Cerita di Balik Perubahan Klaster Perpajakan Omnibus Law Setelah Paripurna DPR

Senin, 19 Oktober 2020 10:32 WIB

Sejumlah mahasiswa yang tergabung dalam Badan Eksekutif Mahasiswa Seluruh Indonesia (BEM SI) membentangkan spanduk bertuliskan "Tolak Omnibuslaw" saat melaksanakan aksi di kawasan Patung Kuda, Jakarta, Jumat, 16 Oktober Oktober 2020. Aksi tersebut menuntut pencabutan Undang-Undang Cipta Kerja (Omnibus Law) yang sudah disahkan DPR RI beberapa waktu lalu. TEMPO/Hilman Fathurrahman W

TEMPO.CO, Jakarta - Dewan Perwakilan Rakyat diduga kuat mengubah-ubah naskah omnibus law Undang-undang Cipta Kerja setelah pengesahan. Hal ini ditengarai terjadi saat DPR mengklaim melakukan perbaikan tata bahasa dan salah ketik (typo) setelah rapat paripurna 5 Oktober lalu.

"Saya jamin sesuai dengan sumpah jabatan saya, kami tidak berani dan tidak akan memasukkan selundupan pasal," kata Wakil Ketua DPR Azis Syamsuddin dalam konferensi pers Selasa, 13 Oktober 2020.

Nyatanya, perubahan substansi tetap terjadi dalam omnibus law itu. Seperti dikutip dalam Majalah Tempo edisi 17 Oktober 2020, perubahan paling mencolok terjadi pada klaster perpajakan. Pada naskah 905 halaman yang beredar 5 Oktober, di antara Bab VI dan Bab VII terdapat tambahan Bab VIA soal kebijakan fiskal nasional yang berkaitan dengan pajak dan retribusi.

Bab ini sempat hilang dalam draf 1.035 halaman yang beredar pada Senin, 12 Oktober pagi. Dua naskah itu dikonfirmasi sebagai naskah asli oleh Sekretaris Jenderal DPR Indra Iskandar. Pada naskah 812 halaman yang dikirim ke Presiden Joko Widodo, bab itu kembali muncul.

Namun, ada perbedaan pada pasal 156A di draf 812 halaman dengan yang tertulis dalam versi 905 halaman. Pada naskah 905 halaman, ayat itu menyebutkan pemerintah dapat melakukan intervensi terhadap kebijakan pajak dan retribusi yang ditetapkan pemerintah daerah. Sedangkan versi 812 halaman kata 'intervensi' berubah menjadi 'penyesuaian'.

Advertising
Advertising

Anggota Badan Legislasi DPR dari Fraksi Golkar, Firman Soebagyo mengatakan pasal ini bukan pasal selundupan. Ia mengaku sudah mengajukan secara resmi usulan klaster perpajakan di dalam UU Cipta Kerja.

Firman mengirimkan sebuah video rapat Baleg saat dia menyampaikan usulan tersebut. Dalam video itu, Ketua Baleg Supratman Andi Agtas meminta persetujuan pemerintah untuk memasukkan usulan itu. Staf Ahli Menteri Koordinator Perekonomian, Ellen Setiadi, menyetujui usulan Fraksi Golkar tersebut.

Anggota Badan Legislasi dari Partai Keadilan Sejahtera, Mulyanto, mengatakan klaster perpajakan baru muncul di Baleg pada 22 September. Sedangkan anggota dari Fraksi Demokrat, Benny Kabur Harman berkukuh pasal ini hanya sempat diusulkan, tapi tak pernah dibahas dalam rapat. Bagaimana cerita di balik munculnya klaster perpajakan? baca selengkapnya di Majalah Tempo: Pasal Klandestin dari Gedung Nusantara.

