KOMPAKS Kritik Draf RUU PKS Terbaru: Khawatirkan Jaminan Hak Korban Hilang

Reporter

Dewi Nurita

Sabtu, 4 September 2021 13:23 WIB

Aktivis saat meletakkan sepatu dalam aksi diam 500 langkah awal sahkan RUU PKS di depan Gedung DPR RI, Jakarta, Rabu, 25 November 2020. Dalam aksi tersebut mereka menyusun Sebanyak 500 lebih pasang sepatu sebagai bentuk simbolisasi dukungan untuk mendorong DPR RI mengesahkan Rancangan Undang-Undang (RUU) Penghapusan Kekerasan Seksual (PKS). TEMPO/M Taufan Rengganis

TEMPO.CO, Jakarta - Koalisi Masyarakat Sipil Antikekerasan Seksual (KOMPAKS) menyampaikan sejumlah kritik terhadap draf terbaru rancangan undang-undang Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU PKS). Draf ini dibahas dalam rapat pleno penyusunan draf RUU PKS yang digelar Badan Legislasi DPR RI, Senin, 30 Agustus 2021.

Pertama, KOMPAKS mengkritik perubahan judul draf yang semula RUU Penghapusan Kekerasan Seksual diganti menjadi RUU Tindak Pidana Kekerasan Seksual. Menurut KOMPAKS, terminologi 'penghapusan' memuat elemen-elemen penting penanganan kekerasan seksual secara komprehensif yang bertujuan menghapus kekerasan seksual.

"Sementara RUU Tindak Pidana Kekerasan Seksual versi Baleg DPR RI, sesuai dengan namanya, menitikberatkan pada penindakan tindak pidana sehingga mengabaikan unsur kepentingan korban seperti pemulihan, perlindungan, dan akses terhadap keadilan secara umum," kata perwakilan KOMPAKSNaila dalam keterangannya, Sabtu, 4 September 2021.

Selanjutnya, KOMPAKS menyoroti substansi mengenai jaminan hak, pemulihan, dan perlindungan korban kekerasan seksual. Naila menyebut, pada draf RUU Tindak Pidana Kekerasan Seksual versi Baleg DPR RI, ketentuan hak korban hanya disebutkan pada bagian ketentuan umum yakni pasal 1 angka 12.

Bunyinya; Hak korban adalah hak atas penanganan, perlindungan, dan pemulihan yang didapatkan, digunakan, dan dinikmati oleh korban, dengan tujuan mengubah kondisi korban yang lebih baik, bermartabat, dan sejahtera yang berpusat pada kebutuhan dan kepentingan korban yang multidimensi, berkelanjutan, dan partisipatif.

Advertising
Advertising

"Tidak ada pengaturan lebih lanjut terkait pemenuhan hak korban atas penanganan, perlindungan, dan pemulihan. Hal ini dapat menghilangkan jaminan pemenuhan hak korban selama proses peradilan pidana," ujar Naila.

Selanjutnya, KOMPAKS juga mengkritik penghapusan sejumlah ketentuan, di antaranya; Ketentuan Tindak Pidana Perkosaan, Pemaksaan Perkawinan, Pemaksaan Pelacuran, Pemaksaan Aborsi, Penyiksaan Seksual, dan Perbudakan Seksual.

Draf teranyar hanya mengatur lima jenis tindak pidana kekerasan seksual. Pertama, jenis tindak pidana pelecehan seksual. Kedua, pemaksaan memakai alat kontrasepsi. Ketiga, pemaksaan hubungan seksual. Keempat, eksploitasi seksual. Kelima, tindak pidana kekerasan seksual yang disertai dengan perbuatan pidana lain.

KOMPAKS juga mengkritik penghalusan definisi perkosaan menjadi pemaksaan hubungan seksual dalam Pasal 4 draf RUU Tindak Pidana Kekerasan Seksual versi Baleg DPR RI. "Upaya penghalusan bahasa/eufemisme kata perkosaan merupakan suatu sesat pikir (logical fallacy)," ujar Naila.

Selain itu, KOMPAKS juga mengkritik kosongnya pengaturan untuk penanganan korban kekerasan seksual dengan disabilitas dan juga kosongnya pengaturan kekerasan seksual berbasis online (KBGO)

"Padahal berdasarkan publikasi SAFEnet, terdapat 620 laporan kasus KBGO yang dilaporkan kepada SAFEnet selama tahun 2020. Jumlah laporan tersebut merupakan hasil peningkatan sebesar sepuluh kali lipat dibandingkan tahun 2019," ujar Naila.

Senin lalu, Badan Legislasi DPR RI telah menggelar rapat pleno penyusunan draf RUU PKS. Agendanya,
agenda mendengarkan pemaparan tim ahli atas penyusunan draf awal RUU PKS yang terdiri atas 11 bagian atau bab dan 40 pasal.

Tim Ahli Baleg DPR RI Sabari Barus, menjelaskan, alasan kata "Penghapusan" di judul draf RUU tentang PKS dihapus dan diganti dengan "Tindak Pidana" karena mengambil pendekatan hukum bahwa kekerasan seksual merupakan Tindakan Pidana Khusus.

“Dari aspek judul, sesuai dengan pendekatan, maka kekerasan seksual dikategorikan sebagai tindak pidana khusus. Sehingga judul sebaiknya menjadi RUU tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual,” ujar Barus.

