Minta UU Cipta Kerja Dibatalkan, Aliansi Akademisi: Akan Menguatkan Kapitalisme

Reporter

Egi Adyatama

Selasa, 3 November 2020 18:01 WIB

Demonstran yang tergabung dalam Gerakan Tolak Omnibus Law (GETOL) membentangkan poster saat berunjuk rasa di depan Gedung Negara Grahadi di Surabaya, Jawa Timur, Selasa, 20 Oktober 2020. ANTARA/Moch Asim

TEMPO.CO, Jakarta - Ratusan akademisi yang tergabung dalam Aliansi Akademisi meminta Presiden Joko Widodo atau Jokowi membatalkan Undang-Undang nomor 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja atau UU Cipta Kerja yang baru saja resmi diteken. Mereka menilai terlalu banyak masalah dalam isi dan proses pembuatan omnibus law tersebut, yang menguatkan kesan bahwa UU itu tak berpihak pada rakyat.

Haris Retno, salah satu yang tergabung dalam Aliansi Akademisi mengatakan bahwa penyusunan dan pengesahan UU ini melanggar nilai kehidupan berbangsa dan bernegara. Seharusnya nilai itu bertujuan untuk proses mencerdaskan kehidupan bangsa, menciptakan kesejahteraan umum, membangun pondasi demokrasi yang konstitusional dan sesuai dengan prinsip negara hukum Indonesia.

"Namun prinsip ini sedang mengarah kepada kuasa kapitalisme maupun oligarki, yang justru semakin berpikir meninggalkan nilai kemanusiaan dan keadilan sosial. Dan sudah seharusnya presiden mengambil sikap yang bijak, bukan malah mengesahkan UU yang banyak ditolak rakyatnya sendiri," kata Retno dalam konferensi pers, Selasa, 3 November 2020.

Retno mengatakan pernyataan ini dilakukan oleh 322 akademisi yang meliputi 119 universitas yang ada di dalamnya.

Ia mengatakan pengesahan dilakukan di tengah gelombang penolakan terhadap UU tersebut. Apalagi juga dilakukan di tengah pandemi yang banyak membatasi pergerakan masyarakat. Hal ini juga kemudian diiringi dengan sejumlah aksi represif negara terhadap rakyat yang menyatakan penolakan.

Advertising
Advertising

Secara teknik penulisan, Retno juga mengatakan banyak masalah yang ditemukan akademisi, dalam UU nomor 11 tahun 2020. Di awal UU saja, terdapat ketidakjelasan pembahasan. Dalam Pasal 7, disebutkan merujuk pada Pasal 6, yang kemudian merujuk pada Pasal 5 huruf a. Namun masalahnya, tak ada Pasal 5 huruf a di UU tersebut.

"Menurut kami pasal yang terlihat sangat gegabah cenderung amburadul, ngawur dan tak sesuai dengan ketentuan hukum," kata Retno.

Secara substansi, Retno mengatakan para akademisi yang tergabung sepakat bahwa UU ini tak berpihak pada rakyat. Di sektor Sumber Daya Alam misalnya. Di Pasal 128, disebutkan bahwa usaha batubara yang melakukan peningkatan nilai tambah, maka royaltinya adalah 0 persen.

"Ini kabar buruk bagi daerah-daerah penghasil SDA, karena kalau ini diberlakukan tak ada lagi bagian royalti yg bisa dibagi ke daerah," kata Retno.

Aturan ini kemudian dibarengi dengan pasal 162, yang menyebutkan setiap orang yang merintangi atau mengganggu kegiatan pertambangan pemegang izin, maka akan dikenai hukuman pidana kurungan atau denda.

"Ini semakin menguatkan bahwa motivasi pengesahan ini bukan semata-mata untuk mendengarkan kepentingan masyarakat, tapi menguatkan kuasa kapitalisme," kata dia.

Berita terkait

Ramai-ramai Ajukan Amicus Curiae ke MK, Teranyar Ada Seniman dan Budayawan

26 hari lalu

Ramai-ramai Ajukan Amicus Curiae ke MK, Teranyar Ada Seniman dan Budayawan

Sejumlah seniman dan budayawan mengajukan Amicus Curiae ke MK. Sebelumnya, ada 300 akademisi, guru besar, dan warga sipil mengajukan hal serupa.