Berita terkait

Anggota Dewan Minta Pemerintah Pertimbangkan Kenaikan Tarif KRL

6 jam lalu

Anggota Dewan Minta Pemerintah Pertimbangkan Kenaikan Tarif KRL

Anggota Komisi V DPR RI Suryadi Jaya Purnama mengatakan kenaikan tarif tidak boleh membebani mayoritas penumpang KRL

Baca Selengkapnya

Soal Alat Sadap IMSI Catcher di Indonesia, Ini Kata Bos Polus Tech

1 hari lalu

Soal Alat Sadap IMSI Catcher di Indonesia, Ini Kata Bos Polus Tech

Bos Polus Tech mengakui kesulitan untuk mengawasi penggunaan alat sadap oleh pembeli.

Baca Selengkapnya

Ketahui 3 Aturan Baru Tentang Kepala Desa Dalam UU Desa

2 hari lalu

Ketahui 3 Aturan Baru Tentang Kepala Desa Dalam UU Desa

Pemerintah akhirnya mengesahkan UU Desa terbaru yang telah diteken Jokowi dan diwacanakan perubahannya sejak Mei 2022. Apa saja aturan barunya?

Baca Selengkapnya

Permintaan Tambah Masa Jabatan Kepala Desa Dikabulkan, Kok Bisa?

2 hari lalu

Permintaan Tambah Masa Jabatan Kepala Desa Dikabulkan, Kok Bisa?

Permintaan para kepala desa agar masa jabatannya ditambah akhirnya dikabulkan pemerintah. Samakah hasilnya dengan UU Desa?

Baca Selengkapnya

DPR Agendakan Rapat Evaluasi Pemilu 2024 dengan KPU pada 15 Mei

2 hari lalu

DPR Agendakan Rapat Evaluasi Pemilu 2024 dengan KPU pada 15 Mei

KPU sebelumnya tidak menghadiri undangan rapat Komisi II DPR karena bertepatan dengan masa agenda sidang sengketa Pilpres 2024.

Baca Selengkapnya

Amnesty Desak DPR dan Pemerintah Buat Aturan Ketat Impor Spyware

2 hari lalu

Amnesty Desak DPR dan Pemerintah Buat Aturan Ketat Impor Spyware

Amnesty mendesak DPR dan pemerintah membuat peraturan ketat terhadap spyware yang sangat invasif dan dipakai untuk melanggar HAM

Baca Selengkapnya

KPK Temukan Dokumen dan Bukti Elektronik soal Proyek Pengadaan Rumah Dinas saat Geledah Kantor Setjen DPR

3 hari lalu

KPK Temukan Dokumen dan Bukti Elektronik soal Proyek Pengadaan Rumah Dinas saat Geledah Kantor Setjen DPR

KPK menemukan beberapa dokumen yang berhubungan dengan proyek dugaan korupsi pengadaan perlengkapan rumah dinas DPR dalam penggeledahan.

Baca Selengkapnya

KM ITB Desak Pemerintah Cabut UU Cipta Kerja dan Cegah Eksploitasi Kelas Pekerja

4 hari lalu

KM ITB Desak Pemerintah Cabut UU Cipta Kerja dan Cegah Eksploitasi Kelas Pekerja

Keberadaan UU Cipta Kerja tidak memberi jaminan dan semakin membuat buruh rentan.

Baca Selengkapnya

May Day, Buruh di Yogyakarta Tuntut Kenaikan UMP Minimal 15 Persen

4 hari lalu

May Day, Buruh di Yogyakarta Tuntut Kenaikan UMP Minimal 15 Persen

Kelompok Majelis Pekerja Buruh Indonesia (MPBI) Yogyakarta menggelar aksi memperingati hari buruh atau May Day dengan menyampaikan 16 tuntutan

Baca Selengkapnya

Tanggapi Ucapan Hari Buruh dari Prabowo, Partai Buruh Bilang Begini

4 hari lalu

Tanggapi Ucapan Hari Buruh dari Prabowo, Partai Buruh Bilang Begini

Partai Buruh menanggapi ucapan Hari Buruh 2024 yang disampaikan Presiden terpilih Prabowo Subianto pada Rabu, 1 Mei 2024.

Baca Selengkapnya