Wakil Ketua KPK, Nurul Gufron didampingi Deputi Bidang Penindakan KPK Brigjen Pol Karyoto (tengah), menunjukkan Kepala Dinas PUPR Kab Lampung Selatan periode 2020-sekarang, Syahroni yang memakai rompi tahanan usai menjalani pemeriksaan, di gedung KPK, Jakarta, Selasa, 6 Oktober 2020. Syahroni diduga mendapat perintah dari Zainudin Hasan untuk mengumpulkan setoran pungutan sebesar 21 persen dari anggaran proyek PUPR Lampung Selatan. TEMPO/Imam Sukamto
TEMPO.CO, Jakarta -Komisi Pemberantasan Korupsi disingkat KPK menengarai Peninjauan Kembali menjadi modus baru pelaku korupsi mencari keringanan hukuman.
KPK mencatat terjadi tren terdakwa korupsi tidak menempuh upaya hukum biasa seperti banding dan kasasi, melainkan langsung mengajukan PK.
“Kami mencermati ini seakan menjadi strategi baru bagi koruptor untuk tidak memproses upaya hukum biasa, tapi menunggu sampai inkrah kemudian mengajukan PK,” kata Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron di kantornya, Selasa, 6 Oktober 2020.
Ghufron mengatakan pihaknya mencatat sudah ada sekitar 22 kasus korupsi yang hukumannya diringankan oleh Mahkamah Agung di tingkat PK. Saat ini, kata dia, ada sekitar 50 perkara lagi yang tengah diajukan upaya PK.
“PK ini dianggap pintu yang digunakan untuk menurunkan sanksi pidana,” kata Ghufron.
Ghufron mengatakan pimpinan KPK berencana menemui pimpinan MA untuk membahas fenomena ini. Ia berharap PK tak disalahgunakan terpidana korupsi untuk mencari keringanan hukuman.