Survei Indikator: Mayoritas Responden Ingin Pilkada Digelar di 2022 dan 2023
Reporter
Budiarti Utami Putri
Editor
Amirullah
Senin, 8 Februari 2021 14:48 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Hasil survei Indikator Politik Indonesia mencatat sebagian besar responden setuju pemilihan kepala daerah (pilkada) digelar pada tahun 2022 dan 2023 ketimbang serentak dengan pemilihan legislatif dan pemilihan presiden di 2024. Direktur Eksekutif Indikator Politik Indonesia Burhanuddin Muhtadi mengatakan, mayoritas responden juga lebih mendukung pilkada digelar di tahun berbeda dari pileg dan pilpres.
"Jadi sebenarnya argumen beberapa partai yang menghendaki pileg dan pilpres dengan pilkada tidak dilakukan di tahun yang sama itu mendapatkan dukungan publik mayoritas," kata Burhanuddin dalam rilis hasil survei secara virtual, Senin, 8 Februari 2021.
Burhanuddin membeberkan, sebanyak 63,2 persen responden setuju pendapat yang menyatakan bahwa pemilihan gubernur, bupati, dan wali kota dilakukan berbeda waktu dengan pemilihan anggota DPR dan pemilihan presiden. Sedangkan hanya 28,9 persen yang menyatakan setuju pilkada berbarengan dengan pileg dan pilpres.
Terkait Pilkada 2022 versus Pilkada 2024, kata Burhan, sebanyak 54,8 persen responden setuju pemilihan kepala daerah yang habis masa tugas tahun 2022 digelar sebelum masa tugas para kepala daerah itu berakhir di tahun yang sama. Hanya 31,5 persen yang setuju pilkada digelar 2024 dan untuk sementara gubernur, bupati, atau wali kota ditunjuk oleh pemerintah pusat, bukan dipilih rakyat secara langsung.
Baca: Dukung Revisi UU Pemilu, NasDem Anggap Biasa Ada Partai yang Menolak
Temuan terkait pertanyaan Pilkada 2023 versus Pilkada 2024 pun hampir sama. Sebanyak 53,7 persen responden setuju pilkada digelar pada 2023 sesuai jadwal habisnya masa jabatan kepala daerah yang terpilih tahun 2018 lalu. Adapun yang setuju Pilkada Serentak 2024 dan untuk sementara ditunjuk penjabat kepala daerah sebesar 32,4 persen.
Menurut Burhanuddin, warga umumnya menghendaki agar bercermin pada pelaksanaan Pemilu 2019. Mayoritas responden (59,9 persen) tidak menerima banyak korban dari pihak penyelenggara. Sebanyak 71,8 persen pun berharap Pemilu Serentak 2019 tidak diulang.
Burhanuddin melanjutkan, aspirasi ihwal keserentakan pemilu dan pilkada serta jadwal pilkada ini senada di antara basis konstituen dari semua partai yang ada di DPR. Begitu pula di antara responden yang menyatakan puas atau tidak puas terhadap kinerja Presiden Joko Widodo. Artinya, kata dia, aspirasi ini bersifat nonpartisan.
"Meskipun partai-partai koalisi Presiden Jokowi cenderung setuju Pilkada Serentak 2024, terkait jadwal pilkada. Tapi kalau ditanyakan kepada pemilihnya, mereka punya aspirasi berbeda," kata Burhanuddin.
Survei Indikator ini digelar pada 1-3 Februari 2021 menggunakan metode simple random sampling dengan melibatkan 1.200 responden. Survei dilakukan melalui telepon. Burhanuddin mengatakan margin of errror surveinya plus minus 2,9 persen dengan tingkat kepercayaan 95 persen.
Burhanuddin mengatakan survei soal pilkada ini dibiayai secara mandiri oleh Indikator Politik Indonesia. "Karena ini sangat krusial terkait perdebatan yang berhubungan dengan aturan main kepemiluan, maka kami membiayai dengan biaya sendiri," kata Burhanuddin.