Baca Selengkapnya

Polemik Pemutihan Lahan Sawit Ilegal di Kawasan Hutan, Ini Penjelasan Menteri Airlangga

30 hari lalu

Polemik Pemutihan Lahan Sawit Ilegal di Kawasan Hutan, Ini Penjelasan Menteri Airlangga

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menjelaskan alasan pemerintah memutihkan lahan sawit ilegal di kawasan hutan.

Baca Selengkapnya

365 Perusahaan Ajukan Pemutihan Lahan Sawit Ilegal di Kawasan Hutan

30 hari lalu

365 Perusahaan Ajukan Pemutihan Lahan Sawit Ilegal di Kawasan Hutan

Ratusan perusahaan pemilik lahan sawit ilegal di kawasan hutan mengajukan pemutihan.

Baca Selengkapnya

Akademisi UI Jadi Pengamat Ahli Independen Pilpres Rusia

42 hari lalu

Akademisi UI Jadi Pengamat Ahli Independen Pilpres Rusia

Akademisi Vokasi Universitas Indonesia (UI) Devie Rahmawati menjadi pengamat ahli independen untuk Pemilu Presiden Rusia.

Baca Selengkapnya

Aksi Sejagad Matinya Demokrasi Era Jokowi di Yogyakarta: Pemilu Terburuk Sepanjang Sejarah Indonesia

42 hari lalu

Aksi Sejagad Matinya Demokrasi Era Jokowi di Yogyakarta: Pemilu Terburuk Sepanjang Sejarah Indonesia

Aksi Sejagad: 30 Hari Matinya Demokrasi di Era Kepemimpinan Jokowi di Yogyakarta sebut Pemilu 2024 sebagai pemilu terburuk sepanjang sejarah Indonesia

Baca Selengkapnya

Guru Besar dan Akademisi Se-Jabodetabek Sampaikan Seruan Salemba 2024, Begini Isinya

44 hari lalu

Guru Besar dan Akademisi Se-Jabodetabek Sampaikan Seruan Salemba 2024, Begini Isinya

Seruan Salemba 2024 yang disampaikan sejulah guru besar dari berbagai universitas memuat 7 poin desakan.

Baca Selengkapnya

Pembahasan RPP Mangrove, Walhi: Acuannya Bukan UU LH, tapi Cipta Kerja

20 Februari 2024

Pembahasan RPP Mangrove, Walhi: Acuannya Bukan UU LH, tapi Cipta Kerja

Berikut ini 6 catatan miring Walhi atas RPP Perlindungan dan Pengelolaan Ekosistem Mangrove yang telah disusun KLHK.

Baca Selengkapnya

Aksi Gejayan Memanggil, Ketua BEM UGM: Kemarahan Rakyat karena Demokrasi untuk Oligarki

13 Februari 2024

Aksi Gejayan Memanggil, Ketua BEM UGM: Kemarahan Rakyat karena Demokrasi untuk Oligarki

Tanggapan Ketua BEM UGM terhadap aksi Gejayan Memanggil bersama masyarakat ajak nyalakan alarm untuk demokrasi.

Baca Selengkapnya

"Surat Cinta" Dosen dan Mahasiswa Fisipol UGM untuk Pratikno dan Ari Dwipayana, Ini Isinya

12 Februari 2024

"Surat Cinta" Dosen dan Mahasiswa Fisipol UGM untuk Pratikno dan Ari Dwipayana, Ini Isinya

Dosen dan mahasiswa Fisipol UGM kritisi peran Mensesneg Pratikno dan Koordinator Stafsus Ari Dwipayana yang menjadi bagian masalah demokrasi saat ini.

Baca Selengkapnya

Tak Lepas dari Sasaran Intimidasi, Kantor YLBHI Sempat Didemo Akibat Kritik Penyalahgunaan Kewenangan Jokowi di Pilpres 2024

9 Februari 2024

Tak Lepas dari Sasaran Intimidasi, Kantor YLBHI Sempat Didemo Akibat Kritik Penyalahgunaan Kewenangan Jokowi di Pilpres 2024

YLBHI mencatat intimidasi terus terjadi. Termasuk, kantor mereka yang didemo pada Senin, 5 Februari lalu.

Baca Selengkapnya