Pakar Hukum Duga Ada Dua Motif Pendukung Ingin Jokowi 3 Periode
Reporter
Budiarti Utami Putri
Editor
Amirullah
Selasa, 22 Juni 2021 06:14 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Pakar hukum tata negara Bivitri Susanti menduga ada dua alasan yang dimiliki para pendukung masa jabatan presiden tiga periode. Pertama, dia menilai adanya kultus terhadap individu Presiden Joko Widodo atau Jokowi. Kedua, para pendukung itu tak ingin menghadapi ketidakpastian jika kepemimpinan berganti.
"Ada kecenderungan kultus individu dan tidak ingin menghadapi ketidakpastian karena hidupnya sudah nyaman," kata Bivitri kepada Tempo, Senin, 21 Juni 2021.
Bivitri mengatakan kecenderungan kultus individu ini terlihat dari hasil survei Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC) pada 21-28 Mei 2021. Dalam sigi yang dirilis Ahad kemarin itu, sebanyak 74 persen responden menyatakan ingin masa jabatan presiden dua periode tetap dipertahankan.
Namun, saat ditanya sikap jika Jokowi maju kembali sebagai capres di 2024, sebanyak 40,2 persen responden menyatakan setuju. SMRC menyebutkan temuan ini menandakan ada efek Jokowi yang menjadi variabel.
Menurut Bivitri, angka 74 persen menimbulkan optimisme karena banyak yang bisa berpikir demokratis soal pentingnya pembatasan masa jabatan presiden. Namun ketika disodori nama Jokowi yang sangat populer, kata dia, cara berpikir demokratis itu langsung runtuh.
"Selain itu, ada kecenderungan manusia tidak mau keluar dari zona nyamannya. Pasti ada ketidakpastian setiap ada pergantian presiden, entah hidup lebih baik atau lebih buruk," kata Bivitri.
Pengajar di Sekolah Tinggi Ilmu Hukum Jentera ini menduga, mereka yang sudah hidup nyaman akan cenderung tak ingin ada penggantian. Dia pun menyoroti profil responden survei SMRC yang tak terlihat jelas dari aspek pendapatan, kendati sebaran desa-kotanya hampir 50-50.
"Saya duga, kelas menengah ke atas yang mendominasi responden, apalagi suku Jawa 40 persen sendiri. Jadi angka yang turun mengkonfirmasi kecenderungan yang saya sebut di atas," kata Bivitri.
Bivitri pun menilai wacana tiga periode yang di antaranya diserukan oleh Direktur Eksekutif Indo Barometer Muhammad Qodari berbahaya. "Karena bisa mendorong masyarakat untuk berpikir ulang soal pembatasan kekuasaan, karena yang dikedepankan Jokowinya," ujar Bivitri.
Bivitri mengatakan setidaknya ada tiga bahaya perubahan masa jabatan presiden jadi tiga periode. Pertama, besarnya potensi penyalahgunaan kekuasaan. Kedua, terhambatnya regenerasi kepemimpinan. Dampak terakhir ialah terhambatnya inovasi dan kemajuan di Indonesia.