Selama Pandemi, Ada Tambahan 15 Daerah Buat Peraturan Kawasan Tanpa Rokok

Reporter

Tempo.co

Senin, 23 Agustus 2021 16:11 WIB

Sosialisasi peraturan daerah Kawasan Tanpa Rokok di Malioboro, Yogyakarta, pada awal 2020. TEMPO | Pribadi Wicaksono

TEMPO.CO, Jakarta - Jumlah daerah yang memiliki peraturan mengenai Kawasan Tanpa Rokok atau KTR sejak pandemi bertambah 15 kabupaten/kota. “Perlu diapresiasi walaupun dalam situasi pandemi, semua fokus buat menangani Covid-19, tapi ada kemauan dari kabupaten/kota untuk membuat aturan KTR di daerahnya,” kata Lily S. Sulistyowati, konsultan Union dalam webinar yang digelar Adinkes pada Senin, 23 Agustus 2021 yang bertema Lokakarya Penyusunan Kebijakan Regulari KTR untuk 147 daerah/kota.

Adinkes adalah Asosiasi Dinas Kesehatan. Adapun Union adalah organisasi nonprofit di tingkat dunia yang berdiri sejak 1920 yang berfokus pada isu kesehatan terutama pemberantasan penyakit tubercolusis dan paru,

Menurut mantan Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular Kementerian Kesehatan itu, sejak keharusan daerah membuat aturan KTR mulai diberlakukan pada 2009, total sudah ada 375 kabupaten/kota yang membuat regulasi itu. “Kita masih ada PR sebanmyak 147 daerah lagi yang belum membuat aturan KTR,” ujarnya.

Selama ini, kata Lily, pengembangan jumlah regulasi KTR bukan perkara mudah. “Terkadang mau buat Perda Kawasan Tanpa Rokok tapi kepala dinasnya atau bupati atau wali kotanya perokok, biasanya akan ogah-ogahan daerahnya membuat regulasi KTR. Bisa juga anggota Dewannya, malah mengajak merokok bareng,” katanya. “Seharusnya, meski dia perokok, ya tetap buat aturan demi kemaslahatan orang banyak karena ujungnya regulasi ini menurunkan prevalensi perokok pemula,” kata Lily.

Jika merujuk pada Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional atau RPJMN, pemerintah menargetkan pada 2024 seluruh daerah sudah harus memiliki perda atau aturan yang menerapkan KTR. “Harus ada political will di setiap daerah untuk membuat aturan Kawasan Tanpa Rokok,” katanya.

Advertising
Advertising

Union membuat data mengenai perjalanan Kawasan Tanpa Rokok. Foto: Union.

Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular Cut Putri Ariani mengatakan, keharusan membuat Perda atau aturan KTR itu diamanatkan oleh UU Kesehatan Nomor 36 Tahun 2009. Menurut dia, konsumsi rokok perlu dikendalikan karena rokok menjadi faktor risiko penyakit tidak menular, seperti jantung jantung, hipertensi, kanker, paru kronis, tubercolusis, dan diabetes melitus.

Rokok, kata dia, menimbulkan kematian yang mengakibatkan tingginya biaya kesehatan. “Penyakit tidak menular mengambil proporsi yang sangat besar dalam pembiayaan Jaminan Kesehatan Nasional atau JKN. Bahkan di masa pandemi Covid-19, kematian karena covid tertinggi disebabkan penyakit komorbid yang berkaitan dengan perilaku merokok.

Peneliti dari Pusat Kajian Penyakit Tidak Menular dan Pengendalian Bahaya Rokok Universitas Udayana, Ketut Suarjana menuturkan, Kawasan Tanpa Rokok diperlukan lantaran selama ini, banyak yang terpapar asap rokok orang lain. Dia menyatakan tidak ada batas aman dari paparan asap rokok orang lain.

Penelitian terbaru, kata Suarjana, menunjukkan ada risiko perokok ketiga atau third hand smoker, yakni terpapar residu asap rokok dari ruangan yang pernah dipakai ahli hisap. “Bahkan seorang epidemiolog dari Inggris, Sir Richard Doll menyatakan satu jam di sebuah ruangan bersama perokok, hampir seratus kali lebih berisiko menyebabkan kanker paru-paru daripada 20 tahun tinggal di Gedung yang menggunakan asbes,” ujarnya.

Menurut Suarjana, paparan asap rokok dalam jangka panjang maupun pendek. Dalam jangka pendek, asap rokok orang lain bisa mengakibatkan iritasi mata, tenggorokan, menyebabkan batuk, dan infeksi saluran pernapasan. “Hanya terpapar asap rokok selama 30 menit bisa mempengaruhi aliran darah ke jantung,” katanya.

Dalam jangka panjang, paparan asap rokok bisa menyebabkan risiko kanker paru, kanker tenggorokan, kanker kandung kemih, dan jantung koroner seperti risiko yang dialami perokok aktif.

