Tanggapi Isu Amandemen UUD 1945, Hatta Nilai Ada Sesat Pikir Soal PPHN
Reporter
Dewi Nurita
Editor
Aditya Budiman
Senin, 23 Agustus 2021 11:48 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Majelis Penasehat Partai Partai Amanat Nasional, Hatta Rajasa, mempertanyakan urgensi rencana amandemen UUD 1945 yang sedang digulirkan Majelis Permusyawaratan Rakyat. Hatta menyebut amandemen memang dimungkinkan secara konstitusi. Namun, ia menyatakan, tak setuju jika amandemen UUD 1945 hanya untuk menetapkan pokok-pokok haluan negara (PPHN).
"Katakanlah amandemen untuk membangkitkan kembali ruh GBHN dalam jasad politik baru bernama PPHN. Yang menggelitik, saya ingin bertanya adalah argumentasi yang diajukan selama ini. Sejak reformasi, pembangunan dikatakan seakan-akan tidak memiliki arah atau haluan. Apakah betul demikian? Apakah reformasi melakukan pembangunan tanpa arah? Jelas ini sesat pikir," ujar Hatta dalam acara perayaan ulang tahun ke-23 PAN, Senin, 23 Agustus 2021.
Hatta menuturkan memang Indonesia tidak lagi memiliki Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN) namun bukan berarti bangsa ini tidak memiliki arah pembangunan.
Menurut dia, Indonesia sudah memiliki UU Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional Tahun 2005-2025 yang saat ini sedang dievaluasi Bappenas untuk 2025-2050. "UU ini telah secara rinci mengatur arah dan sasaran target pembangunan Indonesia yang jauh lebih lengkap dari GBHN itu sendiri," ujar Hatta Rajasa.
Selain itu, lanjut dia, undang-undang tentang pemilihan presiden juga telah mengatur bahwa calon presiden dan calon wakil presiden dalam menyusun rencana program-program kerja saat menyampaikan janji kampanye juga harus mengacu pada Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional tersebut.
"Kemudian setelah presiden terpilih, janji tersebut akan menjadi rencana pembangunan jangka panjang. Oleh sebab itu, semua sangat runtun dan terstruktur dengan baik," tuturnya.
Oleh karena itu, Hatta mempertanyakan ke arah mana amandemen ini akan dilakukan. "Kemudian, siapa yang bisa menjamin perubahan hanya terbatas? Siapa yang bisa menjamin amandemen terbatas tidak menimbulkan kegaduhan baru?," ujarnya.
Terlebih, lanjut Hatta, rencana amandemen UUD 1945 ini juga bergulir seiring dengan munculnya isu jabatan presiden 3 periode dan perpanjangan masa jabatan presiden hingga 2027.
Di akhir pernyataannya, Hatta menegaskan amandemen sah-sah saja dilakukan. Namun, harus dengan tujuan dan penjelasan yang jelas. "Pertanyaan-pertanyaan tadi tentu menggelitik kita semua. Saya sungguh mengharapkan dewan pakar dan fraksi PAN bekerja keras agar kita tetap bisa melanjutkan agenda reformasi dan meluruskan penyalahgunaan reformasi," ujar Hatta.
Sebelumnya, Ketua MPR RI Bambang Soesatyo mengatakan belum dapat memastikan apakah PPHN akan ditetapkan melalui amandemen terbatas Undang-Undang Dasar 1945 atau diatur dalam undang-undang. Bentuk hukum PPHN, ujar dia, tergantung kepada dinamika politik yang ada.
Yang jelas, kata Bamsoet, MPR menginginkan adanya suatu haluan negara yang dapat memberikan arah pembangunan Indonesia ke depan. Ia mengklaim perencanaan visioner itu diperlukan untuk membaca tantangan zaman yang terus berkembang.
Menurut Bamsoet, arah pembangunan negara seperti yang tercantum dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) selama ini sangat bergantung pada visi misi presiden yang terpilih. Ia mengatakan, PPHN akan memastikan arah pembangunan itu tak berubah setiap kali terjadi pergantian kepemimpinan.
"Sehingga tidak setiap ganti pemimpin, setiap ganti presiden akan berganti haluan," ujar politikus Golkar ini dalam konferensi pers seusai peringatan Hari Konstitusi dan HUT MPR ke-76, Rabu, 18 Agustus 2021 di tengah isu amandemen UUD 1945.
Baca juga: Formappi Soroti Beda Sikap Golkar dan Bamsoet soal Amandemen UUD 1945
DEWI NURITA