Sesat Pikir Penundaan RUU Perlindungan PRT

Reporter

Egi Adyatama

Editor

Amirullah

Rabu, 16 Juni 2021 13:04 WIB

Sejumlah ibu-ibu PRT, berunjuk rasa di tengah cuaca mendung. Bundaran HI, Jakarta, 8 Maret 2015. Mereka berharap dengan disahkan UU tentang PRT, memberikan jaminan upah layak dan keamanan kepada mereka. TEMPO/Dasril Roszandi

TEMPO.CO, Jakarta - Setelah 17 tahun berproses di Dewan Perwakilan Rakyat, nasib Rancangan Undang-Undang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (RUU Perlindungan PRT) tak kunjung disahkan. Penundaan demi penundaan terus dilakukan meski RUU PRT ini telah masuk Prolegnas.

Menggantungnya nasib RUU ini, dinilai tak terlepas dari masih adanya sesat pikir di antara para legislator. Komisioner Komnas Perempuan, Theresia Iswarini, mengatakan salah satunya adalah anggapan bahwa RUU PPRT ini hanya akan mempersulit pemberi kerja mencari PRT.

"Selama ini PRT selalu dianggap sebagai bagian dari keluarga, bagian dari saudara. Jadi anggapan mereka adalah kebijakan akan meminimalisir semangat solidaritas dan gotong royong sebagai warga Indonesia," kata Theresia kepada Tempo, Kamis, 10 Juni 2021.

Dalam draf RUU yang didapat Tempo, urusan perjanjian kerja memang menjadi poin utama. Hal ini tertuang dalam Pasal 8, yang melingkupi waktu kerja, upah, hingga hak dan kewajiban PRT. Namun Theresia mengatakan aturan ini justru dimaknai anggota legislatif hanya akan mempersulit pemberi kerja dalam membuat kontrak.

Sesat pikir lainnya, adalah masih adanya sejumlah anggota DPR yang beranggapan ada sanksi pidana yang diatur dalam RUU ini. Padahal, Theresia menegaskan sebenarnya RUU PPRT ini tak mengatur sama sekali urusan kekerasan atau penganiayaan terhadap PRT, karena hal itu masuk ke dalam ranah KUHP, kalau terjadi penganiayaan atau kekerasan terhadap PRT.

Advertising
Advertising

Selain itu, Theresia juga menyebut jumlah PRT di Indonesia masih kerap dianggap tidak signifikan. Berdasarkan data International Labour Organization (ILO) pada 2015, jumlah PRT di Indonesia itu mencapai 4,2 juta orang dan diperkirakan terus tumbuh. Jumlah ini, kata Theresia, kerap dianggap terlalu representatif dengan jumlah total warga Indonesia.

"Tampaknya sesat pikir ini terus melanda kepala dari pemberi kerja dan juga parlemen yang juga merupakan pemberi kerja. Bahkan mereka bisa memiliki PRT lebih dari 2. Mereka menggunakan cara pandang pemberi kerja dalam posisi sebagai anggota parlemen," kata Theresia.

Koordinator Nasional Jaringan Nasional Advokasi Pekerja Rumah Tangga (Jala PRT), Lita Anggraeni juga mengamini hal ini. Ia mengatakan rata-rata anggota parlemen memakai 5 hingga 7 PRT di rumahnya. Karena itu, pandangan mereka menjadi subjektif dan tidak berpihak pada yang membutuhkan.

"Mereka merasa kepentingannya sebagai majikan juga terancam," kata Lita.

Wakil Ketua Baleg DPR, Willy Aditya, juga mengakui masih adanya sesat pikir ini di tingkat DPR. Sebenarnya, tujuh fraksi di DPR sendiri telah sepakat akan RUU ini. Namun diketahui dua fraksi lain yang masih belum mau memastikan sikap terhadap RUU ini adalah Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan dan Partai Golkar.

"Kita jelaskan RUU Perlindungan PRT ini undang-undang yang sosio kultural. Kalau lihat azasnya itu kesepakatan kedua belah pihak yang berdasarkan kemanusiaan. Jadi tak ada (aturan) yang menakutkan," kata Willy.