Menurut dia, penerapan Kawasan Tanpa Rokok atau KTR 100 persen itu menjadi solusi yang bisa melindungi masyarakat dari paparan asap rokok orang lain. “Elemen 100 persen KTR adalah larangan merokok, memproduksi rokok, larangan iklan, promosi, sponsor, dan display rokok di ritel,” ujarnya.

Baca juga: Cara Kota Yogyakarta Jadi Kawasan tanpa Rokok: Mau Merokok, Silakan ke Kuburan

Berita terkait

Polres Jayapura Tangkap Ceria yang Jual Sabu di Diaper MamyPoko

6 hari lalu

Polres Jayapura Tangkap Ceria yang Jual Sabu di Diaper MamyPoko

Polisi menangkap perempuan berinisial SJ alias Ceria, 43 tahun, karena menjual narkotika jenis sabu.

Baca Selengkapnya

Persetujuan Baru Soal Penularan Wabah Melalui Udara dan Dampaknya Pasca Pandemi COVID-19

7 hari lalu

Persetujuan Baru Soal Penularan Wabah Melalui Udara dan Dampaknya Pasca Pandemi COVID-19

Langkah ini untuk menghindari kebingungan penularan wabah yang terjadi di awal pandemi COVID-19, yang menyebabkan korban jiwa yang cukup signifikan.

Baca Selengkapnya

Pasca Pandemi, Gaya Belanja Offline Tetap Digemari Masyarakat

10 hari lalu

Pasca Pandemi, Gaya Belanja Offline Tetap Digemari Masyarakat

Riset menyatakan bahwa preferensi konsumen belanja offline setelah masa pandemi mengalami kenaikan hingga lebih dari 2 kali lipat.

Baca Selengkapnya

Operator Kereta Deutsche Bahn di Jerman Akan Melarang Merokok Ganja di Area Stasiun

11 hari lalu

Operator Kereta Deutsche Bahn di Jerman Akan Melarang Merokok Ganja di Area Stasiun

Operator kereta di Jerman Deutsche Bahn (DB) mengumumkan melarang merokok ganja di area-area stasiun per 1 Juni 2024.

Baca Selengkapnya

Pakta Konsumen Nasional Minta Pemerintah Penuhi Hak Konsumen Tembakau

13 hari lalu

Pakta Konsumen Nasional Minta Pemerintah Penuhi Hak Konsumen Tembakau

Pakta Konsumen Nasional meminta pemerintah untuk memenuhi hak konsumen tembakau di Indonesia.

Baca Selengkapnya

Prof Tjandra Yoga Aditama Penulis 254 Artikel Covid-19, Terbanyak di Media Massa Tercatat di MURI

15 hari lalu

Prof Tjandra Yoga Aditama Penulis 254 Artikel Covid-19, Terbanyak di Media Massa Tercatat di MURI

MURI nobatkan Guru Besar Pulmonologi dan Kedokteran Respirasi Fakultas Kedokteran UI, Prof Tjandra Yoga Aditama sebagai penulis artikel tentang Covid-19 terbanyak di media massa

Baca Selengkapnya

Selama Libur Lebaran, Ratusan Wisatawan di Malioboro Ditegur Petugas Karena Merokok Sembarangan

15 hari lalu

Selama Libur Lebaran, Ratusan Wisatawan di Malioboro Ditegur Petugas Karena Merokok Sembarangan

Wisatawan banyak yang belum mengetahui bahwa Malioboro termasuk kawasan tanpa rokok sejak 2018.

Baca Selengkapnya

KAI Sebut Pengguna Commuter Line Mudik Lebaran Ini Tertinggi Pasca Pandemi Covid-19

25 hari lalu

KAI Sebut Pengguna Commuter Line Mudik Lebaran Ini Tertinggi Pasca Pandemi Covid-19

Pergerakan pengguna Commuter Line Jabodetabek juga masih terpantau di stasiun-stasiun yang terletak di kawasan pusat perbelanjaan atau sentra bisnis.

Baca Selengkapnya

Tersinggung Tak Diberi Utang, Pemuda di Kembangan Bakar Warung Rokok

26 hari lalu

Tersinggung Tak Diberi Utang, Pemuda di Kembangan Bakar Warung Rokok

Tersinggung tak boleh utang rokok, pelaku membakar warung dengan melempar botol bensin dan tisu yang telah dibakar.

Baca Selengkapnya

Pria di Medan Bunuh Ibu Kandung Gara-gara Kesal Diomeli karena Minta Uang Rokok

29 hari lalu

Pria di Medan Bunuh Ibu Kandung Gara-gara Kesal Diomeli karena Minta Uang Rokok

Wem Pratama, 33 tahun, warga Jalan Tuba 3, Kota Medan, membunuh ibu kandungnya, Megawati, 55 tahun dengan memukul dan menggorok leher.

Baca Selengkapnya