KPAI Usul Kemendikbud Tambah Kuota Umum dan Kurangi Kuota Belajar
Reporter
Friski Riana
Editor
Amirullah
Selasa, 22 September 2020 11:38 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Retno Listyarti, mengusulkan agar Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan menambah kuota umum dan mengurangi kuota belajar.
"Hal ini untuk lebih memaksimalkan penggunaan bantuan kuota internet bagi pelaksanaan PJJ (pembelajaran jarak jauh) dan akan sangat membantu para siswa dan orangtua dalam PJJ secara daring," kata Retno dalam keterangan tertulisnya, Selasa, 22 September 2020.
Retno mengatakan, selama PJJ fase pertama maupun PJJ fase kedua, para siswa lebih banyak memerlukan kuota umum dibandingkan kuota belajar. Sebab, mereka lebih banyak menggunakan aplikasi WhatsApp, download video, pencarian di Google, dan media sosial untuk PJJ.
Berdasarkan survei yang dilakukan KPAI pada April 2020, PJJ secara daring didominasi penugasan melalui aplikasi WhatsApp, email dan media sosial lain seperti Instagram.
Rinciannya adalah 87,2 responden melakukan interaksi PJJ secara daring melalui chating dengan aplikasi WA/Line/telegram/IG. Sebanyak 20,2 persen menggunakan zoom meeting, 7,6 persen video call WA, dan telepon hanya 5,2 persen.
"Mayoritas menggunakan aplikasi yang justru lebih membutuhkan kuota umum. Aplikasi seperti Zoom meeting malah hanya digunakan para guru sebanyak 20 persen saja dari total 1.700 responden siswa," ujarnya.
Hasil survey PJJ siswa juga menunjukkan bahwa penugasan yang paling tidak disukai siswa adalah membuat video dan foto. Selain membutuhkan memori besar di gadget, juga membutuhkan kuota besar saat mengirim melalui aplikasi WA guru ataupun media sosial lainnya. Dari survei KPAI, penugasan mengirim video mencapai 55 persen dari 1.700 responden.
Kemudian, survei KPAI juga menunjukkan 43,3 persen guru menggunakan platform. Dari jumlah tersebut, 65 persen menggunakan Google classroom, sebanyak 24,5 persen menggunakan platform Ruang Guru, Rumah Belajar, Zenius, dan Zoom. Sedangkan 10 persen menggunakan aplikasi WhatsApp.
Retno pun mempertanyakan spesifikasi pemberian kuota belajar dalam paket peserta didik. “Apakah aplikasi yang sudah menjadi partner Kemendikbud ataukah semua aplikasi dapat dipergunakan dengan tidak terikat pada provider tertentu, sehingga peserta didik dapat memanfaatkan paket belajar?” tanya dia.
Pasalnya, jika menggunakan aplikasi selain yang dipaketkan, maka akan masuk ke kuota umum. Belum lagi kalau gurunya mengharuskan videocall, maka kuota umum 5 gigabita akan cepat habis dibanding kuota belajar.
Merujuk pada hasil survei KPAI, kuota belajar berpotensi mubazir karena minim digunakan, sebab mayoritas guru justru lebih senang menggunakan aplikasi yang menggunakan kuota umum. Menurut Retno, hal ini perlu disiasati agar uang negara dapat dioptimalkan membantu PJJ daring. "Jangan malah menguntungkan providernya," kata dia.
Kemdikbud menggelontorkan anggaran hingga Rp 7 Trilyun lebih untuk memberikan paket kuota internet kepada siswa dan guru jenjang PAUD/TK sampai SMA/SMK, juga kepada mahasiswa dan dosen di perguruan tinggi.
Ketentuannya, paket kuota internet untuk peserta didik PAUD mendapatkan 20 gigabita per bulan, dengan rincian 5 gigabita untuk kuota umum dan kuota belajar 15 gigabita. Peserta didik jenjang pendidikan dasar dan menengah mendapatkan 35 gigabita per bulan dengan rincian 5 gigabita untuk kuota umum dan kuota belajar 30 gigabita.
Sementara itu paket kuota internet untuk pendidik atau guru pada PAUD dan jenjang pendidikan dasar dan menengah mendapatkan 42 GB per bulan, dengan rincian 5 gigabita kuota umum dan 37 gigabita kuota belajar. Paket kuota internet untuk mahasiswa dan dosen mendapatkan 50 gigabita per bulan dengan rincian 5 gigabita kuota umum dan 45 gigabita kuota belajar.