Begini Mekanisme Kebiri Kimia Terhadap Pelaku Kekerasan Seksual Anak
Reporter
Budiarti Utami Putri
Editor
Syailendra Persada
Senin, 4 Januari 2021 18:02 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Presiden Joko Widodo meneken Peraturan Pemerintah Nomor 70 Tahun 2020 tentang Tata Cara Pelaksanaan Tindakan Kebiri Kimia, Pemasangan Alat Pendeteksi Elektronik, Rehabilitasi, dan Pengumuman Identitas Pelaku Kekerasan Seksual terhadap Anak.
Dalam poin menimbang, tertulis bahwa aturan ini dibuat demi mengatasi kekerasan seksual terhadap anak, memberi efek jera terhadap pelaku, dan mencegah terjadinya kekerasan seksual terhadap anak. Salah satu yang menjadi sorotan dalam PP ini ialah ketentuan tentang kebiri kimia.
"Tindakan kebiri kimia adalah pemberian zat kimia melalui penyuntikan atau metode lain, yang dilakukan kepada pelaku yang pernah dipidana karena melakukan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa anak melakukan persetubuhan dengannya atau dengan orang lain, sehingga menimbulkan korban lebih dari satu orang, mengakibatkan luka berat, gangguan jiwa, penyakit menular, terganggu atau hilangnya fungsi reproduksi, dan/atau korban meninggal dunia, untuk menekan hasrat seksual berlebih, yang disertai rehabilitasi," demikian tertulis dalam PP tersebut.
Tata cara pelaksanaan tindakan kebiri kimia diatur dalam Pasal 5 hingga Pasal 13. Pada Pasal 5, tertulis tindakan kebiri kimia dikenakan untuk jangka waktu paling lama dua tahun. Kemudian pada Pasal 6 disebutkan, tindakan kebiri kimia dilakukan melalui tahapan penilaian klinis, kesimpulan, dan pelaksanaan.
Penilaian klinis dilakukan oleh tim yang terdiri dari petugas yang memiliki kompetensi di bidang medis dan psikiatri. Penilaian ini meliputi wawancara klinis dan psikiatri, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang. Mekanisme penilaian klinis yakni sebagai berikut.
a. Kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang hukum menyampaikan pemberitahuan kepada jaksa;
b. Pemberitahuan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dilakukan paling lambat sembilan bulan sebelum terpidana selesai menjalani pidana pokok;
c. Dalam jangka waktu tujuh hari kerja setelah pemberitahuan sebagaimana dimaksud dalam huruf b, jaksa menyampaikan pemberitahuan dan berkoordinasi dengan kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kesehatan untuk dilakukan penilaian klinis; dan
d. penilaian klinis dimulai paling lambat tujuh hari kerja setelah diterimanya pemberitahuan sebagaimana dimaksud dalam huruf c.
Hasil dari penilaian klinis adalah kesimpulan untuk memastikan apakah pelaku kekerasan seksual tersebut layak atau tidak layak mendapat hukuman kebiri kimia. Kesimpulan ini disampaikan kepada jaksa paling lambat 14 hari kerja sejak diterimanya pemberitahuan dari jaksa. Jika disimpulkan layak, maka pelaku akan dikenai tindakan kebiri kimia.
<!--more-->
Pelaksanaan tindakan kebiri kimia diatur dalam Pasal 9, yakni sebagai berikut.
a. Pelaksanaan tindakan kebiri kimia dilakukan setelah kesimpulan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 menyatakan pelaku persetubuhan layak untuk dikenakan tindakan kebiri kimia;
b. Dalam jangka waktu paling lambat tujuh hari sejak diterimanya kesimpulan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, jaksa memerintahkan dokter untuk melakukan pelaksanaan tindakan kebiri kimia kepada pelaku persetubuhan;
c. Pelaksanaan tindakan kebiri kimia sebagaimana dimaksud dalam huruf b dilakukan segera setelah terpidana selesai menjalani pidana pokok;
d. Pelaksanaan tindakan kebiri kimia dilakukan di rumah sakit milik pemerintah atau rumah sakit daerah yang ditunjuk;
e. Pelaksanaan tindakan kebiri kimia dihadiri oleh jaksa, perwakilan dari kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang hukum, kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang sosial, dan kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kesehatan;
f. Pelaksanaan tindakan kebiri kimia dituangkan dalam berita acara; dan
g. Jaksa memberitahukan kepada korban atau keluarga korban bahwa telah dilakukan pelaksanaan tindakan kebiri kimia.
Kemudian dalam Pasal 10, diatur ketentuan jika pelaku disimpulkan tak layak mendapat kebiri kimia. Jika kesimpulan ini yang didapat, maka tindakan kebiri kimia ditunda paling lama enam bulan. Selama masa penundaan itu dilakukan penilaian klinis ulang dan kesimpulan ulang. Jika penilaian klinis dan kesimpulan ulang tetap menyatakan pelaku tak layak dikenakan kebiri kimia, maka jaksa memberitahukan secara tertulis kepada pengadilan yang memutus perkara pada tingkat pertama.
Pasal 11 selanjutnya mengatur, bila pelaku melarikan diri, maka tindakan kebiri kimia ditunda pelaksanaannya. Jaksa kemudian harus berkoordinasi dengan Kepolisian Republik Indonesia untuk memburu pelaku. Jika pelaku tertangkap atau menyerahkan diri setelah kabur, jaksa berkoordinasi dengan kementerian urusan hukum, sosial, dan kesehatan untuk melaksanakan kebiri kimia. Adapun di Pasal 12 menyebutkan, bila pelaku meninggal, jaksa harus memberitahukan secara tertulis kepada pengadilan yang memutus perkara pada tingkat pertama.
Akan tetapi, PP ini masih mengamanatkan pengaturan detail oleh peraturan di bawahnya. Dalam Pasal 13 disebutkan, ketentuan lebih lanjut mengenai prosedur teknis penilaian klinis, kesimpulan, dan pelaksanaan diatur dengan Peraturan Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kesehatan. Adapun ketentuan lebih lanjut tentang pemberitahuan kepada jaksa diatur dengan Peraturan Menteri urusan hukum.
Karena itulah, Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) menilai PP Nomor 70 Tahun 2020 ini bermasalah lantaran tidak detail dan memberikan keterangan yang jelas. Beleid ini dinilai tak menjelaskan aspek apa saja yang harus dipertimbangkan untuk menerapkan kebiri kimia.
"PP ini bahkan melempar ketentuan mengenai penilaian, kesimpulan, dan pelaksanaan yang bersifat klinis ke aturan yang lebih rendah," kata Direktur Eksekutif ICJR Erasmus Napitupulu dalam keterangan tertulis, Senin, 4 Januari 2021.