Bagaimana Nasib Golkar Setelah Soeharto Lengser?

Jumat, 21 Mei 2021 15:32 WIB

Hutomo Mandala Putra alias Tommy Soeharto dipersilahkan duduk oleh Ketua Panita Munaslub, Nurdin Halid saat kampanye calon ketua umum jelang Musyawarah Nasional Luar Biasa (munaslub) Partai Golkar di Nusa Dua, Bali, 13 Mei 2016. TEMPO/Johannes P. Christo

TEMPO.CO, Jakarta - Lengsernya Soeharto dari tampuk kekuasaan pada 1998 sempat disangka bakal menyapu Golkar, organisasi politik terbesar pendukung rezim Orde Baru.

Golkar—yang kemudian bersalin nama menjadi Partai Golkar—dianggap turut menanggung dosa-dosa Orde Baru atau Orba sehingga harus dihukum. Pada 2001, Presiden Abdurrahman Wahid alias Gus Dur bahkan mengeluarkan dekrit untuk membekukan partai berlambang pohon beringin ini.

Menurut catatan Tempo, hingga 2003, desakan untuk membubarkan Golkar masih santer terdengar lewat aksi-aksi mahasiswa. Namun, Golkar justru meraih masa keemasan menjadi pemenang Pemilu 2004 dengan perolehan suara 21,58 persen. Padahal di Pemilu 1999, atau setahun setelah Soeharto mundur, suara Golkar anjlok dari 74,51 persen menjadi 22,44 persen, menempatkannya di bawah PDI Perjuangan yang baru didirikan oleh Megawati Soekarnoputri.

Perolehan suara Golkar di Pemilu 2004 mengungguli suara PDI Perjuangan sebesar 18,53 persen dan Partai Persatuan Pembangunan dengan 10,57 persen. “Golkar sadar mereka harus adaptasi cepat dengan situasi yang berubah. Kalau tidak, mereka akan lewat,” kata Kepala Departemen Politik dan Perubahan Sosial Center for Strategic and International Studies (CSIS), Arya Fernandes kepada Tempo, Kamis, 20 Mei 2021.

Arya mengatakan Golkar berhasil beradaptasi di bawah kepemimpinan Ketua Umum Akbar Tandjung. Akbar mendesain tranformasi kepartaian dengan membuat paradigma baru Partai Golkar. Alhasil, menurut Arya, Golkar sukses memutus koneksi dengan Orde Baru yang membesarkan namanya. “Pasca-Reformasi mereka sudah selesai dengan Orde Baru,” kata Arya.

Advertising
Advertising

Golkar sebenarnya lahir dari ide Presiden Sukarno. Sejarawan David Reeve dalam bukunya Golkar: Sejarah yang Hilang, Akar Pemikiran dan Dinamika (2013) mengatakan Golkar adalah gagasan Sukarno. Sekitar 1955, setelah beberapa kunjungannya ke luar negeri, Sukarno mengembangkan diskursus politik yang mengusulkan untuk ‘mengubur partai-partai’. Sukarno mengusulkan untuk menggantikan partai-partai tersebut dengan Golkar, atau yang pada saat itu dikenal sebagai ‘golongan fungsionil’.

Konsepnya ialah adanya perwakilan golongan-golongan dalam masyarakat, misalnya golongan petani—terlepas dari apa pun ideologi (nasionalis, agama, komunis) ataupun sukunya. Idenya, dalam pemilihan umum, rakyat akan memilih kandidat yang mewakili golongan mereka.

Masih menurut David Reeve, Angkatan Darat kemudian merebut gagasan ini dari Sukarno. Pada akhir 1959, Angkatan Darat lebih dulu membentuk berbagai organisasi Golkar, sedangkan Presiden Sukarno belum membentuk satu pun. Sejak 1960-1965, Angkatan Darat terus mengembangkan organisasi-organisasi jenis Golkar. Namun tujuannya lebih sebagai senjata melawan Partai Komunis Indonesia ketimbang sebagai bentuk perwakilan.

Pada 1964, berbagai organisasi kekaryaan disatukan ke dalam Sekber Golkar. Tiga tahun kemudian, Soeharto mengambil alih Sekber Golkar. Kepemimpinan lama disingkirkan dan diganti dengan orang-orang Orde Baru. Inilah saat Golkar di-Orde Baru-kan. Empat tahun berselang di Pemilu 1971, Golkar meraih kemenangan besar dengan perolehan suara 62,8 persen.

