatera Barat Berwawasan Gender: Lintas Sejarah Tahun 1890-1945, mengungkapkan alasan pendorong Ruhana dalam memperjuangkan kesetaraan gender di bidang pendidikan didorong oleh faktor nilai agama. Dalam agama Islam, umatnya diperintahkan untuk menuntut ilmu, dan wajib hukumnya bagi kaum muslimin dan muslimat. Islam memberi hak kepada perempuan dengan hak yang sama dengan laki-laki sepanjang hak itu tidak merusak akhlak dan budi pekerti. Agama Islam tidak pernah mengekang perempuan untuk mendapatkan ilmu pengetahuan. Justru sebaliknya, Agama Islam mendorong manusia untuk mendapatkan ilmu pengetahuan melalui pendidikan.
2. Nilai dari Barat
Mursidah dalam Journal of Gender Studies Vol. 4 No. 1 Tahun 2012 Gerakan Organisasi Perempuan Indonesia dalam Bingkai Sejarah, menyebutkan faktor pendorong perjuangan Ruhana menyetarakan pendidikan bagi kaum perempuan tak lepas dari munculnya ide feminisme di berbagai belahan dunia. Melansir laman
inlis.kemenpppa.go.id dalam 100 Great Women-Suara Perempuan yang Menginspirasi Dunia, ide feminisme pertama muncul atas aksi Susan B. Anthony, Elizabeth Cady Stanton dan Marry Wollstonecraft untuk bangsa dan dunia yang telah tercatat dalam sejarah sebagai awal dari gerakan perempuan di dunia pada tahun 1800-an.<!--more-->
Di Indonesia, gerakan feminisme ditularkan Pemerintah Kolonial Belanda melalui surat menyurat Raden Ajeng Kartini dengan orang Eropa. Raden Ajeng Kartini berguru cara untuk memajukan kaum perempuan Indonesia, terutama kampung halamannya, di Minangkabau, Rohana Kuddus adalah pelopornya.
3. Nilai Sosial
Anwar Djaelani dalam bukunya 50 Pendakwah Pengubah Sejarah, menuliskan, Rohana hidup dalam tatanan adat istiadat dan ajaran nenek moyang yang membelenggu. Namun, kondisi ekonomi ayahnya yang cukup baik dan memiliki hobi membaca, membuat Ruhana mengetahui banyak hal di luar rumah melalui membaca koleksi buku, majalah dan surat kabar milik sang ayah.
Kesempatan membaca tak hanya ingin dinikmati Ruhana sendiri. Ia yang sudah lancar baca tulis berkat didikan ayahnya, ingin agar seluruh teman-temannya bisa memperoleh kesempatan yang sama seperti dirinya. Maka muncullah gerakan membagikan apa yang dimilikinya kepada teman-teman sebayanya.
Tamar Djaja dalam bukunya Rohana Kudus Srikandi Indonesia Riwayat Hidup dan Perjuangannya, mengungkapkan, setiap pagi Ruhana mengajak teman-teman untuk main ke rumahnya. Di serambi depan rumah, Ruhana kecil membacakan majalah dan buku-buku sambil melatih mereka untuk mengeja, hingga anak-anak seusianya pandai membaca.
Menjadi seorang guru kecil dilakukan Ruhana dalam keadaan yang amat sederhana. Ia mengajar tanpa bangku dan meja, semua temannya duduk bersila. Ruhana Kuddus tak memungut imbalan sedikit pun dari kerja mengajar itu.
Baca: Ruhana Kuddus, Wartawati dan Guru Tanpa Sekolah Formal
HENDRIK KHOIRUL MUHID | EK