Petugas melakukan pemeriksaan awal terhadap masyarakat yang akan menjalani vaksinasi Covid-19 di kawasan Ubud, Gianyar, Bali, Selasa, 16 Maret 2021. ANTARA/Fikri Yusuf
TEMPO.CO, Jakarta - Juru Bicara Satgas Covid-19 Wiku Adisasmito mengatakan belum ada studi mengenai kekebalan individu terhadap mereka yang telah menjalani vaksinasi. Sehingga, kata dia, menjadikan sertifikat vaksin sebagai syarat perjalanan orang masih berisiko.
"Pada prinsipnya masih harus dilakukan studi tentang efektivitas vaksin dalam menciptakan kekebalan individu pada mereka yang telah divaksinasi," kata Wiku dalam konferensi pers virtual di Graha BNPB Jakarta, Kamis, 18 Maret 2021.
Dalam rapat dengar pendapat bersama Komisi IX DPR, Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin sempat menyinggung wacana membuat sertifikat vaksin Covid-19 sebagai syarat perjalanan sehingga mereka yang sudah divaksinasi mungkin tidak perlu menunjukkan bukti negatif tes setiap akan bepergian. "Sampai dengan saat ini hal tersebut masih merupakan wacana," ujar Wiku.
Bukti vaksinasi sebagai syarat perjalanan sebetulnya juga sudah dipertimbangkan banyak negara. Cina, Jepang, Inggris dan Uni Eropa dilaporkan sudah mulai mencoba memberikan sertifikat vaksinasi atau paspor vaksin untuk mempermudah perjalanan.
"Apabila sertifikasi dikeluarkan tanpa adanya studi yang membuktikan bahwa kekebalan individu telah tercipta, maka pemegang sertifikat tersebut berpotensi untuk tertular atau menularkan virus Covid-19 selama melakukan perjalanan," ucap Wiku.
Sebelumnya, untuk perjalanan menggunakan transportasi umum diharuskan membuktikan hasil tes antigen atau usap (swab) PCR negatif Covid-19, khusus untuk perjalanan kereta api dapat menggunakan hasil tes GeNose.
Budi Gunadi juga mengatakan kekebalan optimal antibodi setelah vaksinasi membutuhkan 28 hari setelah penyuntikan kedua. Seseorang yang telah divaksinasi pun masih dapat terkena Covid-19, namun imunitas karena vaksinasi membantu tidak terlalu parah bila terpapar. Namun konsekuensinya juga masih dapat menularkan ke orang lain.