Draf PP UU Cipta Kerja, Pendidikan Masuk Kegiatan Usaha Kawasan Ekonomi Khusus

Reporter

Dewi Nurita

Editor

Amirullah

Senin, 9 November 2020 14:18 WIB

Sejumlah buruh memegang bendera saat melakukan aksi di depan Gedung DPR, Jakarta, Senin, 9 November 2020. Dalam aksi tersebut mereka menuntut dibatalkannya UU No 21 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja melalui mekanisme legislative review dan kenaikan upah minimum 2021. TEMPO/M Taufan Rengganis

TEMPO.CO, Jakarta - Pemerintah mulai menggodok Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) dan Rancangan Peraturan Presiden (RPerpres) sebagai aturan turunan untuk pelaksanaan UU Cipta Kerja. Pantauan Tempo, sudah ada tujuh draf yang dapat diakses oleh masyarakat secara online di alamat URL: https://uu-ciptakerja.go.id. Rancangan ini belum bersifat final dan diunggah untuk mendapat masukan.

Draf teranyar yang diunggah yakni RPP Pelaksanaan UU Cipta Kerja untuk Kawasan Ekonomi Khusus (KEK). Dalam Pasal 9 RPP tersebut diatur bahwa pendidikan masuk dalam salah satu kegiatan usaha di Kawasan Ekonomi Khusus.

"Pelaksanaan kegiatan usaha pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf g dilakukan berdasarkan kriteria dan persyaratan yang ditetapkan oleh Dewan Nasional," demikian bunyi Pasal 9 ayat (2) RPP tersebut.

Selanjutnya, kriteria dan persyaratan kegiatan usaha pendidikan sebagaimana dimaksud pada Pasal 9 ayat (2), antara lain: kriteria lokasi; jenjang pendidikan (dasar, menengah, tinggi); jenis pendidikan (akademis, vokasi, profesi); program pendidikan (sarjana, magister, doktor); program studi; kualifikasi dan akreditasi minimal pelaku usaha pendidikan; dan kriteria peserta didik.

Rancangan aturan ini merupakan turunan dari paragraf 12 pasal 65 UU Cipta Kerja. Sebelumnya, beleid terkait bidang pendidikan dalam UU Cipta Kerja ini menjadi polemik. Ketua Komisi X DPR RI, Syaiful Huda menolak adanya pasal tersebut.

Bagi Syaiful, pasal ini membuka ruang kapitalisasi pendidikan dan Komisi X DPR RI menolak hal tersebut. "Pendidikan itu kan nirlaba, tidak boleh dikomersialisasi," ujar politikus PKB ini saat dihubungi Tempo, Oktober lalu.

Hal yang sama disuarakan sejumlah organisasi guru dan pendidik. Perkumpulan Keluarga Besar Tamansiswa bahkan secara tegas menyatakan akan menggugat UU ini ke Mahkamah Konstitusi (MK). "Kami akan memperjuangkan melalui judicial review ke MK," ujar Ketua Umum PKBTS, Cahyono Agus lewat keterangan tertulis yang dikutip pada Rabu, 7 Oktober 2020.

Syaiful Huda mengatakan, Komisi X DPR RI akan mendukung langkah para organisasi guru dan pendidik tersebut untuk menggugat ke Mahkamah Konstitusi karena dinilai bertentangan dengan UUD 1945.

Pembukaan UUD 1945 menyatakan bahwa salah satu tujuan negara adalah untuk mencerdaskan kehidupan bangsa, dan pasal 31 UUD 1945 hasil amandemen menyatakan bahwa pendidikan itu merupakan hak yang dimiliki oleh setiap warga dan negara wajib memenuhinya dalam kondisi apa pun.

Berita terkait

Kata KPU Soal Gugatan Alihkan Suara PPP di 35 Dapil

10 jam lalu

Kata KPU Soal Gugatan Alihkan Suara PPP di 35 Dapil

KPU menanggapi permohonan sengketa pileg yang dilayangkan oleh PPP. Partai ini menuding KPU mengalihkan suara mereka di 35 dapil.

