Suara Perempuan di Pilkada 2020 Dikhawatirkan Disalahgunakan
Reporter
Budiarti Utami Putri
Editor
Amirullah
Sabtu, 18 Juli 2020 19:57 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Eksekutif Kalyanamitra Lilis Listyowati menilai masih ada keterbatasan akses informasi untuk perempuan terkait Pilkada 2020 yang berlangsung di tengah pandemi Covid-19. Dia mengatakan keterbatasan akses informasi tersebut antara lain karena perempuan menangung beban berlipat dalam melakukan pelbagai pekerjaan.
"Perempuan sebagai pemilih bisa jadi kelelahan atas pekerjaannya sehingga menjadi tidak peduli dengan proses pilkada yang terjadi," kata Lilis dalam webinar, Sabtu, 18 Juli 2020.
Menurut Lilis, hal tersebut bisa membuat proses pilkada kurang menjadi perhatian. Ia pun khawatir ini berakibat pada turunnya partisipasi perempuan pemilih dalam Pilkada 2020, yang bisa merembet pada penyalahgunaan suara.
"Dampaknya, perempuan pemilih akan kehilangan suaranya karena tidak datang ke TPS. Ini bisa dimanfaatkan kelompok tertentu yang memiliki kepentingan dalam proses Pilkada," kata Lilis.
Berdasarkan Data Penduduk Potensial Pemilih Pemilu (DP4) Kementerian Dalam Negeri untuk Pilkada 2020, terdapat jumlah pemilih sebanyak 105.396.460 jiwa. Jumlah pemilih perempuan hampir setengah dari total jumlah pemilih, yakni 52.616.521 jiwa. Adapun jumlah pemilih laki-laki sebanyak 52.778.939.
Bukan cuma perempuan pemilih, Lilis mengatakan kesulitan juga mengintai perempuan yang menjadi calon di Pilkada 2020. Kesulitan-kesulitan itu di antaranya keterbatasan modal, tidak ada atau kurangnya penguatan kapasitas perempuan calon.
Kemudian keterbatasan akses informasi, waktu, dan tenaga, hingga lemahnya dukungan dari partai politik pengusung karena situasi pandemi Covid-19. "Dampaknya calon perempuan menjadi berkurang atau bahkan tidak ada," kata dia.
Lilis mengatakan, akibat lanjutan dari dua hal di atas ialah akan banyak isu-isu perempuan yang tak terakomodasi dalam pengambilan keputusan.