Al Araf dari Imparsial, Erwin Natosmal dari Indonesian Legal Rountable, Wahyudi Djafar dari Elsam, Ikhsan Yosairi dari SETARA Institute, dan Anton Ali Abas Institute of Democracy, dalam konferensi Koalisi Masyarakat Sipil terkait RUU Keamanan dan Ketahanan Siber, di Kantor Imparsial, Tebet, Jakarta Selatan, Ahad, 18 Agustus 2019. Tempo/Egi Adyatama
TEMPO.CO, Jakarta-Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (Elsam) meminta Presiden Joko Widodo memilih calon Kepala Kepolisian Republik Indonesia yang dapat melanjutkan reformasi kepolisian. Elsam juga berharap sosok Kapolri pilihan Jokowi mampu mewujudkan institusi kepolisian yang demokratis serta memastikan diadopsinya prinsip-prinsip hak asasi manusia di dalam kerja-kerja mereka.
"Saya menekankan soal mencari figur yang sekiranya mampu untuk meneruskan reformasi kepolisian," kata Direktur Eksekutif Elsam Wahyudi Djafar kepada Tempo, Kamis, 7 Januari 2021.
Wahyudi menuturkan proses reformasi kepolisian belum rampung setelah pemisahan TNI dan Polri lewat Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat (Tap MPR) Nomor 6 dan Nomor 7 Tahun 2002 yang kemudian ditindaklanjuti dengan Undang-undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara. Menurut dia, proses reformasi kepolisian ini masih menyisakan sejumlah tantangan dan permasalahan.
Permasalahan tersebut, kata Wahyudi, terutama terkait dengan kelembagaan institusi Polri dengan wewenang yang begitu besar. Baik dalam aspek-aspek keamanan maupun dalam konteks penegakan hukum.
Maka dari itu, dia berpendapat sangatlah penting memastikan Kapolri mendatang dapat melanjutkan proses reformasi tersebut. "Terutama dalam hal bagaimana memastikan adopsi instrumen dan prinsip-prinsip hak asasi manusia di dalam kerja-kerja kepolisian," ujar Wahyudi.
Wahyudi mengatakan Polri sebenarnya telah memiliki Peraturan Kapolri Nomor 8 Tahun 2009 tentang implementasi HAM di dalam kerja-kerja kepolisian. Namun Perkap itu belum teradopsi secara detail dan baik ke dalam prosedur operasional standar (SOP), petunjuk teknis, maupun petunjuk pelaksanaan kerja-kerja kepolisian.
Menurut Wahyudi, hal inilah yang kerap kali berakibat pada kurangnya pemahaman dan kemampuan polisi di lapangan dalam menerjemahkan prinsip-prinsip dan instrumen HAM. "Ini jadi salah satu soal selain banyak pekerjaan rumah yang lain."
Selain itu, Wahyudi menggarisbawahi isu penegakan hukum di bidang teknologi informasi dan komunikasi yang diprediksi akan semakin kompleks di masa mendatang. Dia mengatakan pemanfaatan ruang digital akan semakin masif dengan pandemi Covid-19 yang berlangsung saat ini.
Namun, ujar Wahyudi, kepolisian selama ini belum terlalu baik dalam memahami dan memastikan proses penegakan hukum terkait teknologi informasi dan komunikasi. Contohnya ialah banyaknya kriminalisasi atas ekspresi yang sah.
Berkaca dari hal ini, Wahyudi berpendapat perlu ada langkah-langkah cepat dan luar biasa dari Korps Bhayangkara itu untuk dapat menerjemahkan perangkat hukum yang ada saat ini dan memastikan kerja-kerja mereka sejalan dengan perlindungan HAM, kebebasan berekspresi, perlindungan hak atas privasi, dan sebagainya. "Tidak justru menjadi semacam tekanan bagi demokrasi dan HAM dengan langkah-langkah penegakan hukum yang diambil," ujar Wahyudi.
Pergantian Kapolri akan berlangsung sebentar lagi seiring dengan masa pensiun Kapolri Jenderal Idham Azis pada Februari mendatang. Presiden Jokowi diprediksi akan mengirimkan nama calon Kapolri ke Dewan Perwakilan Rakyat pada pekan depan.