Kepala Pusat Penelitian Politik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Firman Noor, mengatakan besarnya Golkar di era Orde Baru disokong sejumlah faktor. Mulai dari pendanaan, ketokohan, struktur, dukungan tentara, hingga pencitraan buruk kepada partai-partai lain. Ia mengatakan, dualisme kepemimpinan PDI oleh Soerjadi dan Megawati Soekarnoputri yang berujung pada peristiwa Kerusuhan 27 Juli 1996 adalah contoh jelas bagaimana Orde Baru ‘menyetir’ partai selain Golkar.

“Ada pelemahan partai, narasi pembangunan yang didengungkan, hingga dipakainya perangkat birokrat sampai ke level hansip untuk memenangkan Golkar,” kata Firman kepada Tempo, Kamis, 20 Mei 2021.

Firman mengatakan Golkar sebenarnya lahir sebagai gagasan ‘antipartai’. Namun kenyataannya Golkar menjadi sebuah partai. Bukan cuma itu, gagasan perwakilan golongan pun resmi menghilang setelah Munas IV pada Oktober 1988 memutuskan perubahan nama organisasi menjadi GOLKAR.

Menurut sejarawan David Reeve, ini menandai hilangnya gagasan Sukarno pada 1957 bahwa organisasi akan mewakili golongan seperti petani, buruh, pengusaha nasional, pemuda, dan sebagainya. Sebaliknya, Golkar disebutnya menjadi partai pengusaha dan mesin patronase.

Keberadaan para pengusaha ini jugalah, menurut Firman Noor, yang membantu Golkar bangun dari keterpurukan setelah Pemilu 1999. Ia menilai, kebangkitan Golkar di Pemilu 2004 disokong faktor Jusuf Kalla yang memiliki kekuatan modal finansial. “Pak JK mampu mendekati daerah-daerah dengan memberikan gizi kembali kepada mereka,” ujarnya. JK lantas menggantikan Akbar Tanjung menjadi ketua umum Golkar pada Desember 2004.

Adapun menurut Arya Fernandes, Golkar sukses membenahi internal mereka menjadi partai terbuka dan demokratis. Tampuk kepemimpinan partai misalnya, kata dia, secara periodik berganti melalui forum musyawarah. Begitu juga proses pengambilan keputusan lewat forum yang melibatkan seluruh struktur partai di daerah. Arya berujar, kaderisasi serta kompetisi pun terjadi di internal Golkar, tetapi faksi-faksi yang ada relatif terakomodasi.

“Partai bernuansa Orde Baru lainnya tidak berhasil. Golkar bertahan karena dia tidak bergantung pada tokoh internal (patron),” kata Arya.

Kendati begitu, partai tak pelak terpengaruh saat elite-elitenya bergantian hengkang dan mendirikan partai baru. Wiranto misalnya, meninggalkan Golkar setelah Pemilu 2004 dan mendirikan Hanura pada 2006. Ada juga Surya Paloh yang membentuk NasDem dan Prabowo Subianto yang hengkang lalu membidani Gerindra.

Pada akhir 2014, partai juga didera konflik internal dengan dualisme kepemimpinan Aburizal Bakrie dan Agung Laksono. Islah baru terjadi bulan Mei 2016 dengan Musyawarah Nasional Luar Biasa (Munaslub) Bali yang menetapkan Setya Novanto menjadi ketua umum. “Ini kapal tanker besar, banyak yang ingin jadi kaptennya. Ketika tidak tercapai, satu per satu keluar. Itu membawa dampak buruk bagi Golkar,” kata Firman Noor.

Setelah Pemilu 2004, perolehan kursi Golkar di parlemen memang terus menurun. Di Pemilu 2009, partai beringin mendapat 106 kursi Dewan Perwakilan Rakyat. Jumlah ini berkurang di Pemilu 2014 menjadi 91 kursi dan di Pemilu 2019 tinggal 85 kursi saja. Menurut Arya Fernandes, meski bertahan dengan menjadi partai terbuka, Golkar minim inovasi. Partai ini juga dinilainya tak cukup tanggap merespons perubahan demografi pemilih.

Arya menyebutkan, basis politik Golkar tidak banyak bergeser sejak Pemilu 1999 hingga 2019, yakni pemilih di luar Jawa, masyarakat rural, berusia di atas 40 tahun. “Demografi pemilih berubah, Golkar relatif agak telat beradaptasi dengan itu,” kata Arya.