Menurutnya, kata "Penghapusan" juga terkesan sangat abstrak dan mutlak, karena penghapusan berarti hilang sama sekali. "Ini sesuatu yang mustahil dicapai di dunia ini. Penggunaan judul tindak pidana akan lebih memudahkan penegak hukum dalam melakukan tugasnya menentukan unsur pidana terhadap pelaku kekerasan seksual," ujar Barus.


DEWI NURITA

Baca: RUU PKS, LBH Soroti Dihapusnya Pidana Perbudakan Seksual dan Pemaksaan Kawin

Berita terkait

Ketua KPU Hasyim Asy'ari Dilaporkan untuk Dugaan Asusila, Apa yang Masuk Kategori Pelecahan Seksual?

13 hari lalu

Ketua KPU Hasyim Asy'ari Dilaporkan untuk Dugaan Asusila, Apa yang Masuk Kategori Pelecahan Seksual?

Ketua KPU Hasyim Asy'ari telah dilaporkan ke DKPP atas dugaan asusila terhadap seorang perempuan anggota PPLN. Ini aturan pidana pelecehan seksual.

Baca Selengkapnya

Kiai Abal-Abal Pemerkosa Santri di Semarang Divonis 15 Tahun Bui, Mantan Jamaah Harap Laporan Penggelapan Uang Segera Diusut

17 hari lalu

Kiai Abal-Abal Pemerkosa Santri di Semarang Divonis 15 Tahun Bui, Mantan Jamaah Harap Laporan Penggelapan Uang Segera Diusut

Muh Anwar, kiai abal-abal Yayasan Islam Nuril Anwar serta Pesantren Hidayatul Hikmah Almurtadho divonis penjara 15 tahun kasus pemerkosaan santri.

Baca Selengkapnya

Bercanda Soal Kekerasan Seksual, Ivan Gunawan Akui Salah dan Minta Maaf

21 hari lalu

Bercanda Soal Kekerasan Seksual, Ivan Gunawan Akui Salah dan Minta Maaf

Ivan Gunawan mengunggah video pada Ahad petang ini untuk meminta maaf atas candaan kekerasan seksual yang dilontarkannya.

Baca Selengkapnya

Panen Hujatan Usai Buat Candaan Kekerasan Seksual, Ivan Gunawan: Tarik Napas Dalam-dalam

22 hari lalu

Panen Hujatan Usai Buat Candaan Kekerasan Seksual, Ivan Gunawan: Tarik Napas Dalam-dalam

Ivan Gunawan menuai hujatan tajam usai membuat lelucon tentang kekerasan seksual yang melibatkan Saipul Jamil.

Baca Selengkapnya

Kecanduan Pornografi Meningkat sejak Pandemi, Begini Kata Pakar

24 hari lalu

Kecanduan Pornografi Meningkat sejak Pandemi, Begini Kata Pakar

Kecanduan pornografi meningkat di masa pandemi Covid-19 bahkan anak yang masih kecil pun sudah terpapar.

Baca Selengkapnya

BEM UI Kritik Penganiayaan TNI Terhadap Warga Papua, Dibalas Serbuan Tantangan KKN di Wilayah KKB Papua

28 hari lalu

BEM UI Kritik Penganiayaan TNI Terhadap Warga Papua, Dibalas Serbuan Tantangan KKN di Wilayah KKB Papua

Ini berawal saat BEM UI mengunggah kritik yang menyoroti kasus penganiayaan warga di Papua oleh aparat.

Baca Selengkapnya

13 Anggota Satgas PPKS UI Mundur, Apa Tugas dan Wewenang PPKS di Perguruan Tinggi?

31 hari lalu

13 Anggota Satgas PPKS UI Mundur, Apa Tugas dan Wewenang PPKS di Perguruan Tinggi?

13 anggota Satgas PPKS UI mengundurkan diri. Bagaimana tugas dan wewenang PPKS perguruan tinggi tangani kekerasan seksual di lingkungan kampus?

Baca Selengkapnya

13 Anggota Satgas PPKS UI Kompak Mundur, Ini Alasannya

32 hari lalu

13 Anggota Satgas PPKS UI Kompak Mundur, Ini Alasannya

Ketua Satgas PPKS UI Manneke Budiman menegaskan bahwa pernyataan pengunduran diri tersebut telah disepakati semua anggota.

Baca Selengkapnya

Kiai Abal-Abal Pelaku Kekerasan Seksual Terhadap Santri di Semarang Dituntut 15 Tahun Penjara

38 hari lalu

Kiai Abal-Abal Pelaku Kekerasan Seksual Terhadap Santri di Semarang Dituntut 15 Tahun Penjara

Bayu Aji Anwari, pimpinan Yayasan Islam Nuril Anwar Kota Semarang dituntut 15 tahun penjara. Didakwa melakukan kekerasan seksual terhadap 6 santri.

Baca Selengkapnya

MK Hapus Pasal Pencemaran Nama Baik, SAFEnet: Bentuk Pengakuan Banyak Kriminalisasi Selama Ini

43 hari lalu

MK Hapus Pasal Pencemaran Nama Baik, SAFEnet: Bentuk Pengakuan Banyak Kriminalisasi Selama Ini

MK menghapus Pasal 14 dan Pasal 15 UU No 1 Tahun 1946 dan Pasal 310 ayat 1 KUHP tentang pencemaran nama baik

Baca Selengkapnya