Gejayan Memanggil Gelar Lomba Mural Dibungkam, Sindir Aparat dan Baliho Politik
Reporter
Budiarti Utami Putri
Editor
Ali Akhmad Noor Hidayat
Kamis, 26 Agustus 2021 03:35 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Penghapusan mural bernada kritik terhadap pemerintah marak terjadi dalam kurun Juli-Agustus 2021. Satuan Polisi Pamong Praja atau Kepolisian mengecat ulang tembok-tembok yang menjadi kanvas karya seni jalanan itu serta mencari para seniman pembuatnya.
Merespons serangkaian peristiwa ini, akun media sosial Gejayan Memanggil pun mengumumkan 'Lomba Mural Dibungkam'. Karya yang dihapus aparat akan mendapat penilaian lebih dalam sayembara yang berlangsung sejak 23 hingga 31 Agustus 2021 ini.
"Perlombaan ini respons terhadap situasi makin reaktifnya aparat saat ini," kata Humas Gejayan Memanggil yang meminta disebut sebagai Mimin Muralis, kepada Tempo pada Rabu malam, 25 Agustus 2021.
Mimin mengatakan, lomba ini menjadi ruang bagi masyarakat yang cemas dan marah dengan kebijakan pemerintah, khususnya dalam penanganan pandemi Covid-19 sekarang. Masyarakat, kata dia, berhak menyatakan ekspresi mereka atas persoalan yang dihadapi di tengah pagebluk ini.
Mimin pun menyebut aparat tak semestinya bertindak sewenang-wenang menyikapi mural-mural yang mengkritik pemerintah. Ia merujuk pada tindakan polisi mencari-cari pembuat mural, seperti yang terjadi terhadap pembuat mural Jokowi '404: Not Found' dan 'Tuhan Aku Lapar' di Tangerang, Banten.
Aparat sempat memburu pembuat mural '404: Not Found' lantaran dinilai memuat penghinaan terhadap lambang negara. Menurut Mimin, ini menandakan ketidakpahaman aparat terhadap hukum, sebab presiden bukanlah lambang negara. Pasal penghinaan itu pun merupakan delik aduan dan harus oleh orang yang bersangkutan.
"Selain tidak tahu hukum, sifatnya sudah otoriter tetapi tak mau mengakui," ujar Mimin.
<!--more-->
Mimin mengatakan mural sebenarnya memiliki sejarah panjang dalam kebudayaan dan perjuangan masyarakat Indonesia. Ia mengatakan, setelah pembacaan teks proklamasi pada 17 Agustus 1945, banyak pemuda-pemuda yang langsung menulis di tembok-tembok untuk mewartakan kemerdekaan Indonesia.
Gejayan Memanggil lantas ingin mengadopsi semangat 17 Agustus 1945 ke situasi hari-hari ini. Apalagi, saat ini bertepatan dengan bulan Agustus alias bulan kemerdekaan Indonesia.
"Dari sisi historis, bahkan sebelum Indonesia berdiri yang sifatnya mural itu hadir di tengah masyarakat, secara kebudayaan dan secara perjuangan," kata dia.
Selain sebagai respons terhadap pemberangusan kebebasan berpendapat oleh aparat, Mimin mengatakan 'Lomba Mural Dibungkam' ini sekaligus melawan narasi baliho para politikus.
Mimin mencontohkan baliho-baliho Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto dan Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Puan Maharani yang marak bertebaran di banyak daerah. Ia menyebut mural dan baliho politik menunjukkan kontras antara suara rakyat dan suara kaum oligarki.
"Baliho itu kan sifatnya bayar. Artinya ada pembelahan suara kaum tertindas atau rakyat dan kelas atas yang bisa sewa baliho. Seperti Airlangga dan Puan banner-nya di mana-mana, entah pesannya apa," ujarnya.
<!--more-->
Untuk mengikuti 'Lomba Mural Dibungkam' ini, muralis dapat mengunggah foto karya mereka di akun Instagram serta menandai (tag) akun @gejayanmemanggil. Lantas, melakukan konfirmasi dengan mengirim pesan (direct message) dengan kode "Lomba Dibungkam".
Ada sejumlah kriteria penilaian dalam memilih pemenang. Yakni keberanian dalam pemilihan lokasi yang strategis; semangat melawan lewat apa yang tertuang dalam karya; tidak menyinggung SARA; diapresiasi masyarakat; hingga dihapus atau tidaknya karya tersebut oleh aparat.
"Yang paling dominan itu kalau sampai dihapus, itu kandidat (pemenang). Karena kalau sampai dihapus artinya dianggap mengancam," ujar Mimin.
Pemenang 'Lomba Mural Dibungkam' akan mendapatkan hadiah berupa eksposur. Akun utama pemenang akan diikuti oleh Gejayan Memanggil--yang saat ini tak mengikuti satu pun akun lain--selama satu pekan.
Hadiah lainnya berupa merchandise dari Gejayan Memanggil serta kemungkinan karya mereka dipasarkan dengan pembagian keuntungan. Sebesar 50 persen hasil penjualan untuk pemenang, setengahnya lagi disalurkan untuk gerakan #rakyatbanturakyat.
Mimin mengatakan sejumlah pihak juga berniat menyumbangkan barang, seperti buku atau kaus, untuk hadiah bagi pemenang. Hingga saat ini, dia mengimbuhkan, muralis-muralis dari sejumlah daerah seperti Jakarta, Bogor, Semarang, hingga Malang sudah mengirimkan foto karya mereka.
"Kami memantik teman-teman untuk berani menyatakan suara kecemasan atau kemarahannya di tembok-tembok karena ini bagian dari kebebasan berekspresi," kata Mimin.
BACA: Tak Pupus Mural Dihapus, Hapoes Korupsi Bukan Muralnya
BUDIARTI UTAMI PUTRI