Baca juga: 23 Tahun Soeharto Mundur, Pakar Sebut Reformasi Diganggu Oligarki Rezim Jokowi

Berita terkait

Imam Budi Hartono Siap Maju Pilkada Depok 2024, Berharap Bisa Koalisi dengan Golkar

14 jam lalu

Imam Budi Hartono Siap Maju Pilkada Depok 2024, Berharap Bisa Koalisi dengan Golkar

Imam Budi Hartono sudah memegang surat keputusan dari DPP PKS untuk maju Pilkada Depok 2024 dan berharap bisa berkoalisi dengan Golkar.

Baca Selengkapnya

5 Hal tentang Airin Rachmi Diany, Maju Pilkada Banten hingga Dianggap Role Model

15 jam lalu

5 Hal tentang Airin Rachmi Diany, Maju Pilkada Banten hingga Dianggap Role Model

Airin Rachmi Diany salah satu kader Golkar yang maju mendaftar Pilkada Banten

Baca Selengkapnya

Ridwan Kamil Punya 2 Surat Tugas, Golkar Belum Putuskan Maju Pilkada Jakarta atau Jabar

18 jam lalu

Ridwan Kamil Punya 2 Surat Tugas, Golkar Belum Putuskan Maju Pilkada Jakarta atau Jabar

Ketua DPP Golkar Dave Laksono mengatakan saat ini Ridwan Kamil memiliki dua surat tugas untuk Pilkada Jakarta dan Jawa Barat.

Baca Selengkapnya

Muhaimin Sebut 2 Kader Golkar Ini Daftar di PKB untuk Pilkada 2024

1 hari lalu

Muhaimin Sebut 2 Kader Golkar Ini Daftar di PKB untuk Pilkada 2024

Dua kader Golkar ini melamar jadi calon gubernur Banten dan Jakarta lewat PKB. Muhaimin Iskandar sebut belum jamin akan berkoalisi.

Baca Selengkapnya

Gibran Sebut Siapkan Roadmap Soal Partai Politiknya ke Depan

1 hari lalu

Gibran Sebut Siapkan Roadmap Soal Partai Politiknya ke Depan

Gibran mengaku telah memiliki roadmap untuk partai politik yang dipilihnya setelah tak bergabung lagi dengan PDIP.

Baca Selengkapnya

Hakim MK Naik Pitam Komisioner KPU Absen di Sidang Pileg: Sejak Pilpres Enggak Serius

1 hari lalu

Hakim MK Naik Pitam Komisioner KPU Absen di Sidang Pileg: Sejak Pilpres Enggak Serius

Hakim MK Arief Hidayat menegur komisioner KPU yang tak hadir dalam sidang PHPU Pileg Panel III. Arief menilai KPU tak menganggap serius sidang itu.

Baca Selengkapnya

Pakar Bilang Bobby Nasution Berpeluang Diusung Golkar di Pilgub Sumut, Ini Alasannya

1 hari lalu

Pakar Bilang Bobby Nasution Berpeluang Diusung Golkar di Pilgub Sumut, Ini Alasannya

Pakar menilai dukungan internal Golkar untuk pencalonan Ijeck pada Pilgub Sumut cukup tinggi.

Baca Selengkapnya

Golkar Depok Umumkan Dokter Ririn Farabi A Rafiq Maju di Pilkada 2024

2 hari lalu

Golkar Depok Umumkan Dokter Ririn Farabi A Rafiq Maju di Pilkada 2024

Ririn dianggap tokoh milenial muda yang dapat mewakili gender yang menjadi jumlah pemilih dominan di Pilkada 2024.

Baca Selengkapnya

Pilkada 2024, Golkar DIY Jaring 39 Bakal Calon Kepala Daerah

2 hari lalu

Pilkada 2024, Golkar DIY Jaring 39 Bakal Calon Kepala Daerah

Partai Golkar DIY telah merampungkan penjaringan bakal calon kepala daerah untuk Pilkada 2024 di lima kabupaten/kota

Baca Selengkapnya

Alasan Golkar Terapkan Survei Tiga Lapis untuk Usung Calon di Pilkada 2024

2 hari lalu

Alasan Golkar Terapkan Survei Tiga Lapis untuk Usung Calon di Pilkada 2024

Partai Golkar menerapkan aturan ketat bagi para kandidat yang akan diusung sebagai calon kepala daerah dalam kontestasi Pilkada 2024

Baca Selengkapnya