Baca Selengkapnya

Ketua KPU Akui Sistem Noken di Pemilu 2024 Agak Aneh, Perolehan Suara Berubah di Semua Partai

12 jam lalu

Ketua KPU Akui Sistem Noken di Pemilu 2024 Agak Aneh, Perolehan Suara Berubah di Semua Partai

Ketua KPU Hasyim Asy'ari mengakui sistem noken pada pemilu 2024 agak aneh. Apa sebabnya?

Baca Selengkapnya

Caleg NasDem Ikuti Sidang secara Daring, Hakim MK: di Tempat yang Layak, Tak Boleh Mobile

14 jam lalu

Caleg NasDem Ikuti Sidang secara Daring, Hakim MK: di Tempat yang Layak, Tak Boleh Mobile

Caleg Partai NasDem, Alfian Bara, mengikuti sidang MK secara daring tidak bisa ke Jakarta karena Bandara ditutup akibat erupsi Gunung Ruang

Baca Selengkapnya

Perlunya Contoh Orang Tua dan Guru dalam Pendidikan Karakter Anak

1 hari lalu

Perlunya Contoh Orang Tua dan Guru dalam Pendidikan Karakter Anak

Psikolog menyebut pendidikan karakter perlu contoh nyata dari orang tua dan guru kepada anak karena beguna dalam kehidupan sehari-hari.

Baca Selengkapnya

Mayoritas Gaji Dosen di Bawah Rp 3 Juta, SPK: 76 Persen Terpaksa Kerja Sampingan

1 hari lalu

Mayoritas Gaji Dosen di Bawah Rp 3 Juta, SPK: 76 Persen Terpaksa Kerja Sampingan

Hasil riset Serikat Pekerja Kampus: sebagian besar dosen terpaksa kerja sampingan karena gaji dosen masih banyak yang di bawah Rp 3 juta.

Baca Selengkapnya

PAN Cabut Gugatan Sengketa Pileg dengan PPP di MK

1 hari lalu

PAN Cabut Gugatan Sengketa Pileg dengan PPP di MK

Keputusan PAN mencabut gugatan PHPU pileg dengan PPP di MK. Diketahui, permohonan tersebut telah ditandatangani Ketum PAN Zulkifli Hasan.

Baca Selengkapnya

Ketua MK Sempat Tegur Ketua KPU Hasyim Asy'ari karena Izin Tinggalkan Sidang

1 hari lalu

Ketua MK Sempat Tegur Ketua KPU Hasyim Asy'ari karena Izin Tinggalkan Sidang

Hakim MK menegur Ketua KPU Hasyim Asy'ari karena meminta izin meninggalkan sidang, padahal sidang baru dimulai kurang dari 30 menit.

Baca Selengkapnya

KPU Respons Kemarahan Hakim MK karena Absen di Sidang: Ada Agenda Penting Pilkada

1 hari lalu

KPU Respons Kemarahan Hakim MK karena Absen di Sidang: Ada Agenda Penting Pilkada

Komisioner KPU Idham Holik angkat bicara usai Hakim MK Arief hidayat marah lantaran tak ada satu pun komisoner yang hadir di sidang sengketa pileg

Baca Selengkapnya

PSI Tuding Suaranya di Dapil Nias Selatan 5 untuk Kursi DPRD Berpindah ke Gerindra

1 hari lalu

PSI Tuding Suaranya di Dapil Nias Selatan 5 untuk Kursi DPRD Berpindah ke Gerindra

PSI menduga suara partainya dalam pemilihan legislatif DPRD Nias Selatan, Sumatera Utara berpindah ke Partai Gerindra.

Baca Selengkapnya

Sidang Sengketa Pileg di MK: Ribuan Suara PPP dan PDIP Diklaim Berpindah ke Partai Lain

1 hari lalu

Sidang Sengketa Pileg di MK: Ribuan Suara PPP dan PDIP Diklaim Berpindah ke Partai Lain

PDIP dan PPP mengklaim ribuan suara pindah ke partai lain dalam sidang sengketa Pileg di MK hari ini.

Baca Selengkapnya