Berita terkait

Permintaan Tambah Masa Jabatan Kepala Desa Dikabulkan, Kok Bisa?

36 menit lalu

Permintaan Tambah Masa Jabatan Kepala Desa Dikabulkan, Kok Bisa?

Permintaan para kepala desa agar masa jabatannya ditambah akhirnya dikabulkan pemerintah. Samakah hasilnya dengan UU Desa?

Baca Selengkapnya

DPR Agendakan Rapat Evaluasi Pemilu 2024 dengan KPU pada 15 Mei

1 jam lalu

DPR Agendakan Rapat Evaluasi Pemilu 2024 dengan KPU pada 15 Mei

KPU sebelumnya tidak menghadiri undangan rapat Komisi II DPR karena bertepatan dengan masa agenda sidang sengketa Pilpres 2024.

Baca Selengkapnya

Amnesty Desak DPR dan Pemerintah Buat Aturan Ketat Impor Spyware

16 jam lalu

Amnesty Desak DPR dan Pemerintah Buat Aturan Ketat Impor Spyware

Amnesty mendesak DPR dan pemerintah membuat peraturan ketat terhadap spyware yang sangat invasif dan dipakai untuk melanggar HAM

Baca Selengkapnya

KPK Temukan Dokumen dan Bukti Elektronik soal Proyek Pengadaan Rumah Dinas saat Geledah Kantor Setjen DPR

1 hari lalu

KPK Temukan Dokumen dan Bukti Elektronik soal Proyek Pengadaan Rumah Dinas saat Geledah Kantor Setjen DPR

KPK menemukan beberapa dokumen yang berhubungan dengan proyek dugaan korupsi pengadaan perlengkapan rumah dinas DPR dalam penggeledahan.

Baca Selengkapnya

Said Iqbal Yakin Partai Buruh Masuk Senayan pada Pemilu 2029

2 hari lalu

Said Iqbal Yakin Partai Buruh Masuk Senayan pada Pemilu 2029

Presiden Partai Buruh Said Iqbal menyakini partainya masuk ke Senayan pada pemilu 2029 mendatang.

Baca Selengkapnya

KPK Geledah Gedung Setjen DPR, Simak 5 Poin tentang Kasus Ini

2 hari lalu

KPK Geledah Gedung Setjen DPR, Simak 5 Poin tentang Kasus Ini

KPK melanjutkan penyelidikan kasus dugaan korupsi pengadaan sarana kelengkapan rumah jabatan anggota DPR RI tahun anggaran 2020

Baca Selengkapnya

Reaksi DPR Soal Arab Saudi Izinkan Pemegang Semua Jenis Visa Lakukan Umrah

2 hari lalu

Reaksi DPR Soal Arab Saudi Izinkan Pemegang Semua Jenis Visa Lakukan Umrah

DPR menyatakan kebijakan Arab Saudi bertolak belakang dengan Undang-Undang tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah.

Baca Selengkapnya

Ditolak Partai Gelora untuk Gabung Kubu Prabowo, PKS Tak Masalah Jadi Koalisi atau Oposisi

3 hari lalu

Ditolak Partai Gelora untuk Gabung Kubu Prabowo, PKS Tak Masalah Jadi Koalisi atau Oposisi

Partai Gelora menyebut PKS selalu menyerang Prabowo-Gibran selama kampanye Pilpres 2024.

Baca Selengkapnya

Gerindra Klaim Suaranya di Papua Tengah Dirampok

4 hari lalu

Gerindra Klaim Suaranya di Papua Tengah Dirampok

Gerindra menggugat di MK, karena perolehan suaranya di DPR RI dapil Papua Tengah menghilang.

Baca Selengkapnya

Peneliti BRIN Bilang Oposisi Tetap Dibutuhkan di Pemerintahan Prabowo-Gibran, Ini Alasannya

4 hari lalu

Peneliti BRIN Bilang Oposisi Tetap Dibutuhkan di Pemerintahan Prabowo-Gibran, Ini Alasannya

PKS belum membuat keputusan resmi akan bergabung dengan pemerintahan Prabowo atau menjadi oposisi.

Baca Selengkapnya