Gelisah Pembelajaran Tatap Muka
Reporter
Friski Riana
Editor
Syailendra Persada
Jumat, 11 Juni 2021 06:02 WIB
Salah satu sekolah yang mendapat nilai rendah adalah SMKN 57 Jakarta. Pada pengawasan KPAI di Januari lalu, sekolah yang jaraknya hanya terpaut 1,7 kilometer dari Kebun Binatang Ragunan ini mendapat nilai 58. “Secara infrastruktur mereka membuat, tapi masalahnya adalah enggak lengkap protokolnya,” ucap Retno.
Penilaian tersebut juga berbanding lurus dengan keputusan DKI yang belum mengizinkan SMKN 57 Jakarta menggelar uji coba PTM tahap pertama, yang dimulai pada April lalu.
Tempo mengunjungi sekolah vokasi tersebut pada Rabu, 9 Juni 2021. Di gerbang masuk, petugas keamanan tidak melakukan pengecekan suhu tubuh maupun meminta pengunjung untuk mencuci tangan. Bagian dari protokol kesehatan itu baru dilakukan ketika pengunjung hendak memasuki area ruang kelas. Jarak dari gerbang masuk ke area ruang kelas sekitar 1,5 menit berjalan kaki.
Di depan ruang kelas tersedia sejumlah wastafel dan sabun. Tiap jendela ruangan juga terpasang poster mengenai cara mencuci tangan, memakai masker, dan menjaga jarak. Meja siswa ukuran single pun diberi marka X berwarna merah sebagai tanda tak boleh ditempati agar siswa menjaga jarak.
Wakil Sarana dan Prasarana SMKN 57 Jakarta Agus Budihanto mengatakan mereka terus melengkapi sejumlah persyaratan yang diminta agar dapat melakukan pembelajaran tatap muka. SOP yang sebelumnya menjadi perhatian KPAI pun telah disiapkan.
“Kita protokol benar-benar perhatikan betul supaya tidak ada klaster di sekolah. Kita akan lebih intensif. Pengaturan siswa untuk kedatangan dan kepulangan kita atur supaya tidak bergerombol,” kata Budi.
Menurut Budi, dari survei yang dilakukan pihak sekolah, hampir 75 persen orang tua setuju anaknya masuk sekolah. Karena itu, ia berencana mengajukan kembali izin untuk menggelar PTM ke Dinas Pendidikan DKI.
Siswa SMK BIT Bina Aulia Bogor, Dadan Nur Faturahman, yang selama ini telah menjalani PTM terbatas di sekolahnya mengaku sempat khawatir tertular virus corona. “Tapi karena sudah melakukan kegiatan sesuai protokol kesehatan, jadi diyakini saya,” kata Dadan kepada Tempo, Selasa, 8 Juni 2021.
Pelajar berusia 17 tahun ini hanya masuk dua kali dalam sepekan untuk mata pelajaran produktif. Ia dan teman-temannya juga hanya belajar selama dua jam. Untuk menjaga kondisi tetap prima, Dadan mengaku rutin berolahraga, makan makanan sehat, membawa hand sanitizer, memakai masker, juga mengurangi kontak fisik pada benda dan manusia.
Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G) menilai ada faktor risiko besar jika sekolah dipaksa buka secara serentak pada pertengahan Juli nanti. Mengingat angka Covid-19 masih tinggi, munculnya varian baru dengan penularan lebih cepat, serta positivity rate di atas 10 persen di banyak daerah.
“Tentu opsi memaksa membuka sekolah akan mengancam nyawa, keselamatan, dan masa depan siswa termasuk guru dan keluarganya,” kata Koordinator Nasional P2G Satriwan Salim.