Usai Pesta di Petamburan, Terbitlah Instruksi Mendagri Tito
Reporter
Fajar Pebrianto
Editor
Aditya Budiman
Jumat, 20 November 2020 08:00 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian menerbitkan Instruksi Mendagri Nomor 6 Tahun 2020 tentang Penegakan Protokol Kesehatan untuk Pengendalian Penyebaran Covid-19. Instruksi ini menuai polemik karena ada poin pemberhentian kepala daerah.
Tempo mengumpulkan sederet keterangan dan fakta dalam polemik Instruksi Mendagri ini. Berikut di antaranya:
1. Anies Baswedan Bertemu Rizieq Shihab
Sebelum instruksi Mendagri terbit, sejumlah kejadian bergulir setelah pemimpin Front Pembela Islam (FPI) Rizieq Shihab pulang ke Indonesia pada 10 November 2020. Malamnya, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan langsung bertandang ke rumah Rizieq.
Pertemuan ini dikritik karena selama ini ada aturan karantina mandiri 14 hari untuk orang yang baru datang dari luar negeri. Tapi, Anies justru datang ke rumah Rizieq.
2. Nikahan Putri Rizieq Shihab
Setelah pertemuan dengan Anies Baswedan, Rizieq Shihab menggelar resepsi pernikahan putrinya pada Sabtu, 14 November 2020. Acara nikahan ini mengundang 10 ribu tamu. Tak ayal, Anies kembali dikritik karena membiarkan acara ini berlangsung di tengah pandemi Covid-19.
Tak hanya sebagian masyarakat yang protes, tapi beberapa pengusaha pariwisata juga menyatakan kekecewaan. Walhasil, pengusaha meminta Anies menyetop PSBB transisi di Jakarta.
3. Enam Poin Instruksi
Barulah kemudian pada Rabu, 18 November 2020, terbit instruksi Mendagri. Ada enam poin dalam instruksi Tito Karnavian kepada kepala daerah. Pertama, konsisten menegakkan protokol kesehatan Covid-19. Kedua, proaktif mencegah penularan. Ketiga, menjadi teladan bagi masyarakat dalam mematuhi protokol kesehatan.
Keempat, mengingatkan kewajiban dan sanksi bagi kepala daerah, sesuai UU Pemerintah Daerah. Kelima, mengingatkan adanya sanksi pemberhentian. Keenam, berlaku saat mulai dikeluarkan.
4. Sanksi Pemberhentian
Dari keenam poin tersebut, ketentuan soal pemberhentian kepala daerah paling menjadi sorotan. "Berdasarkan instruksi pada Diktum keempat, kepala daerah yang melanggar ketentuan peraturan perundang-undangan dapat dikenakan sanksi pemberhentian," tulis Tito dalam instruksi tersebut.
<!--more-->
5. Mengundang Kecurigaan
Instruksi Mendagri ini justru mengundang kritik. Salah satunya dari pengamat politik Usep S. Ahyar. "Pertanyaannya, kenapa baru sekarang. Ini kan situasi sejak lama sudah darurat," ujarnya.
Menurut Usep, instruksi ini pasti akan mengundang kecurigaan publik. "Bahwa pemerintah merespons untuk menghadapi gerakan yang kemarin cukup besar."
6. Komisi Pemerintahan DPRD DKI Mendukung
Ketua Komisi Pemerintahan DPRD DKI Jakarta Mujiyono mendukung instruksi Mendagri Tito ini. Politikus Demokrat itu setuju ada sanksi kepada kepala daerah yang mengabaikan protokol kesehatan karena keselamatan rakyat adalah yang utama. "Harus didukung. Bahkan sekeras apapun hukumannya," kata Mujiyono saat dihubungi, Kamis, 19 November 2020.
7. DKI Jakarta Siap Patuhi Aturan
Wakil Gubernur DKI Jakarta Ahmad Riza Patria menanggapi instruksi tersebut. Menurut dia, Pemprov DKI Jakarta bekerja dan patuh pada aturan dan ketentuan yang ada.
“Negara ini negara hukum, punya aturan dan ketentuan. Ada UUD, UU, ada peraturan lain. Prinsipnya kami patuh dan taat pada peraturan perundang-undangan,” ucap Riza Patria di kantornya pada Kamis, 19 November 2020.
8. Tak Mudah Turunkan Kepala Daerah
Raja Keraton sekaligus Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta Sri Sultan Hamengku Buwono X menilai tidak mudah memberhentikan seorang kepala daerah. Menurut Sri Sultan, pemberhentian gubernur, wali kota, atau bupati harus melalui sejumlah prosedur.
“Kan harus ada keputusan presiden dan mereka kan hasil dari pemilihan umum,” ujar Sultan saat ditanya soal Instruksi Mendagri.
FAJAR PEBRIANTO | TEMPO.CO